Ruang Kosong

1.8K 148 1
                                    

Safa duduk termenung di atas kasur, memeluk lutut. Pandangannya menatap kosong ke luar jendela. Mengingat ketika masa-masa Bapak dan Ibu meninggal. Dia sudah kembali ke sini, semua orang awalnya menyambutnya dengan baik. Tapi entah mengapa masih ada ruangan yang kosong di hatinya. Mungkin karena orang-orang tersebut perlahan mulai berubah.

Sejak meninggalnya Mama Sarah, tentu saja tokonya tidak buka lagi. Tapi setidaknya Safa berharap hubungannya dengan Annisa akan tetap terjalin, tapi gadis itu malah semakin menghindar. Fajar juga sudah beberapa hari tidak nampak batang hidungnya, ikut menghilang. Teman-temannya? Mereka sibuk mengurus diri mereka sendiri.

Sebuah notifikasi masuk.   

Rey    : Jalan, yuk.

SafaNur    : Jalan?

Rey    : Iya.

SafaNur    :Kapan?

Rey    : Sekarang.

Safa Nur    : Sekarang?

Rey     : Udah, nggak usah banyak tanya, lihat ke jendela gih!

Safa melihat ke luar jendela. Reynald sudah berdiri di balik pagar, sambil menatap ke kamarnya. Segera menutup layar jendela, mengambil hp.

SafaNur    : Tunggu, ya

Bergegas menuju ke kamar mandi, mandi secukupnya, tak lupa berhias di depan kaca. Jilbab manis sudah bertengger di kepalanya. Jantung Safa berdebar sekali, ini jalan pertamanya dengan cowok.

Tika yang baru bangun merasa aneh melihat Safa yang sudah siap pagi-pagi.

"Kemana, Saf?" Tanya Tika dengan mata yang masih menyipit.

Tubuh Safa sudah menghilang dari pandangan.

Cuaca minggu sedang cerah, seperti mendukung kegiatan Safa dan Reynald hari ini. Entah sejak kapan mereka sedekat itu hingga hari ini bisa jalan berdua.

Safa sedikit kesulitan saat menaiki motor ninja milik Reynald. Tapi untunglah dia menggunakan celana sehingga sedikit dapat memudahkannya. Motor itu ia rawat dengan baik, selalu dicuci setiap minggu.

Jalanan masih sepi sekitar jam sepuluhan pagi. Apalagi karena hari ini libur. Tapi ramai atau tidak, kecepatan motor Reynald tidak ada bedanya.

*

Hati Safa masih berbunga-bunga sepulang jalan dengan Reynald. Namun ketika hendak masuk ke kamar kostnya, ia langsung dihadang oleh wajah masam teman-temannya. Safa cuma bisa mengernyitkan alis kebingungan.

"Jadi cuma kita yang gak tahu?" Syerin berkata sambil melihat ke teman-temannya, Tya, Tika, dan Nina.

"Ada apa?" Safa heran dengan tingkah laku teman-temannya ini.

"Reynald, Saf. Kamu pacaran sama dia?" Nina angkat bicara.

Mendengar nama Reynald disebut, Safa lantas menelan ludah. Dia sudah tahu apa masalahnya kali ini.

"Iya." Safa langsung masuk ke dalam kamar, tidak peduli dengan teman-temannya yang semakin kesal diperlakukan seperti itu .

Tya dan Nina duduk mengikuti Safa. Duduk di kasur si sebelahnya. Safa tidak mau menatap teman-temannya. Perasaannya campur aduk.

"Apa yang buat kamu gini, Saf? Apa kami kurang perhatian sama kamu sampai mau minta perhatian ke cowok yang bukan mahrammu?"

Lengang. Safa tidak berkutik. Teman-temannya tidak habis pikir ketika mendengar berita itu. Safa pacar Reynald.

"Aku bingung, kenapa banyak larangan, sih? Bukannya yang memberi perasaan cinta itu Allah, ya? Tapi kok dilarang mencintai?" Lama berfikir, akhirnya Safa angkat bicara.

"Bukan melarang mencintai, tapi mengungkapkan cinta tidak harus dengan pacaran, kan? Bisa jadi pengagum rahasia. Malah jadi terasa indah ketika sudah benar-benar memiliki dalam ikatan yang suci. Bukannya kamu yang bilang begitu? Kami semua terinspirasi karena kamu. Tapi kok kamu berubah gini, Saf,” jelas Tika.

Safa menggeleng. Matanya sudah terasa panas. "Maaf kawan aku tidak bisa melakukan apa yang aku katakan. Hijrah? Kalian benar yakin mampu berubah? Kok aku sekarang setelah hijrah malah terasa semakin berat. Sebelumnya..., aku masih punya orangtua!" Suara Safa tertahan.

Ia beranjak keluar kamar, tidak mau berurusan dengan teman-temannya itu.

Tidak berapa lama, Nina datang menghampirinya. Memegang tangannya dengan lembut.

“Saf...,” Suara Nina sangat pelan di telinganya. Safa tetap memalingkan wajah.

“Aku sangat malu mengakuinya pada kamu..., berkat Tika, aku bisa melalui masa itu. Masa di saat aku merasa seperti orang paling hina di bumi. Jika bukan karena Tika, aku mungkin sudah bunuh diri, Saf.”

Safa mendengar dengan seksama, meski matanya masih enggan menatap Nina.

Mata Nina berkaca-kaca, dan perlahan tumpah. “Lingkaran kejujuran itu sama sekali belum jujur. Kami semua berbohong.” Nina mengusap air matanya. “Satu hal yang paling kusesalkan selama hidup, yang perlu kamu tahu,Saf. Yaitu pacaran.”

Safa diam saja.

“Aku tahu Reynald, Saf. Dia bukan lelaki yang baik.”

Toko Hijrah (COMPLETED) ✔Where stories live. Discover now