Part 11

3.6K 301 0
                                    

Renjana POV

Setelah beberapa kali meneguk air putih, memercikkan sedikit ke wajah dan berkali-kali mengulangi ucapan 'this too shall pass' untuk menguatkan hatiku sendiri, aku akhirnya kembali memasuki ruangan counter-ku lagi.

Reina terlihat masih ingin menggodaku namun mengurungkan diri karena nasabahnya terlihat membawa banyak transaksi.

"Kamu sudah nggak papa, Re?"
Bu Fajar yang sedari tadi sebenarnya memerhatikan tingkahku menghampiri counter-ku setibanya aku disana.

"Udah nggak papa, Bu.."

Kembali aku menyelesaikan layananku sampai jam menunjukkan pukul 3 lebih dan antrian nasabah terlihat mulai hampir habis.

Sekitar satu jam aku menyelesaikan semua transaksi, merapikan laci uang, mengoreksi slip, dan menyetorkan seluruh uangku ke bagian khazanah.

Aku menuju lokerku dan mengambil HP yang sejak siang tadi kuletakkan disana.

Ada lima pesan dari Whatsapp yang salah satunya sempat kutakutkan.

'Re, nomerku di simpen ya. Nanti kalo mau ketemuan biar gampang. Btw, ntar malem yuk? Sekalian ngopi bareng Saga."

Bunyi pesan singkat Hadi yang langsung membuatku kembali memijit pelipisku yang sebenarnya tidak pusing.

Ya Tuhan, baru berapa lama aku mendapat ketenangan disini, dan sekarang sudah harus berhadapan dengan masalah seperti ini lagi.

Meluruskan masalahku dengan Saga sebelumnya.

Sebenarnya bukan karena perasaanku yang tak terbalas oleh Saga yang membuatku mati-matian menghindari laki-laki itu.

Melainkan karena perasaanku sendiri yang masih takut kalau-kalau harus kembali terbawa hanya karena kehadiran Saga di dekatku.

Kuputuskan untuk menjawab pesan Hadi. Toh, masalah ini antara aku dan Saga saja, sama sekali bukan urusan Hadi atau siapapun diluar kami berdua.

"Iya, Di. Kalo ntar malem nggak bisa, di kantor ada meeting. Lain waktu, ya?"

Sambil pelan-pelan berharap agar lain waktu itu tak dikabulkan Tuhan dan kami tidak perlu sampai bertemu lagi.

Lagipula aku memang tidak berbohong. Setiap Kamis malam memang hampir selalu ada meeting di kantor, semacam evaluasi cabang perihal layanan atau produk atau semacam malam keakraban bagi seluruh karyawan cabang.

Meeting singkat yang biasanya membuatku tak begitu semangat itu akhirnya malam ini menjadi meeting yang ku tunggu-tunggu.

Sambil berharap semoga Hadi tidak lagi perlu mengeyel dan membuatku banyak beralasan lagi.

----------

Hari Jumat sore aku biasanya sudah membawa travel bag-ku sekaligus baju ganti agar setelah selesai jam kantor aku bisa langsung ke stasiun, mengejar kereta menuju Solo.

Tapi Jumat ini aku terpaksa meminta izin pada orangtuaku untuk absen pulang karena ada acara yang terlanjur kubeli tiketnya untuk kutonton sepulang kantor nanti.

"Re, pulang ke kos dulu apa langsung aja?"

Reina menghampiriku yang sibuk mengemasi counter, merapikan semua barangku sebelum kutinggalkan untuk dua hari ke depan.

"Gimana kalo langsung aja, toh kita udah baju bebas gini, kan?"

"Tapi kan lengket, Re.."

"Mandi tempatku aja.."

Suara Mbak Wina, salah satu senior teller menawarkan untuk mandi di kosnya yang kebetulan hanya berjarak beberapa meter dari kantor.

"Ide bagus sih, Mbak.. Tapi kira-kira masih keburu nggak, ya, waktunya?"

Ujarku pelan. Ya, bukannya gimana-gimana. Sayang aja kalo sampe di acaranya telat, kan?

"Mau datang ke acara apa, sih, kalian?"

"Ini lho Mbak, si Rere, dari seminggu geger bener pengen lihat pameran seni di UGM. Padahal aslinya cuma mau ngecengin mahasiswa aja itu.."

Jawaban Reina membuatku mencubit pinggangnya pelan.

"Kalo nggak ikhlas nemenin, aku masih sanggup kok sendirian kesananya.."

"Dih ngambeeeeeek.. Gitu tuh Mbak Win kelakuannya, gimana nasabah prio malu ngelirik coba.."

"Eh mulut ya..."

Mbak Wina hanya tertawa-tawa melihat aku dan Reina yang saling mengolok.

Setelah membersihkan diri di kos Mbak Wina, aku dan Reina memutuskan pesan Grab menuju ke UGM.

Jadi sebenarnya bukan masalah pameran seni-nya yang ingin kuhadiri, melainkan karena ada satu orang yang ingin kutemui yang kebetulan juga sedang mengisi acara akustikan disana.

Itulah alasan kenapa aku sampai rela memesan tiket dari jauh-jauh hari, langsung kepada panitia acaranya yang kebetulan adik sepupu dari Reina.

Dan karena Reina yang merupakan pendatang dari Palembang, dan jelas tidak mungkin pulang kampung, ditambah faktor Koko Hendra-nya yang sedang dinas ke Surabaya, maka sama sekali tidak ada pilihan lain bagi dia untuk tidak menemaniku menonton acara pameran seni itu.

Lagipula aku sama sekali tidak memaksa, mengingat bahwa aku datang atas kepentingan pribadi, tetapi memang Reina yang tidak ingin pingsan kebosanan di kos berteman KFC hasil Go-Food dan drama Korea hasil meng-copy punyaku.

Dan maka disinilah kami berdua sekarang. Di Balaiurung UGM yang hampir sesak oleh mahasiswa dan beberapa orang yang merupakan penikmat seni, atau orang-orang yang seperti aku dan Reina yang dengan clueless-nya datang kesini.

Segara Renjana (hapus sebagian karena proses penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang