The Day

12.6K 1K 345
                                    

Warning! 9k+ word

.

Ten tidak bisa menutup matanya lebih lama dari dua jam malam itu. Johnny yang tidur memunggunginya membuatnya gugup.

"Kau bangun awal sekali, Ten." Suara lembut wanita paruh baya itu membuat Ten merasa ada di rumah.

Ten menarik kursi di meja makan itu lalu duduk disana sembari melihat ibunya Johnny yang menyiapkan roti bakar untuk sarapan. Punggung wanita itu kecil, berbeda dengan milik anaknya yang semalam menghiasi penglihatannya.

"Iya, aku juga kaget bisa bangun sepagi ini."

"Tidurmu nyenyak?"

Sepiring roti yang hangat tersaji di depan Ten seketika itu. Nyonya Seo menarik kursi diseberang kursi milik Ten lalu duduk disana. Dia melahap sarapannya sendiri.

"Iya..."

"Tapi aku melihat kantung mata di wajahmu."

Ten tak berkutik. Dia lebih memilih memakan rotinya sambil diam.

"Maaf sebelumnya, tapi aku mendengar kalian bertengkar semalam."

Mata Ten membulat. Ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

Nyonya seo yang melihat ketegangan tersirat di wajah Ten segera mencoba untuk membuatnya tidak terlalu khawatir.

"Tidak ada orang yang sama di dunia ini. Perselisihan itu biasa terjadi jadi jangan merasa bersalah, Ten."

"Maaf membuat imo merasa tidak nyaman."

Ten tidak bisa melihat langsung ke wajah nyonya Seo. Terlalu malu pada dirinya sendiri.

"Eh, kau tahu? Belakangan ini, setiap kali Johnny kami menelpon, dia selalu bicara tentang seseorang yang berhasil menarik perhatiannya. Dan sepertinya aku tahu siapa orang itu sekarang."

"Si-siapa?"

"Kau."

"Benarkah?"

Senyuman tipis tak bisa Ten bendung kemunculannya. Ia merasa lega, bukan hanya dia yang merasakan hal itu tapi menurut pandangan orang lain juga.

"Sepertinya kau tidak tahu. Kalian benar-benar belum meresmikan hubungan kalian?"

Tawa hambar keluar dari bibir Ten seketika. Pertanyaan itu membuatnya geli sekaligus sakit. Seperti ada belati yang bermain-main diatas luka di hatinya.

"Tidak mungkin. Kami sudah bersahabat sangaaaat baik. Hubungan yang lebih dari ini hanya akan merusak segalanya. Aku nyaman kok dengan hubungan kami yang sekarang."

Kali ini nyonya Seo yang terdiam. Dia memainkan tangannya diatas meja. Meski tawa Ten masih mengisi pendengarannya, tapi dia merasa sangat canggung.

Saat suara tawa Ten memelan hingga akhirnya menghilang, barulah nyonya Seo membuka mulutnya lagi.

"Memang banyak orang yang berpikir demikian. Tapi menurutku, orang-orang seperti itu hanya takut melangkah keluar dari garis aman. Aku tidak tahu kenapa anak muda jaman sekarang lebih suka menutut-nutupi perasaan mereka padahal dari perilaku saja sudah terlihat jelas apa yang mereka rasakan. Saat dua orang sudah jelas saling menyukai, apa salahnya untuk membuat sebuah komitmen? Takut menghadapi resiko hanya akan menambah semakin banyak masalah."

Benar. Ten rasa, itu adalah alasan kenapa dia juga tidak punya inisiatif untuk mengungkapkan perasaannya lebih dulu pada Johnny. Ia terlalu takut menghadapi berbagai kemungkinan yang ada jika mereka memulai hubungan yang baru. Atau, karena rasa pengecutnya hanya karena orang yang dia cintai mengatakan tidak ingin seorangpun menghancurkan mimpi-mimpinya.

To You (Johnten Ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang