Part 9

1.1K 119 24
                                    

Para crosser bersiap meninggalkan arena balap. Beberapa pendukung yang telah menyumbangkan sorakan semangat juga melakukan hal serupa. Suasana suka cita masih melingkupi Sirkuit Djagung MX sore itu.

Para peserta lomba fotografi tingkat SMA Se-Malang yang lolos ke babak perempat final baru saja melakukan seleksi untuk mengerucutkan posisi menjadi semi final. Mereka harus memfoto aksi pembalap dengan angle sebagus mungkin.

Arga dan Risma adalah perwakilan dari SMA Cakrawala yang lolos ke perempat final. Mereka berdua sedang menyerahkan hasil bidikan kepada juri. Berbeda dengan Risma yang sangat antusias, Arga malah lesu tak bertenaga.

"Arga sudah makin dewasa. Kalau Arga tahu yang sebenarnya bagaimana, Pa?"

"Itu semua tergantung kita berdua, Ma. Kalau kita bisa menjaga dengan baik, Arga tidak akan tahu. Mereka kan ada di Malang, jauh sama kita. Jadi mama tenang aja."

Obrolan orang tuanya satu bulan yang lalu itu tiba-tiba kembali terngiang. Percakapan yang tidak sengaja Arga dengar itu sangat mengganggu pikiran. Wahai para pembaca coba bayangkan, orang tua kita menyimpan sebuah rahasia dan nama kalian tersangkut di dalamnya. Bagaimana perasaanmu?

"Gue pindah sekolah bukannya cepet nyari tuh rahasia malah ikut berbagai kegiatan kayak gini."

"Eh apa Ga? Kamu ngomong apa barusan?" Risma yang duduk di sampingnya menoleh.

"Ng...nggak, cuma kepikiran kira-kira Ratya lagi ngapain ya?" Arga menjawab sekenanya. Tapi ia tidak sepenuhnya berbohong. Nama Ratya memang seketika muncul dalam benaknya.

〰〰

Ratya sedang berusaha menyeret kakinya yang terasa berat untuk dijalankan. Dari dua diklat yang ia ikuti sebelumnya, baru kali ini Ratya mendapat masalah.

"Jangan lelet kalau jalan!" Bang Gilang menghardik dengan suara baritonnya.

Ravi yang ada di kelompok satu melirik Ratya yang sudah terlampau takut. Ia heran kenapa tiba-tiba Ratya bernyali kecil.

"Ravi, pandangan lurus ke depan! Jangan lirik-lirik."

Ravi segera mengakhiri lirikannnya. Ratya pun memberanikan diri untuk segera maju. Semua akan baik-baik saja. Para senior dan purna tidak akan menyakitinya. Ekskul paskibra di sekolahnya itu tidak akan pernah melakukan kekerasan fisik. Catat!

Setelah semua yang dipanggil menampakkan diri, Bang Gilang memulai pemeriksaan.

"Bastian, kamu ingin lolos?"

"Siap, ya!"

"Kalau tidak lolos, kamu akan keluar dari ekstrakulikuler ini karena putus asa dan malu?"

"Siap, tidak!"

"Saya harap jawaban kamu tulus. Jika bohong, kamu harus mau menerima konsekuensi apapun dari saya."

Bang Gilang menggeser posisinya sampai berada di antara Baim dan Gita. Saat menatap mereka berdua, wajah Bang Gilang terlihat menahan kekecewaan.

"Saya akui kemampuan kalian berdua berada di atas rata-rata. Tapi satu yang saya tidak suka. Kalian itu sangat egois. Kalian sadar, tidak?!"

"Siap, tidak!"

"Meninggalkan teman yang jatuh saat tes lari itu namanya tidak egois, hah?! Kalian boleh berambisi, tapi jangan keterlaluan. Sosialisasi kalian juga dinilai!"

Baim dan Gita tertunduk. Sepertinya mulai menyadari kesalahannya. Mereka berusaha mencatat waktu lari tercepat sehingga melupakan aturan tolong-menolong.

I Choose You [END]Where stories live. Discover now