Part 5

22.2K 962 5
                                    

Sudah hampir seminggu sejak kejadiannya yang batal menikah dengan Samuel. Deylora terus menangis meratapi kisah hidupnya yang tak beruntung sama sekali. Ia selalu di beri cobaan yang bertubi-tubi.

Ibunya yang sakit, ayahnya yang berubah menjadi pria yang suka mabuk-mabukan dan kerjanya hanya keluar masuk club dengan berjudi.

Deylora harus terus melanjutkan toko roti ibunya demi kelangsungan hidup keluarganya dan membayar hutang ayahnya yang makin lama makin menggunung karna bunga yang terus naik jika tak dibayar dengan teratur.

"Deyloraaaaa!!!!!" Teriak ayahnya pada putrinya.

Deylora dengan cepat keluar dari kamar miliknya.

"Ada apa ayah?" Tanya Deylora dengan sopan. Deylora memang selalu menahan amarahnya ketika melihat ayahnya berperilaku seperti brengsek. Deylora tetap akan sabar dan sopan pada ayahnya karna bagaimanapun itu adalah ayah kandungnya. Ia tidak bisa memilih harus memiliki orangtua seperti apa, tapi yang ia bisa pilih adalah mau jadi orangtua seperti apa ia kelak.

"Cepat serahkan hasil toko kue hari ini!" Ucap Mark pada anaknya tersebut.

"Jangan ayah. Ini untuk membayar hutang ayah yang sudah menumpuk dan hasil keuntungannya akan aku kembalikan lagi untuk balik modal toko roti kita" jelas Deylora pada ayahnya.

"Ahh aku tak peduli! Cepat serahkan semuanya! Aku butuh uang itu sekarang! Dimana kau menyembunyikannya?" Balas Mark dengan membentak-bentak anaknya tersebut.

"Jangan ayah. Ku mohon. Jika aku memberikannya pada ayah toko ibu akan tutup karna bangrut" jawab Deylora yang terus memohon.

"Cepat kau berikan padaku atau aku yang akan mengacak-acak kamarmu!" Seru Mark.

Mark sudah tak sabar ia sudah sangat membutuhkan uang tersebut. Dengan secepat mungkin Mark telah berhasil mengacak-acak seluruh isi kamar tidur milik Deylora.

Deylora hanya bisa pasrah dengan kelakuan ayahnya. Ibu Deylora yang tak bisa membela Deylora kini cuma hanya bisa diam meratapi kepergian suaminya dengan membawa uang hasil kerja anaknya selama dirinya sakit.

"Jangan ayah ku mohon" ucap Deylora memohon.

"Minggir!" Seru Mark dengan mendorong tubuh Deylora hingga jatuh ke lantai.

"Sudah Deylora biarkan saja ayahmu mengambil semuanya" kini giliran ibu Deylora yang berbicara.

"Tidak bu, ini satu-satunya penghasilan untuk keluaraga kita. Aku tak akan membiarkannya" jelas Deylora lalu pergi meninggalkan ibunya untuk mengejar ayahnya sebelum ayahnya semakin jauh.

Kini Deylora telah berada di luar rumah berlari dengan kencang mengejar ayahnya yang sudah masuk ke dalam taksi dan semkin lama semakin jauh.

"Ayahhhh!!!!!! Tunggu!!!" Teriak Deylora dengan kencang.

"Kembalikan uangnya ayah" tambah Deylora disela-sela nafasnya yang bergemuru karna ia berlari terlalu kencang.

Semuanya telah hilang dan lenyap. Harapannya untuk membuat toko roti ibunya sukses telah hilang. Deylora sudah pasrah.

"Ayah, kenapa kau menghancurkan semuanya" ucap Deylora dengan posisi terduduk di tengah jalanan.

Deylora menangis. Ia sudah tak tahu harus berbuat apa. Harapannya hancur. Kini semuanya telah musnah. Ia tak akan bisa berbuat apapun. Toko roti ibunya akan tutup selama-lamanya.

"Deylora? Ada apa dengan dirimu? Kenapa kau disini?" Tanya Danish yang sudah jongkok di depan Deylora yang sedang menangis.

Lagi-lagi Deylora langsung memeluk Danish. Ia sudah tak sanggup menjalani hidupnya yang rumit. Rasanya ia ingin melompat dari gedung tinggi.

"Harapanku hancur Danish. Semua telah hancur" ucap Deylora di sela-sela tangisannya.

Danish hanya menepuk-nepuk punggung Deylora untuk menenangkan hati sahabatnya itu.

Danish membawa Deylora ke tempat yang sangat tenang.

"Apa kau sudah mendingan?" Tanya Danish pada Deylora. Deylora hanya menganggukkan kepalanya.

"Aku akan membantumu untuk membuka usaha itu kembali. Tenanglah. Semua sisa bahan bisa kita habiskan dulu. Jika semuanya telah laku baru kita akan membeli bahan-bahan yang baru. Tenanglah Deylora. Kau tak sendiri. Ada aku disini" jelas Danish.

"Terimakasih Danish. Kau banyak membantuku.

Danish segera mengecek jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Jam telah menunjukkan pukul 10 malam. Danish takut jika ibu Deylora mengkhawatirkan anak wanita satu-satunya tersebut.

"Aku antar pulang sekarang? Aku takut jika ibumu mengkhawatirkan wanita cengeng di sebelahku ini" ejek Danish.

Deylora yang tak terima dengan ejekan sahabatnya langsung memukul lengan Danish dengan kencang.

"Sialan kau!" Seru Deylora sambil tersipu malu.

Danish akhirnya mengantar Deylora pulang dengan jalan kaki. Memang tempatnya tak jauh dari rumah Deylora. Mereka juga lebih suka jika berjalan kaki. Selain bisa berbicara dan bercanda mereka juga bisa menikmati jalanan dan suasana yang damai di malam hari.

My Hero is a Man in a SuitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang