Prolog

30 0 0
                                    

Suasana tegang, bibir berbicara, hati memohon, perasaan takut, pikiran tak karuan, tubuh merasakan keringat turun dari pipi, suara seorang berteriak keras menahan kesakitan yang luar biasa. Disebuah rumah tua tapi terawat, Ibu sofia sedang memperjuangkan, mempertaruhkan nyawanya, dan menahan sakit merasakan persalinan. Dibantu oleh dokter, ditemani suaminya, fuqin disebelahnya mereka terlihat suami istri yang begitu serasi, mata mereka saling menatap memberikan kekuatan, tangan berpegang erat satu sama lain, fuqin mencium kening istrinya "yang kuat sayang, kamu pasti bisa melewatinya. Aku disini" fuqin memberinya semangat sekaligus doa yang diucapkan dalam hati. Suasana disalahsatu kamarpun menjadi lebih tegang dari sebelumnya, sibayi bentar lagi keluar! Lahir kedunia yang terlihat tentram dan damai. Sofia mendorong kuat-kuat sibayi untuk keluar, sofia berteriak kesakitan, menangis, rasa ingin sibayi cepat keluar dari perutnya selama sembilan bulan itu. "Aaaaaaarghhhh" teriaknya.

Tangisan bayi bergemuruh, memecahkan ketegangan yang telah dibuat satu keluarga besar yang ada diruang keluarga, mereka semua cemas memikirkan persalinan sang menantu. Dokter menanganinya dengan cepat, membawa tubuh bayi yang masih bersimbah darah ke kamar mandi untuk dimandikan.

"Ibu, bayi ibu berkelamin perempuan. Mukanya terlihat manis" dokter menyerahkan bayi sofia kesampingnya. "Subhanallah, cantiknya anakku. Kita kasih nama apa yah?" Sofia bertanya pada suaminya "kita namain, Mauridina"

Tak lama kemudian, seorang gadis cilik masuk kedalam kamar "mama, ituh sapa?" Suara yang masih ala kadarnya, dia adalah anak pertama mereka, anggi mufida puspa dina. Berusia tiga tahun. Dia gemuk, berkulit putih bersih memakai dress pendek warna pink, bando putih menghiasi kepalanya yang kecil. Anggi mendekati adik barunya tersebut. "Ini adikmu kak" sofia mengelus rambut anggi yang bergelombang. Mata Anggi bersinar, dia bahagia, dia senang mempunya teman baru, Anggi memegang tangan Dina yang kecil dan dicium olehnya. "Hallo dedek" suara nyaring ala anak kecil menyapa Dina.

Momen yang menegangkan sudah berlalu dengan cepat, dua tahun yang lalu Dina masih bersimbah darah, tapi kini ia telah tumbuh besar menjadi seorang putri cantik berkulit sawo matang.
Hari ini Anggi sudah tumbuh besar, rambut panjang dibawah bahu, mulai tinggi, dan sudah mau masuk Sekolah Dasar. Orang tua Anggi memasukan Anggi tidak ke TK terlebih dahulu, tapi langsung ke Sekolah Dasar. Dengan alasan mempercepat proses belajar anaknya. "Nak, hari ini kamu sekolah" mata Anggi melebar, pasang muka bertanya-tanya "aku sekolah? Buat apa mah?" Sofia tertawa kecil mendengar anaknya bertanya seperti itu. "Nanti kamu ketemu temen baru loh, seru" mendengar ibunya berkata seperti itu, Anggi berdiri dari sofa, loncat kegirangan "hore... sekolah" sofia senang melihat anaknya senang. "Yasudah, ganti baju, pakai seragam sekolah yang baru di kamar mamah. Bisa kan pakai baju sendiri?" Sofia melihat raut wajah anaknya menjawab bingung "gak bisa ya? Sini mamah bantuin". Setelah pakai baju seragam, pakai sepatu dan sudah menggendong tas, sofia mengantar anaknya kesekolah. Tapi sebelum berangkat, sofia melihat jam sudah mengarah ke angka tujuh "ya ampun, bisa telat kerja kalau gini" kagetnya. "Yah... Ayah?!" Sofia memanggil fuqin yang sedang duduk di dapur. "Ada apa?" Fuqin menghampiri sofia "bentar lagi aku masuk kerja, kamu anter Anggi kesekolah ya?" Fuqin mengiyakan permintaan istrinya. Sebelum pergi bekerja, sofia masuk kekamar anak keduanya, Dina.

Mauridina, mungil yang masih menyusui, masih menempel pada ibunya, menangis layaknya bayi pada umumnya, sekarang dia sedang tidur di kamar kecilnya. Sofia menghampiri dengan langkah kaki hati-hati. "Nak, mamah kerja dulu ya? Jangan nakal, jadi anak yang baik" sofia membisikan perkataannya tadi dikuping Dina yang mungil, sofia mengelus rambut tipis dina dan mencium kening Dina dengan penuh cinta "mamah sayang kamu, nak" setelah itu sofia pergi berangkat bekerja untuk mencari uang, untuk apalagi dia bekerja? Untuk menghidupi, dan mencukupi kebutuhan keluarganya yang pas-pasan. Fuqin bukan seorang pengagguran, tapi ia seorang laki yang mempunyai ahli membuat villa yang mewah. Sering kali ia membuat desain villa, atau gazebo untuk mengurangi kebosanannya dirumah. Fuqin tak bisa diam diri, jika tak ada kerjaan dirumah pasti dia akan membuat salahsatu sofa atau meja yang terbuat dari bamboo. Dengan cekatan fuqin mengukir bamboo berukuran besar. Hidup dirumah yang bisa dibilang cukup bagus dan luas, keluarga fuqin tinggal bersama. Rumah itu mempunyai taman didepan dihiasi bunga-yang hidup ditanah yang gembur tersebut. Barang-barang yang ada didalam rumah pun cukup lengkap, tapi... keluarga fuqin belum bisa membeli sebuah mesin cuci canggih untuk istrinya itu. Dikala istrinya pulang kerja, pasti saja sofia langsung bergegas berubah profesi menjadi ibu rumah tangga. Menyapu, mengepel, mencuci piring, dan juga mencuci baju. Bukan mencuci dengan mesin canggih untuk zaman sekarang. Sofia masih pakai tangan menggosok pakaian yang bertumpuk seperti gunung dalam keranjang hijau.
"Kapan aku bisa santai dirumah seperti kebanyakan ibu rumah tangga secara normalnya" sofia berguman.

SOFIAWhere stories live. Discover now