Chance

71 3 0
                                    

Publisher's Note: Cerita yang satu ini mengenai 2 pemuda yang bertualang mengejar seekor monyet (yang katanya sih, Imp), gara-gara monyet itu (yang katanya sih, Imp) mencuri liontin berharga punya salah satu pemuda, Agus. Mulai dari persoalan keluarga, sampai kejar-mengejar yang seru hingga ditempeleng cewek, lalu kembali ke persoalan masa depan yang serius, Chance menghadirkan banyak rasa berbeda dalam 1 kisah :)

Penulis: Vlad_T

Illustrator: Ilira

***

"Kejar dia! Jangan sampai lolos!"

"Sial! Kabur ke mana?!"

"Entahlah. Tato kita belum merah. Itu artinya dia belum jadi Drop-out. Pasti masih di sekolah."

"Kalau dia sampai jadi Drop-out, aku yang akan menangkapnya."

"Ayo bergegas! Jam pelajaran sudah hampir selesai."

DING DONG!

Bel berbunyi menandakan pergantian jam pelajaran. Dari balik dedaunan pohon, aku mengamati para Pengajar yang panik. Murid-murid mulai keluar mengisi lorong sekolah, yang pasti akan mempersulit guru-guru itu menemukanku.

Aku menarik napas, mencium setiap bau segar sambil berbaring santai di dahan pohon. Langit Enigma dipenuhi Pegasus, Garuda, dan hewan-hewan aneh lain yang biasanya hanya terdapat di buku-buku legenda. Siapa sangka orang sepertiku bisa datang ke tempat ini? Seorang Agus, anak lelaki biasa berumur 15 tahun. Ah, karena aku bisa masuk ke sini, "biasa" sudah bukan kata yang cocok untukku.

Dulu, bisa dibilang aku normal, hanya punya beberapa masalah. Ayah kabur sebelum aku lahir, Ibu meninggal sewaktu kecil, lalu aku harus tinggal dengan seorang paman pemabuk yang kasar dan kurang waras. Belakangan ini aku baru tahu, ayahku adalah seorang kriminal magis yang (sayangnya) sudah tertangkap oleh para Pemburu. Dan tidak, aku tidak berminat untuk menemui seseorang yang wajahnya saja tidak kuingat.

Aku mengeluarkan jam saku kuno dari kantong celana. Begitu tombol di sisinya kutekan, jam itu membuka. Di balik tutupnya terdapat foto ibuku. Inilah satu-satunya peninggalan dari orangtuaku. Setiap kali sedih atau mendapat masalah, aku selalu membukanya, membayangkan seorang wanita mengusap lembut kepalaku, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Sebelum masuk sini, keseharianku adalah mencuri. Aku sempat putus sekolah karena kurang biaya, lalu bertahan hidup dengan profesi seperti itu. Makanya, dikejar-kejar seperti tadi sudah biasa. Kemudian, dua tahun lalu, aku menemukan kekuatan aneh dalam diriku saat kabur.

Aku bisa menembus dinding. Itu kekuatan yang praktis.

Tak lama setelahnya, seorang pria mendatangi rumahku. Dia membawa sepucuk surat, sebuah undangan untuk bersekolah di Akademi Enigma. Tanpa kehidupan layak dengan Paman, sekolah mencurigakan seperti itu pun kuiyakan saja. Aku pergi ke alamat yang tertulis—sebuah tanah kosong dengan rumput liar dan pepohonan.

Pada salah satu pohon, memang terdapat gambar pintu dengan tulisan "pintu masuk Akademi Enigma". Simbol lingkaran aneh juga terukir di tengah pintu.

Dengan kekuatanku, aku bisa saja lari jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Nekat sekaligus hati-hati, aku mencoba menyentuh gambar itu.

Embusan angin sejuk yang tak pernah kudapat di kota, tiba-tiba membelai seluruh tubuhku. Taman seluas rumah orang-orang kaya—bahkan lebih luas lagi—terhampar di depan. Di sekelilingku juga terdapat lima menara tinggi seperti di film-film kerajaan.

"Selamat datang di Akademi Enigma, Agus."

"Si pembawa surat?!"

"Namaku Rudi." Dia menjabat tanganku. "Aku meemang bertugas untuk membawa orang-orang sepertimu kemari."

Enigma Project - Kumpulan Cerpen dan IlustrasiWhere stories live. Discover now