Part 9

4.8K 237 1
                                    

"Will you be mine?" Gerald kemudian menekan tombol bagasi mobilnya. Otomatis terbuka.

Aku terkejut, selama ia mendekatiku, aku tak pernah memberitahu apa warna kesukaanku, tapi kali ini muncul didepanku warna itu. Hitam dan merah muda. Ada balon, bunga, coklat, boneka besar. Semua ada didalam bagasinya. Aku menatap Dhira. Ia membekap mulutnya. Disana, Zidan memegang kamera untuk sebagai dokumentasi kejadian ini.

"Dhir, gua mau ngomong sama lo." Aku menarik tangan Dhira menjauh dari mereka.

"Ada apaan? Lo kaga liat itu noh bejibun banget hadiah buat lo?" Kemudian Dhira menunjuk bagasi mobil Gerald.

"Gua sayangnya sama Kak Nanda. Gua cinta sama Kak Nanda, bukan Gerald. Lo nger..."

Terpotong!

"Lo udah lama deket sama Nanda. Lo pernah dikasih kepastian?"

Hening.

"Perempuan butuh kepastian, perempuan memang menunggu. Tapi setidaknya dia harus mengatakan apa isi hatinya. Bukan hanya membiarkannya melayang-layang."

Hening lagi.

"Lo liat disana? Gerald serius buat lo. Apa salahnya lo mencoba sama dia untuk lupain Nanda. Lo pasti bisa." Ia menunjuk Gerald yang duduk menunggu.

"Tapi lebih bahagia lagi ketika menjalani sesuatu sama orang yang kita cintai walopun tanpa status. Dibanding menjalani sesuatu dengan terpaksa." Aku mulai meneteskan air mata. Ah, hujan ini tak bisa dibendung. Langit juga mendung, serasa berkabung dengan perasaanku.

"Lo belum mencoba." Dhira menepuk bahuku. Kemudian memeluk, bahaku bergetar. Ini tak seperti pelukan yang Nanda berikan. Pelukan Nanda seperti punya magic, memberi kekuatan secara dalam. Aku butuh pelukannya saat ini.

"Ayo." Dhira menarikkan tanganku, berjalan kearah Gerald yang sedang duduk dibagasinya.

"So, I wanna hear the answer, Princess." Gerald berdiri tegak sambil memegang bucket bunga.

"I will." Aku menjawab singkat. Gerald maju mendekat kearahku kemudian memelukku. Pelukan ini, tak pernah sama dengan apa yang pernah Nanda lakukan padaku. Tak ada magic yang kurasa ketika tangannya mendekap tubuhku. Aku melepas pelukannya. Kemudian mengangguk pada Dhira bahwa ini waktunya shooting.

"Kak Ger, Rin punya kesibukan lain, dia harus ngurus shooting-nya. Jadi kita harus balik ke lapangan sekarang." Dhira kemudian menggandeng tanganku.

Gerald menatapku. "It's okay darling. Aku tunggu, dan bakal anter kamu pulang." Ia mencubit pipiku yang tangannya langsung ku tepis.

Aku dan Dhira langsung berjalan kearah lapangan sekolah. Aku masih terdiam, memikirkan jawaban yang kuberikan pada Gerald. Entah langkah yang baik atau tidak. Tapi aku yakin Dhira tak akan memilihkan sosok yang tak baik.

"Dhir." Aku meliriknya sambil memperlambat langkahku.

"Ya?" Ia menatapku lama. Seperti bisa membaca semuanya. Ia berhenti kemudian memelukku.

"Gua yakin lo gasalah ambil keputusan. Andai lo gabisa nerima dia, lo boleh putusin dia. Karena perasaan gabisa dipaksain." Ia mengelus punggungku.

"Tapi itu tandanya gua udah permainkan hati orang, Dhir." Ia menatap mataku yang sendu. Menyiratkan kekhawatiran.

"Lo ga salah, lo hanya berusaha mendapatkan sosok yang bisa buat lo bahagia. Tapi walopun lo bahagia sama Nanda, lo mau gini-gini terus? Tanpa kejelasan? Jadi lo jalanin dulu. Lo rasain." Ia kembali menarikku masuk kedalam.

Another TimeWhere stories live. Discover now