On The Road

8K 978 119
                                    


Sepertinya menginap di mobil bukan pilihan yang buruk. Ten tidur lebih pulas dari malam-malam sebelumnya meski harus berbaring di kursi. Mungkin efek dari tangisan yang membuat matanya perih. Setelah Ia mengganti perban di lututnya, Ia langsung tertidur di jok belakang. Begitu bangun, sekelilingnya sudah terang. Pias ungu menggantung di langit pagi pantai El Matador itu. Titik-titik awan terlihat teratur berbaris dari timur ke barat lalu tenggelam di pasifik.

Selimut yang dipakainya meluncur jatuh saat Ten bangkit. Ia menatap selimut yang sama dengan selimut yang dipakainya dengan Johnny semalam itu. Pasti Johnny yang memakaikannya.

Dengkuran halus Johnny mengingatkan Ten bahwa masih terlalu pagi untuk namja yang kini tidur di kursi kemudi untuk bangun. Dia menyelimutkan selimutnya ke tubuh Johnny.

"Pasti tidak nyaman tidur seperti ini. Harusnya kau membangunkanku." Ten tidak bicara pada siapapun.

Deburan ombak yang datang bersama angin laut menyambut Ten begitu ia keluar dari mobil. Pria 20 tahun itu menggeliat, merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Ia minum juga mencuci wajahnya dari air putih yang sengaja mereka bawa kemanapun dalam mobil. Perutnya meronta, masih sangat pagi tapi dia benar-benar merasa lapar karena men-skip makan malamnya. Yang ada hanya permen karet di saku bajunya.

Sambil mengunyah permen karetnya, Ten berjalan ke ujung tebing. Melihat ombak yang menabrak karang tanpa perasaan. Ia mengira-ira sampai berapa lama karang yang dipijaknya ini bertahan dari abrasi. Jika setahun lagi dia kembali kemari, masih 'kah ada?

Ten mengambil gambarnya dan Johnny yang masih tertidur dengan ponselnya. Ia mengirimkan foto itu ke chat grup.

Hari ini mereka akan kembali ke tempat Theo untuk mengembalikan mobil lalu pergi ke LAX untuk penerbangan ke Chicago. Pekerjaan mereka sudah selesai sekarang. Kemarin adalah hari terakhir mereka menggambil gambar untuk MV Station. Liburan yang sesungguhnya sudah menanti. Ten merasa gugup karena akan bertemu orang tua Johnny untuk pertama kalinya.

"Ten..." suara serak Johnny membuat Ten menoleh kebelakang. Dia terkekeh melihat wajah polos pria itu.

"Tangkap!"

Botol minum itu melayang kearah Johnny. Tertangkap dengan mudah, Ten berdecak sebal.

Johnny segera membasuh muka dan meminum air itu sampai habis. Didekatinya Ten dengan ragu. Mengingat apa yang terjadi semalam, ia mengira Ten akan marah padanya.

"Tempat ini benar-benar penuh kejutan. Indah sekali."

Celetukan Ten membuat Johnny sadar namja itu sama sekali tidak marah. Sebaliknya, Ia melihat mood yang baik dari bagaimana cara Ten melihat lautan.

Setelah menghabiskan sedikit waktu untuk berbincang santai sambil menunggu matahari benar-benar muncul di langit, mereka bersiap pergi. Ten mengambil alih kemudi karena Johnny terlihat tidak baik dengan punggungnya. Kap mobil bagian atas kembali diturunkan hingga mereka bisa dengan leluasa melihat pemandangan di tepi jalan Pasific Coast Highway itu.

"Wah! Punggungku benar-benar sakit."

"Tidak ada yang menyuruhmu tidur dalam posisi duduk seperti itu."

"Aku tidak bisa mendorongnya kebelakang karena kau tidur disana. Dasar tidak tahu diri."

Ten merengut mendengar tuduhan itu karena tidak bisa mengelak.

Jalanan lebih padat dari sebelumnya. Orang-orang banyak yang mengendarai kendaraan mereka ugal-ugalan sampai beberapa kali Ten mengumpat pada mereka. Sekelompok pengendara motor bahkan melewati mereka sambil –dengan kurang kerjaannya- menggoda Ten. Salahkan rambutnya yang berkibar diterpa angin hingga membuat pengendara motor itu tergoda. Mengabaikan kehadiran Johnny, mereka melambatkan laju motor setara dengan mobil mereka.

To You (Johnten Ver.)Where stories live. Discover now