Part 38 Cinta Yang Teruji

2.8K 80 1
                                    

Malam hari, Alfa sedang duduk di sebuah café di dalam mall. Tatapannya kosong, sesekali ia menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir bayangan kejadian di atap tadi. “apa-apaan sih?!” gumamnya. Ia tertawa sinis. “jadi gitu cara lo nunjukkin ke gue kalo lo lebih pilih Roman daripada gue…??” katanya dalam hati. Cukup lama ia melamun di sana. Tiba-tiba, “eh, haiii…!!” seorang wanita menyapanya. Alfa menoleh, ia mengernyit, seperti mengingat-ngingat. “ini gue….masa lo lupa sih?” wanita itu menunjuk-nunjuk wajahnya sendiri.

Alfa masih melongo. “iiiih…gue Susan…lo inget kan?” Susan nyengir. “ahh…iya…iya…” Alfa manggut-manggut. “gue boleh kan duduk di sini?” Alfa memandangi Susan. “boleh yaa…makasih!” Susan langsung duduk tanpa menunggu persetujuan. “lo sendirian aja?” Susan celingukan. Lalu ia menatap Alfa dan tersenyum lebar. Alfa hanya tersenyum seadanya. “eh…lo ngga pesen makanan ato minuman gitu?” Susan mengedip-ngedipkan matanya centil. “oh…iya…” Alfa langsung mengangkat tangannya, memanggil pelayan café. “pesen aja!” kata Alfa. “okey…gue pesenin sekalian buat lo ya!” Susan memutuskan sendiri. Alfa mengangguk.

“lo ngapain sendirian di sini?” Susan bener-bener cerewet. “ngga…gue ngga tau aja mau ke mana…jadi ke sini!” jawab Alfa lesu. “oohh…” Susan manggut-manggut. “lo sendiri…bukan sengaja ke sini buat nemuin gue kan?” “eeeh…engga lah…gue bosen di rumah…jadi gue jalan-jalan deh…eh, ngga sengaja liat lo lagi sendirian…ya udah, gue samperin aja!” Susan nyengir lagi. “lo kenapa sih…ko kayanya bete gitu?gue ganggu lo yaa?” Susan merasa tidak enak. Alfa menegakkan posisi duduknya, “oh…engga ko…santay aja lagi…gue malah seneng ada yang nemenin gue sekarang!” Alfa tersenyum hangat. Susan jadi salah tingkah.

Makanan dan minuman datang. “waaaah…ayo ayo makan!” Susan bersemangat. Sambil makan, mereka mengobrol. “oya, gue boleh nanya ngga?” “boleh boleh!” Susan mengangguk cepat. “jangan-jangan dia mau nembak gue nih!” Susan bergumam dalam hati, kegeeran. “lo deket sama Wulan?” tiba-tiba Susan tersedak. Ia buru-buru minum. “huh…Wulan lagi, Wulan lagi!” gumamnya kesal. “engga sih…gue sama Wulan mah biasa aja…ngga deket-deket amat!” jawabnya bete. “emangnya kenapa?” Susan balik bertanya.

“eh…engga ko…ngga apa-apa!” Alfa menggeleng. “kalo lo ada masalah…lo cerita aja sama gue…ngga apa-apa ko, gue mau jadi temen curhat lo!” kata Susan tiba-tiba. Alfa melongo, ia sama sekali tidak menyangka Susan akan bicara begitu. “heh!” Susan melambaikan tangan di depan muka Alfa, “malah bengong!gue serius tau…!” katanya sambil melanjutkan makan. Alfa tersenyum. “iya…gue emang lagi patah hati…butuh banget temen curhat!” kata Alfa serius. Susan menatap Alfa, mulutnya masih mengunyah makanan. “patah hati??patah hati sama siapa sih si Alfa?” Susan bertanya-tanya dalam hati.

“lo pasti ngga bakal nyangka…kalo gue ini…patah hati gara-gara Wulan!” “uhuk uhuk uhuk!” Susan tersedak lagi. Alfa buru-buru menyodorkan minum. Susan menyambar minuman itu dan menenggaknya cepat. “kaget banget yaa?” tanya Alfa, “sampe keselek gitu!” ia tertawa. “haaah…engga ko…!” Susan melap mulutnya dengan tissue. “iya…gue abis ditolak sama Wulan…!” Alfa tertunduk. “Wulan kan masih pacaran sama Roman…ya pasti lah lo ditolak!” jawab Susan polos. Alfa tertawa sinis.

“gue pikir…Wulan bakal milih gue….tapi ternyata, dia tetep milih Roman!” tatapan Alfa menerawang. “ya udah sih ngga usah sedih gitu…kan masih ada gue!” Susan keceplosan. Ia buru-buru menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Alfa melirik padanya. Susan geleng-geleng. “ternyata lo asik juga!” celetuk Alfa. Susan senyum-senyum geer. “masa sih?” tanyanya centil. “buruan abisin makanan lo, gue anter pulang!” Alfa senyum lagi. Susan mengangguk, lalu segera melanjutkan makannya.

Sementara itu di atap Fakultas Sastra. Roman dan Wulan masih duduk berdua di sana, saling bersandar punggung, menatap ke langit sambil berbagi cerita. “jadi lo bela-belain ngikutin Nico buat cari tau siapa cewe itu?” tanya Roman. Wulan mengangguk. “iyaa…gue minta Alfa buntutin motor Nico…gue ngga rela ada yang bikin sahabat gue sakit hati!” jawab Wulan emosi. Roman tertawa, “pacar gue hebat ya!” “iya dong….” Wulan tertawa juga. Roman melepas senderannya, membalikkan badan menghadap Wulan. Wulan pun membalikkan badannya menghadap Roman.

“Lan…” “mm” mereka saling tatap beberapa saat. “lo mau sampe kapan di sini?” Roman mencolek hidung Wulan. “iiih!” Wulan memukul lengan Roman pelan. Roman tertawa senang. Lagi-lagi ditatapnya si pacar lekat. “gue seneng banget malem ini!” “gue juga!” Wulan menggenggam tangan Roman. “gue seneeeeeeeeeng banget!soalnya, lo mau maafin gue….” Wulan tersenyum lebar. “gue juga seneng, lo ngga lepasin gue gitu aja…gue bangga…lo mau perjuangin hubungan kita!” senyum Roman tak kalah lebar.

Wulan mendelik. “ya ngga mungkin lah gue lepasin lo gitu aja!” ia memanyunkan bibirnya. “kenapa?” tanya Roman. “gue bakal tagih janji lo!” “janji?” “iyaa….janji!” “emang gue janji apa?” “Romaaaaaaaan!!!” Wulan merajuk. “serius…gue janji apa sama lo?” tanya Roman polos. “elo….janji sama gue…kalo pacaran itu cuma sekali…sampe nikah!” Wulan menatap Roman serius. Roman tersenyum, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Wulan. Wulan salah tingkah. “cieee yang pengen nikah sama gue!” bisik Roman, lalu ia terkekeh.

Wulan refleks memukul Roman, tapi Roman menghindar. Mereka jadi kejar-kejaran. Roman tiba-tiba berhenti, Wulan langsung menabrak tubuhnya. Wulan hampir jatuh, Roman langsung menangkap tangannya, dan menariknya ke dalam pelukannya. “makanya…ati-ati dong!” katanya lembut. Wulan memukul dada Roman pelan, “lo sih…untung gue ngga jatoh…kalo jatoh…” Roman mendaratkan telunjuknya di bibir Wulan. Wulan terdiam. Mereka saling tatap. “duuh…ko gue jadi deg-degan gini sih!” Wulan membatin.

Roman semakin mendekatkan wajahnya. Wulan mengalihkan tatapannya, “masa Roman mau cium gue sih?” Wulan bertanya-tanya dalam hati. Wajah Roman semakin dekat, Wulan langsung memejamkan mata rapat-rapat. Tiba-tiba handphone Wulan bergetar. Wulan terbelalak kaget. Roman melepaskan pelukannya. “ada telpon!” Wulan merogoh sakunya salah tingkah. “Papa nelpon!” ia memberitau Roman. “ya udah angkat!” jawab Roman sambil mengangguk.

Wulan menarik nafas panjang dan menghelanya cepat, “ya halo, assalamu alaikum, Pa!” “waalaikum salam, sayang. Kamu di mana?sudah jam segini ko belum pulang?” suara Andika terdengar cemas. “mm…aku…” Wulan melirik Roman meminta bantuan. Roman mengangguk berisyarat. “aku masih di kampus, Pa.” jawab Wulan jujur. “apa?sudah jam delapan malam ini, Wulan, kenapa kamu masih di kampus?sama siapa kamu di sana, sayang?” “ini aku sama Roman, Pa…sebentar lagi mau pulang ko.” “ya sudah, cepat pulang, hati-hati kamu ya!” “iya, Pa…!” “assalamu alaikum!” “waalaikum salam!” Wulan menutup telponnya.

Wulan memasukkan handphone nya ke dalam saku. “yuk pulang!” Roman menghampirinya, menggandeng tangannya. Wulan mengangguk. Ia mengambil ranselnya, lalu mereka bergandengan menuruni tangga sampai ke parkiran. “lo ngga bawa mobil?” Wulan menggeleng. “jangan-jangan…tadi lo pergi dijemput Alfa?” Roman menyipitkan matanya, menginterogasi. “ngaco!” Wulan mencolek hidung Roman. “gue tadi siang dianter sama mama Tiana!” jelasnya. “ooh…” Roman manggut-manggut.

“kalo gitu….” Roman melepas jaketnya, “nih lo pake jaket gue!” lalu memakaikannya ke tubuh Wulan. Wulan tersenyum. Roman mengambil helm, dan memakaikannya pada Wulan. Lalu memakai helmnya sendiri. Roman menyalakan motor, tapi Wulan masih berdiri di situ. “ayo naik!” kata Roman sambil menoleh. Wulan tersenyum jail. “gue tinggal yaa!” Roman menggoda si pacar. “eeeh…” Wulan buru-buru naik ke atas motor. Langsung memeluk Roman dengan sangat erat.

Roman menoleh, “lo kenapa sih?” Wulan menggeleng sambil nyengir. Roman diam. “ayo jalan!” kata Wulan. “kalo lo nggamau ngasitau gue lo kenapa…gue nggamau jalanin motornya!” Roman mengancam. “iiih…kebiasaan deh!” Wulan mencolek pipi Roman. “gue seneng aja…lo perhatian banget sama gue!” Wulan menjelaskan, “gue ngerasa…kaya baru jadian sama lo!” Wulan menyandarkan dagunya di bahu Roman. Roman menggenggam pelukan Wulan. Ia tersenyum bahagia, lalu melajukan motornya.

Motor melaju perlahan, diterangi lampu-lampu jalanan. Roman berucap lirih dalam hatinya…
saat emas ditempa dalam api,
semua kotoran dipaksanya pergi,
lalu ia menjadi bernilai tinggi.
saat cinta diuji dalam masalah,
semua yang keras dipaksanya mengalah,
lalu ia menjadi lebih indah.
Wulan pun tersenyum bahagia. Hati mereka sama-sama dihangatkan. Rasa cinta itu jadi semakin kuat.

Roman Picisan season 2 (fanfiction) Where stories live. Discover now