TSW-09

4.8K 397 54
                                    

Marvin sudah tampak rapi dengan seragam yang membungkus tubuh proporsionalnya membuatnya semakin terlihat tampan. Meski tingginya berbeda beberapa senti dari Sean namun Marvin memiliki tubuh yang ideal, berambut gelap, senyum yang menawan, di tambah sepasang mata yang tajam dengan alis tebalnya.

Jarum jam menunjukan pukul tujuh pagi saat Marvin melihat benda yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia bergegas mengenakan sepatu keds lalu menggendong ranselnya, tidak lupa dia menyambar kunci motor dan mengendarainya dengan kecepatan sedang.

Tidak butuh waktu yang lama Marvin sudah menempatkan motornya di parkiran sekolah. Dia turun dari motor, melepas helm lalu memasangkan earphone andalannya dikedua telinga untuk mendengarkan musik. Hanya satu kata yang pantas terlontar untuk dirinya...

Mempesona.

Langkah kakinya ringan melintasi setiap lorong sekolah menuju arah kelas. Ketampanan Marvin membuat para fangirls histeris karena syok melihat sosok Marvin bagaikan seorang Idol.

"Hei kau, tunggu aku.."

Marvin berhenti dan membalikkan tubuhnya menatap orang itu. Dia mengerutkan keningnya saat melihat seorang gadis menghampirinya dengan senyum yang mengembang.

"Apa kau memanggilku?" Marvin hanya memastikan sambil mengedarkan pandangan jangan sampai dia salah orang.

"Iya"
Jawab Suzy kembali senyum.

"Apa kita saling kenal?" Marvin berpikir sambil memperhatikan gadis itu.

"Kita ini teman sekelas, bagaimana bisa kau tidak mengenalku."

"Benarkah? Ah, maafkan aku. Karena aku tidak begitu memperhatikan orang."

Gadis itu mendengus kecewa. "Tidak masalah, namaku Suzy. Dan masalah aku memanggilmu tadi sebenarnya anu.. Aku ingin meminta bantuanmu."

Marvin mengangkat sebelah alisnya. Bantuan apa sih? Kenal juga tidak sudah berani minta bantuan.

"Bantuan apa?"

"Begini, kau kan paling pandai pelajaran menghitung. Mengenai tugas pak Dion aku mengalami sedikit kesulitan, jika tidak keberatan maukah kau membantuku?" Suzy memasang wajah memelas berharap Marvin menyetujuinya.

"Tapi kenapa harus aku? Kan masih banyak murid lain yang bisa membantumu."

"Kumohon."

"Maaf aku tidak bisa."

Suzy mencegat Marvin yang berniat pergi. Dia menggenggam kedua tangan pria itu kuat.

"Kumohon, hanya kau harapan terakhirku. Yang lainnya memiliki kesibukan dan tidak ada waktu luang untuk membantuku. Ayolah, aku siap melakukan apapun asal kau bersedia membantuku."

Marvin mendecakan lidahnya. "Apa kau pikir aku juga tidak sibuk."

"Please, help me!"

Marvin membuang nafas sebelum akhirnya menyerah, mengangguk menyetujui permintaan gadis yang menurutnya -sok kenal sok dekat- dengan terpaksa.

"Terimakasih, jadi kapan kita bisa mulai?" Suzy terlihat antusias.

Marvin berpikir mengenai waktu yang pas. "Sore ini, di perpustakaan." Marvin menatap tangannya yang masih di genggam Suzy. "Sekarang bisakah kau lepaskan tanganku?"

The Second WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang