Part 74 Terima Kasih, Bapak!

2.3K 59 12
                                    

"Wulan, ayo dihabiskan sarapannya, hari ini pasti berat buat kau, maka kau perlu tenaga extra!" pesan Dame sambil tersenyum hangat. "iya, Mak..pasti aku habisin tanpa sisa, nasi goreng buatan Mamak enak banget!" Wulan menyantap nasi goreng di piringnya dengan lahap. "pelan-pelan saja makannya, nanti kau tersedak malah bahaya." Beni mengingatkan. Wulan tersenyum sambil mengangguk. "hari ini, Kak Wulan mau menganalisa jenazah ya katanya?" tanya Yola sambil meringis. Wulan mengangguk.

"emangnya Kakak berani?" Yola masih penasaran. "mm...ya harus berani dong, Kakak kan mau jadi dokter, harus terbiasa sama hal-hal begitu.." terang Wulan sambil tersenyum. "sudah selesai belum kau, ayo aku antar sekarang saja!" Beni memotong pembicaraan mereka. "oh iya, Pak.." Wulan buru-buru menenggak habis air putih di gelasnya. "Yola, Kakak duluan yaa.." Wulan mengelus-ngelus kepala Yola. "Mak, aku pamit ya.." lalu ia mencium tangan Dame pamitan. "hati-hati ya, Wulan. Semangat!" "assalamu alaikum.." "waalaikum salam.." setelah berpamitan, Beni mengantar Wulan ke Rumah Sakit.

Jam tujuh kurang lima belas, mereka sudah sampai di Rumah Sakit. "terima kasih ya, Pak.." kata Wulan sambil menyerahkan helmnya. Beni mengangguk. "assalamu alaikum." Wulan mencium tangan Beni. "waalaikum salam." Wulan langsung berjalan memasuki lobi. "eh, Wulan!" panggil Beni tiba-tiba. Wulan bergegas menghampiri. "iya, Pak..ada apa?" "sudah kenyang perut kau tadi?" "mm..iya,Pak, sudah.." Wulan mengangguk bingung. "baguslah kalau begitu.. nanti saat kau mau bedah jenazah, kau bacalah doa dulu, biar kau berani! Kalau ada apa-apa cepat kau telepon aku!" Wulan tersenyum haru. "iya, Pak. Terima kasih ya!" "ya sudah, masuk sana!" Wulan mengangguk, lalu pergi masuk ke lobi. Beni pun beranjak pergi.

Beep beep.. handphone Wulan bergetar. Wulan merogoh sakunya, langsung melihat di layar ada panggilan masuk dari si pacar. "selamat pagii..." jawabnya manis. "selamat pagi, bidadari.." suara Roman terdengar dari sebrang telepon. "tumben pagi-pagi udah nelpon?" "iya dong...karna hari ini gue yakin lo butuh banget support dari gue..iya kan?" "iiih...ngaco!" "ko ngaco sih?" "iyalah, pede banget lo kalo gue butuh banget support dari lo?" "jadi ngga butuh nih?" "engga!" "ya udah deh, gue tutup telponnya yaa.." "eeeeh...jangan ditutup dong!!!" rengek Wulan. "iya iya...gue pasti selalu butuh support dari lo...lo kan pacar gue!" lanjutnya manja.

Roman tertawa senang. "hari ini kan lo mau bedah jenazah...ko gue hawatir banget yaa.." "loh...kenapa emangnya?" "lo kan penakut..." "iiiih Romaaan!gue...sekarang udah bukan penakut!gue berani ko.." jawab Wulan mantap. "hmm...ko gue masih ragu yaa.." "jadi lo ngga percaya sama gue??" "bukannya ngga percaya, cuma gue hawatir aja..takut lo kenapa-kenapa.." "ya ampun, Roman...gue pasti bakal baik-baik aja...pokonya lo ngga usah hawatir..gue pasti baik-baik aja.." "janji ya.." "iyaa, gue janji!" Wulan tersenyum, matanya berbinar. "ya udah, gue mau siap-siap ngampus... lo ati-ati ya!" "iyaa, lo juga ati-ati!" setelah pamitan, telpon pun ditutup.

"selamat pagi, semuanya!hari ini kita akan mengamati jenazah dan melakukan identifikasi forensik. Kalian semua sudah siap kan?" "siaaap!" jawab peserta koas semangat. "baik, kalau begitu silakan bersiap-siap, lima belas menit lagi kita akan mulai!" Seluruh peserta koas bersiap-siap, termasuk Wulan. "duuuh...ko gue jadi deg-degan gini ya?" Wulan membatin. Ia menunduk, melihat kalung Roman yang terbelit di tangannya. "Roman Arbani, temenin gue yaa...biar gue ngga takut!" katanya dalam hati sambil menggenggam erat bandul kalung si pacar.

Praktek identifikasi forensik sudah dimulai. Jantung Wulan berdebar sangat kencang. Ia terus berusaha melawan rasa takutnya. "ya Allah, tolong.." berkali-kali Wulan membaca doa dalam hatinya. Keringat dingin terus saja muncul di keningnya. "Wulan, kamu baik-baik saja kan?" tanya dokter ahli yang memimpin praktek itu. "i...iya, Dok, saya baik-baik aja!" jawab Wulan cepat. Ia buru-buru menyeka keringatnya dengan tissue. "Romaaaaan... coba lo ada di sini..gue takut, Man!" bisiknya dalam hati. Beberapa kali ia memejamkan matanya, mencoba mengusir pusing yang menyerang. Tapi tiba-tiba saja.. Bug.. Tubuh Wulan terjatuh ke lantai, ia kehilangan kesadaran.

Roman Picisan season 2 (fanfiction) Where stories live. Discover now