2 : Meet Again

113K 7.1K 47
                                    


Cahaya remang-remang menyambutnya. Cahaya lampu tidur berwarna kuning keemasan adalah satu-satunya penerang diantara tempat gelap dimana gadis itu berada. 

Tangan mungilnya bergerak mengelus seprai berwarna coklat gelap dibawahnya. Lembut ....

Dahi gadis itu mengernyit dalam keadaan mata yang masih terpejam. Seprai dikamarnya tidak pernah sehalus ini. Tubuhnya bergerak nyaman, rasanya selimut yang membungkus tubuhnyapun sangat lembut. Dia merasa asing.

Matanya mengerjap, kepalanya pening. Bola matanya bergerak menatap sekeliling. Langit-langit kamar yang tampak bercorak mewah dan mahal menyambut matanya.

Tubuhnya bergerak bangun, duduk dengan bingung menatap ruangan gelap tempatnya berada. Cahaya lampu kamar itu tidak cukup untuk menerangi seluruh ruangan itu.

Dia ... dimana?

"Merasa asing?" suara itu menyentaknya, matanya berpendar berusaha melihat menembus kegelapan. Menatap pantulan cahaya dari gelas kaca yang dipegang oleh seseorang diantara kegelapan itu.

Tubuh Aluna bergetar mengingat kejadian sebelum ia kehilangan kesadaran. Tubuhnya menengang mencoba menemukan suaranya.
"Siapa?" itu dia, suaranya akhirnya terdengar. Meski nada takut masih terdengar.

"Kau mengenalku Aluna," ujar sosok itu, dalam hitungan detik cahaya terang melingkupi ruang tempatnya berada, mengusir kegelapan yang sejak tadi melingkupinya.

Mata gadis itu membola, takala cahaya terang mengusir kegelapan dari sosok yang duduk angkuh diatas sofa coklat muda yang tampak mahal dengan menggengam gelas kaca bening ditangannya.

Nafasnya terengah, Selama empat tahun berpisah dengan pria itu tidak sama sekali menghapus gambaran wajah rupawan itu dari otaknya. Wajah rupawan yang menggangu masa sekolah menengahnya dulu.

"Apa yang kau lakukan disini .... Gabriel?" suaranya bergetar, raut pucat tergambar jelas diwajah putihnya. Apa yang dilakukan pria itu disini? Kenapa dia kembali? Setelah sekian lama membuat kehidupan Aluna normal kembali, apa yang dilakukan pria itu disini?

"Memberi tahumu, batas liburanmu dariku sudah berakhir." pria itu bangun, meletakan gelas kacanya diatas meja didekatnya. Melangkah tenang kearah tempat tidur, tempat seekor kelinci kesayangannya tengah bergetar takut.

Tentu saja, serigala yang menjadikan kelinci sebagai miliknya. Terdengar tidak normal bukan?

Aluna merinding, menatap Gabriel yang melangkah mendekatinya. Ya, Gabriel. Pria itu adalah Gabriel, seorang pria dengan kuasa yang telah ia dapatkan sejak terlahir didunia. Perusahan yang dibangun keluarga sudah sangat cukup untuk menjadikannya seorang pengusaha. Gila dan ditakuti. Merupakan sebuah anugrah bagi perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaannya. Dan sebuah kesialan bagi perusahaan pesaing. Enterlance Group miliknya adalah perusahaan kelapa sawit dengan tanah berhektare-hektare.  Belum lagi perusahaannya menangi beberapa hotel, restaurant, club malam dan beberapa perusahaan otomotif.

Uang bukan masalah, sejak kecil ia sudah dimanjakan dengan harta. Semakin berkuasa seiring dengan bertambahnya usia. Sudah bukan rahasia lagi kalau perusahaanya menempati salah satu posisi tertinggi perusahaan milik sendiri didunia.

Semua itu membuatnya nyaris sempurna, tentu saja. Tidak ada yang sempurna. Sifatnya yang dingin membuatnya sulit berinteraksi dengan banyak orang. Dan Aluna yakin seratus persen jika orang-orang diluar sana tahu kondisi mental Gabriel yang sebenarnya, Aluna tidak sanggup membayangkannya.

Gabriel itu gila, memiliki obsesi besar terhadapnya ketika masa sekolah dulu. Aluna sempat berpikir bahwa obsesi itu sudah menghilang ketika ia datang kesekolah dan mendapat berita bahwa pria itu pindah ke New York beberapa tahun lalu.

Tapi sekarang, pria itu disini. Melangkah tenang kearahnya.

Sentuhan lembut diwajahnya membuat nafas Aluna tersentak, merasakan sapuan lembut dari jari-jari besar itu diwajahnya. Nafasnya terengah begitu pula Gabriel didepannya.

"Merindukanku Aluna?" alaram tanda bahaya berbunyi keras diotaknya. Tubuh Aluna mundur menghindar dengan ketakutan. Dia tidak mau berurusan lagi dengan Gabriel. Tidak mau lagi.

Aluna bergerak beringsut, turun dengan tergesa-gesa dari atas tempat tidur. "Jangan mendekat Gabriel," ujarnya dengan nafas tak beraturan. Aura Gabriel berhasil mempengaruhinya sampai sejauh ini.

"Ck, berani memerintahku sekarang?" alis pria itu naik mencemooh. Menatap gadis itu dari atas kebawah. Kelincinya sudah berani memerintah sekarang, huh?

Aluna berlari mencoba menggapai pintu kamar, memegang gagang pintu menggerakkan gagang itu dengan kasar. Dikunci!

"Mau kubantu Aluna?" bisikan dibelakang tubuhnya membuat tubuh Aluna sepenuhnya membeku kaku. Nafas Gabriel terasa begitu menggelitik tengkuknya, memberikan kecupan kecil disana.

"Kau pikir kau akan kemana?" Aluna tidak sempat panik ketika dengan tidak berdosanya Gabriel mengangkat tubuhnya kasar. Melemparnya keatas tempat tidur. "Jadilah anak baik dan diam dikamar ini. Sebentar lagi akan ada yang datang mengantar makananmu," ujar Gabriel membuat mata Aluna membola. Apa maksudnya diam dikamar ini?

Gabriel berbalik dengan santai melangkah keluar kemudian menutup pintu dengan gerakan mulus.

Suara pintu yang dikunci membuat kedua mata Aluna semakin melebar. Yang benar saja?!

Aluna melangkah cepat kearah pintu, menggerakan gagang pintu dengan kasar. Dia dikunci!

Tubuhnya bergerak panik, dia tidak mau. Aluna tidak mau kembali terjebak bersama pria gila bernama Gabriel. Tidak sama sekali terlintas di otaknya dia ingin bertemu kembali dengan Gabriel.

Tubuhnya bergerak menyusuri kamar luas dan mewah itu. Ada terlalu banyak hal untuk dikagumi, tapi apa ini waktu yang tepat?

Aluna bahkan tidak peduli dengan itu semua. Ia memeriksa setiap sudut kamar, jendela-jendela bahkan kamar mandi. Dan tidak ada celah untuk keluar.

Apa yang harus ia lakukan?

Pintu terbuka dengan tiba-tiba. Kepala Aluna bergerak menatap seorang wanita yang datang dengan nampan makanan ditangannya. Tampak seorang dengan pakaian khas kepala pelayan berdiri didepan pintu.

"Silahkan dinikmati Nona, kami akan datang setengah jam lagi untuk membereskan sisa makan Anda," ujar pria dengan pakaian kepala pelayan itu. Dan Aluna mengenalnya. Dia Adolf, pelayan pribadi Gabriel. Aluna sering bertemu dengan pria tanpa ekspresi itu dulu. Dia kaku tenang. Begitu setia dan mencintai tuannya.

Mulanya Aluna tidak ingin makan, ia tidak sudi. Tapi dia belum makan sejak pagi tadi. Dan semua belanjaan yang ia beli ia buang begiti saja saat dikejar oleh para preman itu.

Tunggu, Apa Gabriel yang menyelamatkannya?   Jika ia maka Aluna berhutang ucapan terimakasih.

"Kau tidak akan memakan makananmu?" suara itu menyentaknya.  Aluna berbalik dengan panik. Gabriel disana berdiri didepan pintu dengan gaya menyandar. Seolah memperhatikan semua ekspresi yang diciptakan oleh wajah Aluna.

Pintu tertutup kemudia kembali dikunci, Gabriel melangkah ke tengah ruangan. Membuka kancing kemeja yang dipakainya.

Mata Aluna melebar untuk kesekian kalinya.
"Apa yang mau kau lakukan?" Aluna panik, tubuhnya mundur dengan hati-hati.

"Aku ...," Gabriel mendekat, melangkah tenang melepaskan satu persatu kancing kemeja hingga semua kancingan itu terlepas. Menampakkan tubuh berwarna sawo matang cerah.

"Hanya ingin mandi Aluna, hilangkan pikiran aneh didalam otakmu sebelum aku mewujudkannya. Dan habiskan makan malammu."

Gabriel's MineWhere stories live. Discover now