Bab 32 (end)

95.4K 3K 179
                                    

"Terima kasih,! Aku mencintaimu." Tengku Rasyid berkata sambil mencium pipi Aisya lembut. Aisya hanya tersenyum manis. Tangan Rasyid yang dari tadi mengengam tangannya dibalas balik dengan gengaman tangannya. Ketika Aisya baru bangun tadi, Rasyid sedang duduk disisinya sambil mengengam tangannya, menunggu Aisya bangun. Wajah Rasyid sejak tadi mengumbar senyum bahagia. Menambah kadar ketampanannya. Senyum yang hanya diperlihatkan kepada istrinya seorang. Raina dan nyonya Herlina sudah pulang dari kemarin waktu Aisya dipindahkan keruang rawat. Mereka berjanji akan datang lagi nanti. Sedangkan anak-anak Rasyid sedang berada diruang bayi dirawat dan dimandikan sebelum bertemu dengan ibunya.

"Dimana Anak-anak kita mas?" Aisya bertanya sambil melihat kesekitar mencari keberadaan bayi-bayinya. "Sebentar lagi akan diantar kemari oleh perawat. Mereka dimandikan dulu sebelum kamu memberi mereka Asi." Rasyid menjawab pertanyaan Aisya sambil mengelus lembut pipi Aisya. Aisya tersenyum kecil. "Anak kita tampan kan?". "Iya...seperti ayahnya." Aisya hanya tertawa kecil mendengar sifat narsis suaminya yang baru dia tahu. Rasyid tertawa kecil. Tangan Aisya diciumnya lembut. "Mas senang mendapatkan anak kembar?" Aisya bertanya ingin tahu bagaiman isi hati suaminya itu.

Rasyid menatap Aisya lembut. Sebenarnya dalam hati Rasyid sebenarnya, dia ingin berteriak dengan kencang untuk memperlihatkan betapa dia bahagia mendapatkan karunia yang tak terhingga dari Tuhan. Supaya dunia tahu saat ini. "Kenapa tidak memberitahu Mas, kalau Aisya sedang mengandung bayi kembar?" "Ingin membuat kejutan buat Mas," Aisya menjawab dengan wajah merona. Rasyid hanya mencubit sayang pipi Aisya tanda gemas. Aisya tertawa mendapatkan perlakuan itu dari suaminya. "Mas senang tidak?" Tanya Aisya sekali lagi. Rasyid menganggukkan kepalanya dengan semangat. "Terima kasih banyak, sayang. Aku mencintaimu." "Aku juga cinta mas," Aisya menjawabnya dengan wajah malu dan tersenyum.

Rasyid membalas senyuman istrinya. Tetapi ketika melihat gerak-gerik Aisya yang ingin bangun. Senyuman Rasyid lansung berubah muram. "Aisya mau kemana?" Rasyid bertanya heran ketika melihat Aisya yang bergerak turun dari ranjang rumah sakit. "Aisya ingin melihat anak-anak kita. Aisya tidak sabar kalau menunggu perawat datang membawa anak-anak kita kesini." "Eh, kenapa Aisya bangun sesuka hati. Dokter belum mengijinkan Aisya untuk bangun. Aisya harusnya masih istirahat." "Sebentar saja. Aisya ingin melihat wajah mereka," Aisya mencoba untuk membujuk suaminya. Rasyid hanya diam melihat wajah Aisya yang penuh harap. Rasyid mengeluh kecil dalam hatinya. Kenapa sekarang dia menjadi lemah ketika melihat raut wajah penuh permohonan dari istrinya itu. "Aisya tunggu disini dulu. Mas ambil kursi roda dulu. Kita akan pergi sama-sama." "Tapi.." "Dengarkan perintah Mas. Kalau tidak mau. Kita tidak usah pergi." Rasyid bersuara tegas. Aisya hanya menelan ludah dan mengangguk ketika dilihat wajah serius suaminya. "Baiklah." Pelan suara Aisya menjawab.

Rasyid segera keluar dan kembali dengan membawa kursi roda. Dan diwaktu yang sama terlihat olehnya Aisya yang sedang berusaha untuk meraih gelas berisi air siaamping tempat tidurnya. Tenggorokan Aisya teraa kering ingin minum. "Kenapa Aisya tidak bilang kalau Aisya haus! Biar mas ambilkan." Rasyid berjalan cepat kearah Aisya. Dan mengambilkan air minum untuk Aisya dan meminumkannya pada istrinya pelan-pelan. Aisya merasa heran akan tingkah laku Rasyid yang kelihatan cemas setiap kali dia bergerak. Aisya hanya diam memperhatikan. "Ayo mas kita pergi. Aisya sudah tidak sabar melihat wajah anak-anak kita." Aisya bangun dan berjalan kearah kursi roda. "Pelan-pelan kalau berjalan. Pegang tangan Mas." Rasyid berkata dengan wajah serius dan cemas. Aisya hanya bisa menghela nafas. "Mas. Aisya tidak apa-apa. Kenapa mas terlihat cemas. Aisya sudah bisa bergerak bebas. Tidak sakit lagi." Aisya meluahkan rasa herannya. "Aisya baru saja melahirkan. Kata dokter, Aisya tidak boleh banyak bergerak. Takut ada jahitan yang berdarah." Rasyid mencoba menjelaskan kecemasannya.

Aisya yang mendengarnya menjadi terharu. Aisya meraih tangan Rasyid dan merangkulnya tanda mengerti atas perhatian dari suaminya. Rasyid tersenyum senang ketika istrinya tidak membantah kata-katanya. Dengan pelan Aisya didudukkan dikursi roda. Dengan perlahan pula Rasyid mendorongnya keluar kamar rawat menuju tempat bayinya berada sekarang.

ISTRI BERASA SIMPANANМесто, где живут истории. Откройте их для себя