17. Beautiful Night

327 18 6
                                    

Kasih sayang ibu memang sepanjang masa tapi kasih sayang doi belum tentu sepanjang masa.

-Dz-

***

Setelah selesai mengambil dress yang Cicil dapatkan dari Shella, gadis itu menuju ke rumahnya dengan suasana hati yang sangat baik. Dia menyiapkan betul apa-apa yang akan Ia kenakan nanti malam karena Cicil tidak mempunyai sepatu ber-hak tinggi, Cicil akhirnya hanya memakai sepatu converse hitam-putih yang biasanya sering Ia pakai ke acara non-formal. Dia sudah tidak memiliki pilihan lagi, memakai dress dan sepatu converse, oke juga menurut Cicil. Tak menjadi masalah bagi dirinya, entah akan menjadi masalah bagi orang lain, Cicil tidak perduli.

  "Yak, dah siap!" Cicil mengaca di kaca besar yang tertempel di dinding kamarnya. Sebelum keluar dari kamar, tak lupa dia menyemprotkan parfum beraroma mangga yang sangat Ia sukai itu.

Sebelum keluar Cicil ingin berpamitan dengan Dino namun yang Ia cari sedang tidak ada di rumah. Ya sudah Cicil tinggal saja tanpa meninggalkan pesan apapun. Cicil pula sudah menghubungi Bundanya kalau dia akan makan malam di luar bersama temannya yang bernama Ari.

Malam pun tahu suasana hati Cicil, semakin malam bukan semakin gelap bagi Cicil melainkan semakin terang benderang, bintang-bintang berkelap-kelip memancarkan cahayanya. Seperti Cicil yang setia memancarkan kebahagian bagi sekitarnya. Polesan make up tipis Cicil mendapatkan pujian dari Ari.

  "Lo cantik banget." Pipi Cicil merona merah seketika, Ari menyilahkan Cicil untuk duduk di seat sampingnya. Ari mengajaknya ke sebuah bar di tengah kota dan tempat tersebut persis di lantai dua, saat mereka sudah di atas, pemandangan lampu kota yang juga ramai dengan kendaraan langsung menyambut kedatangan Ari dan Cicil.

Cicil terlewat kagum hingga dia tidak sadar jika kini tangannya sedang melingkar di tangan kanan Ari. Beberapa detik kemudian, kesadarannya kembali dan detak jantungnya berdetak begitu cepat.

Ari menggiring Cicil ke sebuah meja yang sudah didekor sangat romantis dengan lilin-lilin yang ikut menerangi, Cicil berjalan dengan gugupnya.

  "Lo beneran cantik banget."

Cicil lagi-lagi terkesima, "Lo bilang satu kali lagi, dapat piring dari bar ini, hehe," balas Cicil mencairkan ketegangan di dadanya.

Tanpa basa-basi, Cicil memakan hidangan yang sudah tersaji ketika Ari menyuruhnya untuk segera memakannya. Cicil memakan makanan itu tanpa memerdulikan orang-orang di sekitarnya. Perutnya sangat lapar, mungkin ini efek karena dia belum makan sedari siang, dia berusaha agar perutnya tidak terlihat menonjol saat memakai dress biru ini.

  "Lapar banget ya, Cil?" tanya Ari setelah meneguk Blueberry Mojito-nya. Ari terkekeh pelan lalu memberikan kain lap kepada Cicil, "Sampai belepotan!"

Cicil terkekeh pelan lalu menutupi samping kiri dan kanan wajahnya dengan tangan, "Banget, malu-maluin ya, Ri?" tanyanya polos lalu meraih lap kain yang diberikan Ari.

Ari menggeleng cepat dan menurunkan tangan Cicil yang berada di wajahnya, "Udah lanjutin aja, pelan-pelan aja ya!"

Cicil kembali ke kegiatan awalnya yaitu makan namun dengan perangai yang lebih hati-hati karena dia sudah mendapatkan peringatan pelan dari Ari. Cicil menyadari dia berbuat kalap seperti itu juga untuk mengecek reaksi Ari kepada perempuan yang berbuat memalukan, ternyata reaksi Ari tidak buruk.

  "Ih, cantik banget sih, Cil!" Cicilia mengerlingkan matanya dan memukul tangan Ari, "Gue mintain piring mau?" Ari menggeleng lalu mencubit pelan pipi mulus Cicil, yang dicubit hanya terpaku dan merasakan sengatan listrik di tubuhnya. Reflek Cicil memegang pipinya.

DIFFICULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang