21

57K 4.6K 344
                                    

"Kenapa tidak menunggu dia pulang saja untuk menyampaikan hal ini?" Nia bertanya gelisah sambil melirik gedung perkantoran dimana suaminya bekerja.

"Kalau kau memberitahunya di rumah, itu artinya kau memberi kesempatan padanya untuk mengelak dan bertidak kasar padamu." Wira menenangkan.

"Tapi kalau di kantor—kita seperti membawa masalah pribadi ini ke hadapan orang banyak."

"Memang itu tujuanku. Sekali-kali Indra harus disadarkan dimana posisinya. Dan biar saja orang lain melihat watak aslinya kalau sampai dia marah dan lepas kendali. Akan ada banyak saksi jika dia bertindak kasar secara fisik padamu." Wira menjelaskan hati-hati.

Penjelasan Wira tidak mampu mengubah raut wajah Nia. Dia masih terlihat gelisah.

Perlahan, dengan amat lembut, Wira meraih salah satu tangan Nia lalu menggenggamnya erat. "Jangan takut, aku akan mendampingimu."

Nia menatap wajah Wira sesaat lalu menunduk menatap jemarinya yang berada dalam genggaman Wira. Sejak Nia memasuki kantor Wira beberapa hari yang lalu, Nia sengaja membatasi interaksi mereka hanya sebatas pengacara dan klien. Rupanya Wira cukup mengerti dan tidak memaksakan keakraban apapun. Keduanya seolah sepakat untuk bersikap formal.

Kali ini untuk pertama kalinya setelah puluhan tahun, Wira menghapus jarak di antara mereka dengan menggenggam tangan Nia. Bukan sentuhan romantis, namun jelas tersirat kepedulian yang kental layaknya kepada sahabat.

Nia mengangguk singkat.

Sekali lagi, semua ini demi Destia dan dirinya sendiri. Sudah cukup Nia terkurung dalam pernikahan yang sangat menyakitkan ini hampir tiga puluh tahun lamanya. Bahkan sampai detik ini pun, Indra masih tetap menganggap kehadiran Destia adalah kesalahan.

Nia turun dari mobil Wira dengan penuh tekad. Namun ketika melihat gedung perusahaan yang dibangun almarhum Papanya, mau tidak mau semua kenangan sejak perjodohan itu membanjiri benak Nia.

Saat itu Indra terlihat ramah dan penuh senyum. Namun semua itu hanya topeng. Sosok asli seorang Indra Effendi baru Nia ketahui setelah mereka menikah dan tinggal di rumah sendiri yang terpisah dari keluarga. Bukan hanya di hadapan orang tua Nia. Sosok Indra yang dibalut topeng juga ditunjukkan di depan orang tuanya sendiri.

Tidak ada yang tahu sikap kasar Indra kecuali mereka yang tinggal di rumahnya. Bahkan Indra tidak akan segan bertindak kasar secara fisik jika sudah sangat marah.

Tapi Nia mencoba bertahan. Orang bilang tiap manusia memiliki dua sisi dalam dirinya. Baik dan jahat. Nia pikir dirinya hanya harus bersabar dan menunggu hingga sisi baik dalam sosok Indra keluar. Namun hal itu tidak kunjung terjadi.

Sampai suatu ketika Indra pulang dalam keadaan mabuk sambil menceracau tidak jelas. Kata-kata yang bisa ditangkap Nia dari ucapan Indra seperti, "Gigolo sialan perebut kekasih orang!"

Nia tidak terlalu menghiraukan makian Indra. Fokus utamanya adalah membawa Indra ke kamar lalu membantunya berganti pakaian agar nyaman untuk tidur.

Namun rupanya kejadian malam itu berakhir tidak seperti yang Nia bayangkan. Saat itulah kepolosan Nia direnggut paksa oleh Indra. Tanpa kelembutan dan tanpa menghiraukan kesakitan Nia, Indra seperti berusaha melampiaskan rasa frustasinya pada Nia.

Tidak cukup sampai di situ, malam-malam yang terasa mengerikan bagi Nia itu terus berlanjut. Namun ketika dirinya hamil, Indra malah mengatakan bahwa Nia sengaja menjebaknya. Bagi Indra, kehadiran Destia adalah kesalahan. Sampai bayi mungil nan cantik itupun lahir, Indra tetap bersikeras bahwa itu kesalahan. Sekali lagi lelaki itu bersikap baik dan pengertian hanya di depan keluarga mereka yang datang melihat si bayi.

The Guy and Little Girl (TAMAT)Where stories live. Discover now