Bagian 3

12 1 0
                                    

Perlahan aku buka mata lemahku ini. Meraba sekitar. Plafon putih dan kantung air infus menjadi pemandanganku kala itu. "Dit...Adit..." terdengar sayup suara waninta.

"Dita!" Segera terperanjat bangkit aku memanggil namanya. Namun, tak berdaya badanku kembali jatuh....

"Tenang Dit! Tenang!"

"Dita kamu selamat?"

"Alhamdulillah Dit berkat kamu dan teman-temanmu"

"temanku? Bagaimana bisa?"

"Iya Dit kamu benar-benar siaga, sebelum pertarungan itu kamu sempat menekan tombol SOS di Hp mu. Sehingga pesan SOS kamu di terima salah satu temanmu yang akhirnya melapor ke Polisi. Dan Polisi tepat datang di saat aku dipaksa naik ke mobil mereka. Sebagian dari mereka tertangkap. Namun, Rico berhasil Lolos"

"Alhamdulillah" Ucap syukurku.

***

Banyak cerita yang menemani kami selama tiga tahun itu, termasuk berlari dan bersembunyi dari kejaran Rico. Namun, sejak kejadian penangkapan itu, Rico tak pernah terlihat lagi batang hidungnya.

Aku banyak belajar dari Dita tentang budaya, bahasa dan semua tentang negeri samurai ini. Aku semakin yakin bahwa dia memang wanita baik dan terbaik yang aku kenal. Waktu berjalan semakin jauh, sejauh itu pula kekagumanku pada Dita terus tumbuh. Melihat wajahnya, kebaikannya, kisah hidupnya dan tentang apapun yang dia lakukan membuatku semakin hari semakin tenggelam dalam perasaan cinta padanya. Sejak saat itu pula namanya selalu aku sebut dalam setiap doaku, di waktu-waktu mustajab. Aku meminta pada Allah jika dia yang terbaik bagiku maka mudahkanlah.

Namun, aku masih ragu untuk melafalkan perasaanku ini padanya. Hingga pada akhirnya waktu belajarku berakhir. Aku benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa kecewaku. Kecewa karena aku tak memiliki lagi alasan untuk tinggal di Tokyo dan dekat dengan Dita dan melindunginya. Berhari-hari hatiku gundah. Tak nyenyak rasanya tidur. Aku ambil handphone dan kupanggil nama Dita di kontak.

"Assalamualaikum Dit" Suara lembut Dita menjawab.

"Wa'alaikum salam Dita, bisa bertemu di akhir pekan ini"

"Mau apa?" Dia bertanya.

"Aku akan pulang ke Indonesia minggu depan, hanya ingin mengajakmu untuk liburan sebelum aku pulang"

"Baiklah insya Allah aku luangkan waktu" Dia menyetujuinya.

Aku siapkan semuanya untuk akhir pekan ini. Rencana perjalanan aku susun, akomodasi aku siapkan dan sepucuk surat perasaanku aku tuliskan rapih di atas kertas putih. Dari mulai sore hingga malam aku goreskan kata-kata merangkai kalimat hingga paragraf perasaanku padanya. Hampir lima jam aku berkutat dengan pena dan kertas. Aku lipat kertas itu dan kumasukkan ke dalam amplop putih berpita merah.

Aku jemput Dita di hari sabtu pagi sekitar jam 8 waktu Tokyo. Aku jemput dia di rumah sewanya, kami berjalan ke Naka-Meguro Station dan memesan tiket di sana kemudian meneruskan perjalanan hingga sampai ke Odawara station. Walaupun harus berganti kereta hingga tiga kali tapi aku dan Dita menikmati pemandangan sepanjang perjalanan.

Hingga akhirnya kami sampai di Gora Station tempat kami pertama bertemu tanpa sengaja. Udara sangat sejuk kurasakan di sana. Hawa khas pegunungan kami nikmati melalui tarikan nafas yang dalam dan panjang. Dita memejamkan matanya sambil menghirup udara sejuknya. Tak lupa aku tangkap gambarnya dengan kamera dari Handphone pintarku. "Apaan sih ambil gambar tanpa izin" dia marah seolah tak mengizinkan. Namun, aku tahu dia tak serius. Aku tahu dia suka dengan keadaan ini.

Kami melanjutkan perjalanan menuju puncak Hakone dengan cable car yang menghubungkan Gora dengan Sounzan Station. Perlahan cable car yang membawa kami naik. Nampak bunga-bunga indah bermekaran sepanjang jalur.

SESAAT DI KEABADIANWhere stories live. Discover now