gretta and her drunk body

7K 411 16
                                    

Gretta merasa sangat lemas setelah mobil Goldie melewatinya tanpa mengucapkan selamat tinggal yang terdengar layak. Lututnya seakan dipukul oleh palu kemudian tulang-tulangnya menjadi retak, membuat dia tersungkur di atas semen tanpa berniat untuk menahan beban tubuhnya.

"Persetan sama semua yang pergi!"

Isaknya semakin menjadi dan dadanya terasa sangat sesak sekarang. Realita menunjukkan pada Gretta bahwa tidak ada yang di sana bersamanya, menangis bersamanya. Ia memukul-mukul dadanya agar rasa sesak—yang tidak bisa dibedakan penyebabnya itu berharap rasanya segera reda.

"Gue hancur!" Teriaknya pada dinding beton dan tiang-tiang yang berdiri kokoh di dalam basement.

Alkohol itu terlalu menyebabkan efek yang berlebihan dan tidak baik baginya. Sekarang, ia terlalu cengeng karena minuman keras yang ia teguk beberapa puluh menit yang lalu.

Akhirnya ia memutuskan untuk kembali berdiri dan berjalan mencari pintu keluar. Ia menenteng clutch-nya yang entah kapan berada di tangannya. Gretta berusaha mencari telepon genggamnya untuk menghubungi salah satu orang yang terlintas di kepalanya.

Bukan Keegan. Keegan mungkin merasa sangat malu dan tidak mau bertemu dengannya lagi sekarang. Keegan pasti tidak percaya dan menyalahkannya akibat perasaan untuk Ache. Gretta sudah tahu jika Keegan tidak lagi berniat untuk menjalin tali persahabatan di antara mereka.

Nada sambung telepon membuat tangan kanan Gretta yang bebas memijit pelipisnya. Pening sudah melandanya sejak tadi.

"Halo? Kenapa, Gre?"

"Bang, bisa jemput gue nggak?"

Suara di seberang sana hilang sepersekian detik dan kembali mengisi inderanya.

"Lo di mana? Kok suara lo serak? Lo nangis?"

Gretta mengangguk. "Nggak, gue nggak nangis. Tolong cepet jemput gue aja ya, bang, tolong. Gue kirim alamatnya."

Gadis itu mematikan telepon dan segera mengirimkan lokasinya sekaeang lewat pesan singkat. Ia berharap orang yang satu itu mengerti kondisinya. Tidak menghakiminya seperti apa yang sudah dilakukan oleh orang-orang kepadanya.

Merasa kembali pening, ia duduk di bersandar di salah satu tiang yang menopang gedung itu. Gretta memijat kepalanya dan mengamati kakinya yang lecet akibat sepatu yang ia gunakan khusus untuk Ache.

Lelaki itu tidak pernah melihat pengorbannya. Tidak pernah sama sekali.

Dalam samar dan masih mabuk, Gretta tersenyum pahit. Ia kembali bangkit berdiri dan mengutuk kepalanya yang kembali terasa berdenyut. Dengan langkah gontai ia hendak meninggalkan gedung itu.

Namun, rambutnya yang tergerai ditarik ke belakang dengan sangat keras.

Gretta terpental dan jatuh di lantai akibat ulah beberapa orang yang sekarang sedang mengerumuninya. Kepalanya terasa jauh lebih berat. Di hadapannya sekarang bediri seorang menggunakan topeng, begitu pula tiga orang lainnya di belakang. Mereka berpakaian serba hitam dan dilihat dari bentuk fisiknya, Gretta berpikir mereka perempuan.

Gretta tidak menemukan alasan mereka yang menggunakan topeng dan menarik rambut Gretta dengan kasar dan tidak beradab seperti tadi.

"Bangun lo, pecun!" Pinta salah satu suara yang tidak asing namun tidak juga ia kenali. Terlebih, semua orang-orang di depannya menggunakan topeng.

Mendengar suara yang agak memekik itu, Gretta tahu jika mereka benar-benar perempuan. Mungkin jika keadaan Gretta sekarang sedang normal, mulut salah satu perempuan yang meneriakinya tadi akan ia pukul hingga biru.

Goldie vs GrettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang