🌸🍃BAGIAN 6🍃🌸

19.5K 977 5
                                    

Diperjalanan menuju kampus, suasana seperti biasa. Syam berdeham menghilangkan kecanggungan. "Ehm, Nay.." panggil Syam pelan seraya melihat kearah istrinya yang duduk disamping kemudinya.

"Iya?" Jawab Naya mengalihkan pandangannya dari depan jalanan yang hiruk pikuk.

"Nanti malam jangan lupa ya, temani aku ke undangan pernikahan rekanku."

Mendengar ucapan Syam, Naya sedikit menunduk, ragu sebenarnya dengan kedatangannya nanti, “Kak, disana pasti banyak rekan-rekan kak Syam yang datang dengan penampilan yang ngga seperti aku. Bagaimana kalau nanti aku yang terlihat paling berbeda disana? Apa kak Syam ngga malu membawaku kesana?”

Sejenak Syam tercenung dan menoleh kepada Naya yang masih menunduk, Syam mencoba mengambil udara lalu menghembuskannya lagi, sejujurnya dia agak bingung juga dengan jalan pikiran Naya, mengapa dia berpikir sampai sebegitunya,

“Ya, kamu akan terlihat berbeda. Tapi kamu juga yang akan terlihat istimewa. Istimewa dihadapan Tuhanmu dan suamimu.”

Kali ini Naya yang tertegun dengan jawaban lelaki itu, bahkan tadi Naya berpikir kalau Syam akan marah karena Naya berkata seperi itu, Naya tau Syam tidak suka dengan ucapan yang berbelit. Naya masih diam, berharap Syam meanjutkan lagi ucapannya,

“Naya, aku tau mungkin disana memang bukan tempatmu. Aku juga sebenarnya agak merasa bersalah kalau harus membawamu kesana dan harus membuatmu melihat apa yang seharusnya tidak dilihat olehmu, aku melakukan ini karena ini undangan pernikahan yang ditujukan untuk kita berdua,” sesekali Syam menghela napas dan mencoba memberi Naya pengertian,

“dan Naya, kamu ngga perlu memikirkan bagaimana kamu harus menyesuaikan diri dengan rekan-rekan sekolahku dulu, karena memang ngga ada yang harus kamu sesuaikan dari mereka. Penampilanmu adalah yang terbaik bagi wanita pengemban amanah islam di bumi ini, seharusnya kamu beruntung karena kamu telah memilih jalan yang sudah agama pilihkan untukmu.” Ucap Syam yang masih berusaha memberi gadis itu penjelasan.

Entah mengapa Syam merasa ada sesuatu yang sejuk saat ia bisa memberi nasihat pada perempuan disampingnya yang sekarang berstatus sebagai isterinya, seperti ada kesenangan tersendiri, apalagi mengetahui Naya mendengar dan menerima nasihatnya, itu seperti ada rasa yang entah Syam sendiri tidak bisa memaknainya.

Naya menghela napas sejenak, ada rasa haru yang mengikat hatinya, lalu ia mengangguk, setuju dengan kata-kata suaminya, Syam benar, dia benar. Tidak seharusnya Naya malu karena penampilan yang ia tampilkan harus sesuai dengan kewajibannya sebagai seorang wanita yang dimuliakan Tuhannya.

“kun anta?” ucap Naya bertanya kepada Syam dengan senyum yang mengembang,

Syam juga ikut tersenyum dan mengangguk setuju dengan pertanyaan Naya barusan, “kun anta. Jadilah dirimu sendiri dengan segala anugerah yang kamu miliki.” Jawab Syam lagi.

*****
 
Seperti biasanya, Syam memasuki kantornya dengan wibawa dan kharisma pemimpin yang selalu melekat ditubuhnya. Berbagai sapaan hormat diberikan kepada Syam. Dingin. Tentu saja, selama ia bekerja diperusahaan ini, ia selalu bersikap seolah tak peduli dan tak banyak bicara pada karyawan yang lain kecuali jika memang ada keperluan atau meeting yang harus ia hadiri.

"Assalaamu'alaikum pak.. selamat pagi." Sapa salah seorang resepsionis di lobi.

"Wa'alaikumussalaam.." Jawab Syam. Hanya ucapan salam yang dijawabnya. Selainnya jika hanya basa-basi ia tak akan hiraukan.

Semua pegawai disini diwajibkan bagi wanita memakai hijab, semuanya terlihat menyejukkan ketika tak ada sehelai rambut dan aurat yang nampak dari para karyawati diperusahaan ini.

Wa'alaikumussalam Makmum [Complete✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang