Part 25 Fellowship Camp

4.2K 99 1
                                    

Hari ini acara Fellowship Camp dimulai. Semua peserta sudah berkumpul di Gedung Rektorat UI. “okey, temen-temen, yang udah dapet kelompok, silakan masuk ke dalam bus sesuai nomor kelompok kalian.” salah satu panitia memberi arahan. “guys…inget ya, kita kelompok dua belas!” kata Sam mengingatkan . “iya yuk kita ke bus…kita di bus empat.” Darren menambahkan. Semua memeriksa bawaan masing-masing, dan bersiap masuk bus. “bawaan lo udah ngga ada yang ketinggalan kan?” tanya Roman pada Wulan. Wulan mengangguk. “obat buat kaki lo bawa kan?” Wulan mengangguk lagi. “pokonya udah lengkap!” tegas Wulan sambil mengedipkan sebelah mata.

Semua peserta sudah masuk dalam bus. Bus melaju menuju tempat camp, di Ranca Upas, Ciwidey. Di dalam bus empat. Wulan asik melihat pemandangan sambil memeluk Rori. “hmmm…kalo gini sih gue jadi ngiri sama boneka lo yang namanya…..” Roman mengingat-ngingat nama boneka itu. “Rori!” Wulan menjawab cepat. “kenapa harus ngiri?” “iyalah…dari awal perjalanan, lo melukin dia terus…tapi gue dibiarin.” Roman cemberut. Wulan melirik jail, “jadi ada yang pengen dipeluk sepanjang perjalanan nih??mmm…sekitar empat jam gituuuu??” goda Wulan. Roman nyengir.

“eh…ngomong-ngomong…namanya kenapa norak gitu sih Rori??” Roman penasaran. Wulan melirik lagi sambil memanyunkan bibirnya, “apaaa??norak???” kata Wulan sewot. “lo ngga tau aja kepanjangan dari Rori itu apa!” Wulan membatin. Roman tertawa. “iyalah…norak banget tau ngga..” Roman mengambil Rori dari pelukan Wulan. Diamatinya boneka itu dengan seksama. “emang apa artinya Rori?” tanyanya lagi. Wulan cepat-cepat mengambil Rori dari tangan Roman. “ra…ha…si….a...” jawab Wulan sambil menjulurkan lidahnya, “bweeee!” lalu ia melihat ke luar lagi, menikmati pemandangan. Roman geleng-geleng sambil melirik Wulan.

Sekitar empat setengah jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat. Semua peserta berkumpul di sebuah lapangan besar. Di sana sudah berdiri enam buah tenda peleton. “okey semua peserta, mohon perhatiannya…” ketua panitia memberi pengumuman, “sekarang jam dua siang, kalian boleh mengambil nasi kotak di tenda panitia, lalu silakan istirahat di tenda masing-masing. Kita kumpul lagi di lapangan ini jam enam sore, kita akan memulai acara. Silakan bubar!” “kelompok satu sampai tiga di tenda satu, empat sampai enam di tenda dua, dan seterusnya!” panitia lain memberi arahan.

“kalian ke tenda duluan aja, gue biar ke tenda panitia untuk ambil nasi kotak kelompok kita.” kata Sam. “gue temenin ya..” kata Karin. “saya ikut juga, biar bantu bisa bawa!” Karlo ikutan. Sam mengangguk. Mereka bertiga mengambil nasi kotak, sementara yang lain menuju tenda mereka, di tenda empat. “gue mau di sebelah lo yaa…” kata Wulan sambil menyimpan ranselnya di atas velbed. “cieee…yang pengen selalu deket gue…” Roman menggoda pacarnya. “kan biar lo lebih gampang buat jagain guenya!” Wulan ngeles. Roman tersenyum. Ia meletakan ranselnya di atas velbed sebelah Wulan. Wulan langsung nyengir.

Jam enam sore. Semua sudah berkumpul di lapangan, berbaris sesuai kelompok masing-masing. Sam berdiri paling depan, diikuti Karin, Ghina, Darren, Roman, Wulan, Yasmin, Sisi, Bobi dan Karlo. “ini malam pertama kita di tempat ini, jadi acaranya di sini aja, santai dulu sambil penyesuaian sama suasana di sini.” Panitia membuka acara. “acara malam ini, silakan utus perwakilan dari masing-masing kelompok untuk maju ke depan, dan memberikan suatu pertunjukan.” Lanjut panitia lain. Semua kasak kusuk ramai. Akhirnya dari kelompok dua belas mengutus Roman dan Wulan untuk menampilkan musikalisasi puisi. Seperti biasa, Roman membaca puisi dan Wulan mengiringi dengan gitar.

Ada yang menampilkan gerak dan lagu, tarian daerah, monolog, drama singkat, dan lainnya. Semuanya menarik. Giliran kelompok dua belas. Roman dan Wulan maju ke depan. “selamat malam semuanya, gue Roman Arbani dari Fakultas Sastra, dan ini rekan gue…” “haloo…gue Wulandari dari Fakultas Kedokteran…” “kita mewakili kelompok dua belas, akan mempersembahkan musikalisasi puisi tentang persahabatan.” “selamat menikmati…” Wulan mengambil gitar lalu duduk dan mulai memetik gitarnya. Roman berdiri di samping Wulan, mulai membaca puisi.

dari sekian banyak manusia,
IA taruh kita di tempat yang sama,
kutanya kenapa?
supaya kita belajar hidup bersama.

ada kalanya kita tertawa bahagia,
atau mungkin menangis berduka.
kadang saling tidak bicara,
namun tetap saling percaya.

saling menopang agar tetap kuat,
walau jauh, hati saling melekat,
biar semua orang dapat melihat,
inilah arti SAHABAT.”
Roman mengulurkan tangannya, membantu Wulan berdiri. Lalu mereka bergandengan tangan dan membungkuk. Peserta lain bertepuk tangan.

Jam sepuluh acara selesai. Panitia membebaskan peserta untuk bercengkrama, dengan batas malam jam dua belas. “kue jepit belinya berduaan, makannya sesudah kue getuk. Maap gue pamit duluan, soalnya mata udah ngantuk!” Bobi pamit pada yang lain. “gue juga cape banget nih, mau langsung tidur aja deh!” kata Yasmin. “samaa dong, Sisi juga udah pengen rebahan.” Sisi ikutan pamit. “kita juga tidur cepet aja yuk, siapin stamina buat acara besok!” ajak Sam sambil merangkul Karin. “iya bener, besok pasti acaranya padet tuh seharian.” Darren setuju. Akhirnya semua kembali ke tenda, kecuali Roman dan Wulan.

“lo ngga cape emang?” tanya Wulan. Roman menggandeng tangan Wulan. “ngantuk sih gue…tapi sini deh…” Roman mengajak Wulan mendekat ke api unggun. Lalu ia duduk di rerumputan. Wulan ikut duduk di sampingnya. “tuh liat…langitnya keren banget malem ini…” kata Roman sambil mendongak ke langit. Wulan refleks ikut mendongak. “astaga…daritadi gue ko ngga merhatiin yaa…ini indah banget!” Wulan senang sekali. Malam itu langit sangat cerah, jadi bintang-bintang dan bulan terlihat jelas sekali.

Roman mendekatkan posisi duduknya, jadi sangat dekat dengan Wulan. Wulan langsung memeluk sebelah tangan Roman dengan kedua tangannya. Ia juga menyenderkan kepalanya di bahu Roman. “dingin ya?” tanya Roman sambil menggenggam pelukan Wulan. Wulan menggeleng, “engga ko…kan ada api unggun…” jawabnya sambil nyengir. “kirain gara-gara di sebelah gue!” kata Roman iseng. Wulan tersenyum , “iyaaa…karna ada lo juga…” Wulan mencolek ujung hidung Roman. Mereka berdua tertawa.

“Man….” “emmm..?” “gue bahagiaaaaa banget bisa ada di sini bareng lo!” Wulan mengeratkan pelukannya. Roman menyenderkan pipinya ke kepala Wulan. “apalagi gue…gue bahagiaaaaaaaaaaaaaaaa banget….bisa liat langit yang indah ini bareng sama lo!” Wulan tersipu. “hatchi…” tiba-tiba Roman bersin. Wulan langsung melepaskan tangan Roman. “ko bersin sih?lo kedinginan nih…” Wulan jadi cemas. “udah yuk masuk tenda…gue nggamau lo sakit!” Wulan berdiri, lalu mengajak Roman berdiri juga. Roman tersenyum. “ya udah, yuk..” Roman merangkul Wulan, lalu mereka masuk ke tenda untuk istirahat.

Di dalam tenda, yang lain sudah tidur lelap. Roman dan Wulan segera naik ke velbed mereka. “selimutnya lo pake yang bener, biar ngga kedinginan!” Wulan memakai selimutnya sambil memperhatikan Roman. “iyaa…” Roman segera memakai selimutnya. “nih…” Wulan menyerahkan Rori pada Roman, “malem ini biar Rori dipeluk sama lo aja, jadi lo lebih anget.” Roman mengambil Rori dari tangan Wulan. Lalu memeluknya erat. “Rori…bekas pelukan bidadari gue…gue ambil semua dari lo yaa!” Roman berbisik di telinga Rori. Wulan mendelik. “udah cepet tidur!” Roman mengulurkan tangannya, membelai kepala Wulan, “selamat istirahat, bidadarinya Roman Arbani!” katanya sambil tersenyum hangat. Wulan membalas senyumannya. Lalu mereka tidur.

Jam enam pagi. Wulan membuka matanya. Seketika ia kaget. “selamat pagi, pacar!” wajah Roman sudah ada di depan matanya, tersenyum. Wulan menggosok-gosok matanya, lalu bangkit duduk. “pagiii…” jawabnya sambil senyum, “gue kesiangan bangun yaa?” katanya sambil celingukan. Roman nyengir, “engga ko..acara kita masih satu jam lagi..” “ohh…yang lain mana?” “lagi pada mandi…” Wulan terbelalak. “hah??ko gue ditinggal…” katanya panik. “ini kan gue tungguin…” Roman tersenyum. “minum dulu nih” Roman menyodorkan sebotol air putih. “kalo udah, siapin alat mandi lo, katanya antri mandinya.” Wulan meminum air dari Roman, lalu bergegas ke tempat mandi.

Jam tujuh. Semua peserta sudah berkumpul di lapangan. “aduh, gue lupa bawa obat gue!” kata Wulan lirih. Roman menoleh, “kenapa?lo ngga bawa obat lo ya?” Wulan mengangguk. “hari ini kita seharian jauh dari tenda, obatnya harus dibawa!” “tapi udah telat, kan aturannya ga boleh telat!” “lo taro di mana?” “di deket selimut.” Roman langsung pergi meninggalkan barisan. Ia masuk tenda dan mencari obat milik pacarnya. Ketemu! Roman langsung kembali ke lapangan. “sorii..tapi lo telat…sesuai peraturan, lo harus dihukum!” seorang panitia menahan Roman saat akan masuk ke barisan. Wulan menoleh. Wajahnya cemas. “tuh kan…gara-gara gue… Roman jadi kena hukuman deh!” sesalnya dalam hati. Roman melakukan push-up sebanyak tiga puluh kali sebagai hukuman.

“maafin gue yaa…” kata Wulan penuh sesal. “apaan sih….gue ngga apa-apa ko…itung-itung pemanasan!” Roman mengedipkan sebelah matanya sambil menyerahkan obat pada Wulan. Wulan tersenyum. Jadwal hari ini adalah “mencari harta karun”. “guys, gue udah pegang petanya, dan juga clue pertama.” Sam sebagai ketua kelompok menjelaskan. “cek dulu perlengkapan kita punya!” Karlo mengingatkan. “iya bener tuh, seharian kita bakalan ga balik tenda, yang perlu-perlu mending kita bawa!” kata Yasmin sambil memeriksa ranselnya. “Sisi udah bawa makanan, takut nanti di jalan kita laper.” Sisi cengengesan. “kompas, senter, jas hujan…apa lagi?” Darren mendaftar peralatan penting.

“okey, kelompok dua belas udah siap yaa…lima menit lagi kalian akan di-release!” Panitia memanggil kelompok Sam. “siaaap!” jawab mereka kompak. Lalu mereka mulai meninggalkan basecamp. “Clue pertamanya… aku berkaki empat dan bertanduk, tandukku cantik, jika kau tau siapa aku, carilah rumahku…” Sam membacakan clue pertama. Semua berpikir. “aku adalah rusa!” celetuk Wulan. Yang lain manggut-manggut setuju. “berarti sekarang kita harus cari arah jalan ke kandang rusa!” kata Karin semangat. Mereka mengamati peta, lalu berjalan menuju kandang rusa. “di depan sana kita belok kanan!” kata Ghina sambil terus mengamati peta. Akhirnya mereka sampai di kandang rusa. Bertemu dengan panitia di sana, dan mendapatkan clue kedua.

“si Lulu sudah tua, apakah klu kedua?” Bobi malah berpantun. “aku mengalirkan banyak air saat hujan, sedikit saat kemarau, tapi aku tak pernah kering!” Roman membacakan clue kedua. “yang mengalirkan air sih sungai kali ya?” Darren mencoba menebak. “iya iya betul…sungai pasti!” Sisi bersemangat juga. “coba kau peta lihat!” Karlo tidak sabar. “kalo liat dari peta sih agak jauh yaa dari sini…” Ghina masih asik mengamati peta. “tenang…kita mendingan istirahat dulu, biar nanti kuat jalan lagi!” Sam membuka ranselnya dan meminum bekal air putihnya.

“udah siap yuk, kita lanjut!” ajak Darren. “dari sini kita ke arah mana?” tanyanya pada Ghina. “kita ke sana!” Ghina menunjuk jalan setapak di samping kandang rusa. Semua bergegas ke arah sana. Sudah setengah jam berjalan. “ya Allah, kapan sampenya iniii….?” Sisi mulai ngos-ngosan. “coba liat lagi petanya!” Sam menyarankan. “betul ko ini arahnya…” kata Karin setelah melihat petanya. “iya di peta sih jalur kita udah bener….lanjut dulu deh!” Yasmin nambahin. Mereka terus berjalan mengikuti jalan setapak. “masih kuat kan?” tanya Roman. “masih ko…” jawab Wulan sambil mengangguk. Roman tersenyum. Lalu menggandeng Wulan, “yuk…semangaaaat!” Wulan tersenyum.

“nah…ituuu…sumber air so dekat!” kata Bobi. Yang lain memasang telinga. “aah…iya sudah…suara air terdengar!” Karlo nyengir. Jam dua belas. Akhirnya mereka sampai di pos dua, pinggiran sungai. “okey, kalian udah sampai di pos kedua…sebelum saya kasih clue ketiga, silakan kalian ambil nasi kotak, dan makan siang dulu.” Sambut seorang panitia. Mereka duduk di bawah pohon rindang, dan makan dulu di sana. Selesai makan, panitia memberi clue ketiga. “aku dan kawananku berdiri dalam barisan, sebelum tua aku tiada, demi kenikmatan orang.” Wulan membacakan clue nya. Semua mulai berpikir. “kebun teh!” celetuk Roman. Yang lain langsung menoleh pada Roman. Lalu sama-sama mengamati peta. “sekarang kita di sini…” Sam menunjuk gambar sungai, “dan tujuan kita ke sini…” ia menunjuk gambar kebun teh. “berarti kita jalan ke sana!” Karin menunjuk jalan setapak di sebelah kiri mereka. Mereka bersiap lalu melanjutkan perjalanan.

“naik-naik ke puncak gunung…tinggi-tinggi sekaliiii…” Sisi nyanyi sambil terengah. “masih sempet nyanyi lagi lo Si!” kata Yasmin sambil tertawa. “semangat masih…ayo terus kita jalan!” Karlo menyemangati. Satu jam berjalan. “ya ampun ini nanjak-nanjak terus!” Ghina mulai kelelahan. “kita istirahat sebentar gimana?” Darren memberi usul. “iyaaa…istirahat dulu yaa bentar, kaki gue mulai ngilu nih!” Wulan duduk di bebatuan. “lo ngga apa kan?mana yang sakit?” tanya Roman cemas. “biasa…kalo kecapean suka ngilu kan lutut gue!” jawab Wulan sambil terengah. Roman memijit-mijit kaki Wulan. “mending lo minum dulu obat lo deh, Lan..biar ngga tambah parah!” kata Yasmin. “sini tas lo!” Roman membantu melepas ransel Wulan, lalu mencari obat di dalamnya. “nih minum dulu!” Roman menyerahkan obat dan air minum. “makasih yaa…” jawabnya sambil meminum obat itu.

“udah yuk kita lanjut…takut keburu gelap!” kata Sam. “lo udah enakan?” tanya Roman. Wulan mengangguk. Semua bersiap, lalu melanjutkan perjalanan. Jam empat mereka akhirnya sampai di pos ketiga. Tanpa menunggu lama, mereka mendapatkan clue keempat. “mangkuk besar penampung air.” Karin membacakan clue. “danau!” kata mereka kompak. “lewat sana!” kata Sisi sambil menunjuk ke arah kiri. Yasmin melihat ke peta, “iya betul, ke arah sana..” tambahnya. “pos terakhir yaa?” tanya Ghina. “iya…kenapa, kamu udah cape yaa?” tanya Darren. Ghina menggeleng, “engga ko, aku masih semangat!” katanya sambil nyengir.

Setengah enam. Mereka sampai di pos terakhir, pos empat, di tepi danau. “selamat…kalian sampai di akhir perjalanan…ini harta karun kalian.” Seorang panitia menyerahkan sebuah bungkusan. “disimpan dulu baik-baik, besok di acara penutup baru dikumpulkan.” Sam menerima bungkusan dan menyimpannya dalam ransel. “kalian boleh istirahat sebentar, lalu kembali ke basecamp, dekat ko dari sini. Jam sembilan malam nanti kita kumpul lagi di lapangan untuk acara api unggun.” Tambahnya. “siap!” mereka menjawab dengan kompak.

Wulan membuka ranselnya hendak mengambil air minum. Tiba-tiba ia panik, “aduuuh…Rori mana???” serunya sambil mengeluarkan isi ranselnya. “Rori??” yang lain bertanya. “emang lo bawa-bawa Rori dalem ransel lo?” Roman bertanya heran. “iyaa…tadi masih ada di pos sebelumnya…” Wulan hampir menangis. “mungkin jatuh waktu lo minum tadi di tengah jalan.” Yasmin mengingat-ngingat. “Maaaan…gimana dong…” Wulan makin panik. “sekarang kita balik basecamp dulu deh, Lan…besok kita cari ya!” Karin coba menenangkan. “iya..besok kita cari yaa..ini udah mau gelap, Lan..” kata Roman lembut. Wulan menggeleng, “gue mau Rori gue…” suaranya bergetar, ia mulai terisak. Roman langsung mendekapnya.

“ya udah kita cari dulu sebentar, kalo rame-rame cari pasti cepet ketemu!” usul Sam. “iya bener, kita cari bareng aja sebelom balik basecamp!” Darren nambahin. Roman terdiam sejenak. “mm…jangan!kalian balik ke basecamp duluan aja, biar gue yang cari.” Roman memutuskan. “gue mau ikut!” Wulan mendesak. “ya udah lo ikut gue nyari, kalian balik basecamp duluan ya..kalo sampe malem gue sama Wulan belom balik, lo tau kan harus ke mana?” Roman menatap Sam. Sam mengangguk, “ati-ati ya kalian!” katanya. Roman dan Wulan menitipkan ransel pada yang lain supaya tidak repot. Lalu mereka berpisah di sana.

Roman dan Wulan menyisir jalan yang tadi mereka lewati. Langit semakin gelap. Roman menyalakan senter. “Lan, jangan sampe lepasin pegangan lo dari gue!” Roman menarik Wulan mendekat. Mereka bergandengan sangat erat. Sudah cukup jauh mereka berjalan, tapi belum menemukan Rori. Tiba-tiba hujan turun. “waduh…hujan!kita ke sana dulu, Lan!” Roman mengajak Wulan bergegas ke sebuah bedeng, mungkin bekas pendaki sebelumnya. “kita berteduh dulu di sini ya…” kata Roman. Wulan mengangguk.

Roman Picisan season 2 (fanfiction) Where stories live. Discover now