Reynald

1.9K 148 0
                                    

Pagi minggu datang lagi.

"Aku tunggu di pagar kost, Saf." Safa hanya bisa menunduk bimbang ketika membaca pesan dari Reynald. Sudah berkali-kali pesan yang sama dikirimkan tiap lima menit sekali. Hape-nya juga terus berdering.

Tika yang melihat ekspresi bimbang Safa hanya diam saja. Mereka sudah semalaman menyadarkannya. Pagi ini giliran Safa, apa dia mau mendengarkan atau malah benar-benar telah menutup hatinya.

Sudah seminggu ini Safa tidak memakai jilbab di kost-an. Beberapa kali ketika giliran membuang sampah keluar, juga tidak menutup aurat. Kali ini Safa tidak hanya bingung tentang pergi bersama Reynald atau tidak, tapi juga apa dia harus pergi pakai jilbab? Reynald pernah memintanya membuka jilbab beberapa waktu yang lalu.

Safa heran mengenai bagaimna sebuah cinta jadi salah dalam agama. Kok hubungan saling mencintai dilarang. Mungkin karena takut si wanita akan dilukai lelaki, dikhianati. Tapi mungkinkah Reynald? Dia saja rela menunggu berjam-jam. Apa tidak cukup jadi bukti.

Safa segera berdiri dari kasur. Masa bodoh dengan pertauran agama ini dan itu. Meski dia akhirnya keluar masih dengan jilbab.

Reynald tersenyum lega ketika melihat pujaan hati sudah di depan mata. Tapi tetap saja rasa kesalnya karena telah lama menunggu tidak dapat disembunyikan. Bergegas menaiki motor. Safa yang menggunakan celana jeans dapat dengan mudah menaiki motor ninja milik Reynald.

"Kita sudah telat, Saf. Pegangan." Reynald sudah menggunakan helm dengan kencang.

Safa menurut, memeluk Reynald dengan kuat. Pipinya menempel di bahu cowok itu. dan mereka melaju kencang menempuh jalan raya..

Mereka pergi ke berbagai tempat : cafe, taman bermain, taman bunga, bioskop, kemudian malamnya ke cafe lagi.

Hanya bersama Reynald, Safa bisa merasakan kebahagiaan. Dan benar-benar melupakan kesedihannya. Bukan hanya sejenak. Mereka bergandengan, tidak pernah lepas tangan mereka bersatu.

"Aku bukannya maksa, sih. Tapi emang kamu gak mau, ya buka jilbab?" Tanya Reynald ketika mereka masih berjalan di dalam toko. Reynald akan memberikan hadiah untuk Safa di toko perhiasan.

Safa tampak tidak senang dengan pembahasan kali ini. "Sudahlah, Rey. Aku sedang malas membicarakan tentang itu. Ayo kita senang-senang saja lah."

"Oke." Reynald menurut. Tidak akan membahas tentang jilbab lagi. Bagaimanapun penampilan kamu, pacar aku memang yang paling cantik."

Safa sudah memilih sebuah kalung cantik. Mudah saja Reynald mengangguk bahkan menyuruh Safa mengambil dua. Reynald menyuruh penjaga toko mengambil kalung tersebut dan memberikan kepadanya. Tapi dia bingung juga ketika hendak memakaikannya. Dia kan berjilbab. Safa mengerti ekspresi Reynald. Maka dia tidak jadi mengambil kalung. Memilih cincin saja. Kali ini Reynald dapat memakaikannya untuk Safa.

Perlahan tapi pasti cincin itu disematkan di jari manisnya.

"Selamat ulang tahun, sayang." Reynald mencium punggung tangan Safa, kemudian juga pipinya. Masing-masing satu kali. Safa dapat tersenyum lebar ketika menerima kecupan itu. Tapi tak bisa dipungkiri, di dalam hatinya juga merasa risih. Ada yang aneh. Dia pernah berjanji dirinya hanyalah untuk suaminya di masa depan. Tapi..., Safa segara menepis pikiran itu. Ingatan ketika hijrah yang membuat hidupnya semakin gelap.

Safa lantas memeluk kembali Reynald dengan pelukan yang hangat.

Menjelang malam, mereka berfoto di sunset. Di atas sebuah gedung. Adzan maghrib terdengar menggema. Tapi muda-mudi itu tak menghiraukan. Lanjut berfoto bersama langit jingga.

Tak bisa dipungkiri memang. Hati nurani Safa, berontak untuk kembali. Membasuh wajah dengan air wudhu, dan menggunakan mukena. Sholat. Tapi tubuh Safa benar-benar di sini, bersama Reynald.

Selesai berfoto ria. Mereka tampak sudah amat kelealahan. Akhirnya mereka beristirahat sambil makan malam di sebuah cafe.

Cafe dengan lampu-lampunya berwarna biru, diiringi musik klasik untuk membuat suasana terasa romantis. Kali ini Safa benar-benar gelisah tingkat kuadrat. Merasa sejak tadi ada yang mengikutinya, separuh hatinya ingin sekali kembali ke rumah. Membuatnya merasa tidak nyaman. Benar-benar mengganjal. Ada apa? Bukankah dia senang berduaan dengan Reynald? Bukankah seharusnya dia senang?

Ketika melihat ke depan, tampak Reynald yang menatapnya serius. Tatapan matanya tajam penuh hasrat. Perlahan wajahnya semakin mendekat pada Safa. Gadis berjilbab itu akhirnya dapat melihat wajah kekasihnya dalam jarak tiga senti. Safa menutup mata. Nafas Reynald berhembus menyentuh wajahnya.

Safa benar-benar telah hilang kesadaran. Satu detik. Dua detik.

Astagfrirullah! Terlintas suara itu. Safa lekas membuka mata dan menjauh. Air matanya menetes ketika menyadari apa yang barusan hampir ia lakukan.

Reynald dibuat bingungbdengan tingkah laku Safa.

Hening sebentar. Menyisakan lantunan biola romantis.

"Kamu nolak?" Suara Reynald memecah keheningan antara mereka.

Air matanya tumpah. "Ini tidak boleh, Rey...," lirih.

Kamu lebih memilih mengikuti aturan gak jelas agama kamu?"

Safa tidak bergeming. Hanya menangis dan menangis. Ia bahkan tidak tahu ini air mata sejak kapan sehingga bisa tumpah sebanyak ini.

"Kalau kamu nolak, ini benar-benar penghinaan terbesar." Kali ini sifat asli Reynald terlihat. Mata tajamnya yang beringas. Nafasnya yang menderu-deru. Safa takut.

"Setelah ini, kamu mau minta apa lagi? Tubuh aku? Setelah itu pergi? Aku tidak mau, Rey!"

Reynald berdiri. Berjalan kearahnya, Safa mundur semakin ke pojok. Hingga tidak ada tempat untuk pergi lagi. Safa benar-benar takut melihat matanya.

"Kamu berani nolak setelah apa yang aku kasih ke kamu?"

Sambil terisak, Safa mengambil cincin berlian dari jari manisnya, membuangnya sembarangan. Reynald cuma melihat cincin pemberiannya tergeletak di lantai seolah tak ada harganya.

Reynald semakin beringas. Tangannya lancang hendak menarik kerudung Safa. Segera wanita itu menjerit. Tapi apa gunanya, di sini, di tempat dimana malaikat tak prrnah ingin mengunjungi, di tempat dimana pernyataan kebesaran Allah tak pernah terdengar. Dan mungkin cuma dia satu-satunya dan pertama kali wanita berjilbab yang masuk ke sini. Entah setan mana yang merasukinya. Ia berteriak kencang, tak ada yang mau peduli. Di tempat dimana slogan maksiat terpampang jelas. "Pacarku urusanku."

Sambil menahan tangan Reynald yang menarik jilbabnya, Safa cuma bisa menangis sambil berisghfar, memohon ampun, memohon pertolongan dari Allah.

"Belum ada yang berani nolak, Saf."

Safa menangis semakin kencang. Memohon semakin banyak.

Menatap ke bawah, sebuah bayangan hadir menolongnya. Lelaki tinggi berpakaian hitam-hitam.. Ia mengepalkan tinjunnya, tepat mengarah pada Reynald. Sehingga membuat pegangan tangannya pada jilbab Safa terlepas. Kesempatan itu digunakannya untuk pergi berlari kencang keluar.

Sementara lelaki itu sedang baku hantam dengan Reynald.

Toko Hijrah (COMPLETED) ✔Where stories live. Discover now