1. Katai yang menjadi Rigel

1.3K 36 20
                                    

Beberapa hari setelah ujian semester, hari ini aku sedikit menikmati suasana class meeting di sekolah. Pemandangan hiruk-pikuk teriakan suporter pertandingan tarik tambang di lapangan sesekali terdengar dari kelasku. Mengingat kejadian tadi, sewaktu aku melintas di depan kelas adik tingkatku. Ia menghalangi jalanku, lalu mencekal tanganku dengan amarah yang terlukis jelas diwajahnya. Ia benar sulit kumengerti, suasana hatinya berubah-ubah dengan cepat. 

Aku jatuh hati untuk kedua kalinya, sempat terluka, tapi tidak akan menyerah begitu saja. Aku duduk di bangku milik Niha, menghadap ke arah bangku Dena dan Alin, sahabatku. Aku hanya diam memikirkan beberapa masalah yang menguras pikiranku beberapa hari kebelakang ini.

"Kenapa lagi kamu?" Tanya Alin seraya membuka tutup botol minumnya. Dena hanya diam memerhatikanku yang kebingungan.

"Nggak kenapa kenapa." 

Alin memandangku tajam, mungkin sedikit curiga denganku. 

"Hari ini enaknya ngapain ya? Ngebosenin banget kalau cuma diam nggak karuan seperti ini. Kalau aku tahu begini, lebih baik aku nggak masuk sih." Celetuk Dena membuka suara, tanpa sepengetahuannya ia sudah menyelamatkanku dari pertanyaan-pertanyaan Alin.

Aku bangun dari dudukku, lalu membenahi rambut sebahuku. Kuperhatikan suasana koridor luar kelas melalui jendela. 

"Aku ke perpustakaan dulu, ada keperluan sama Bu Jamay." Pamitku pada keduanya, tanpa menunggu jawaban mereka, aku melenggang pergi begitu saja. Dengan sedikit tergesa-gesa ketika memasuki perpustakaan, seseorang tak sengaja membuatku memekik kesakitan. 

"Assshh.." 

Siswi itu membuka pintu perpustakaan dengan sedikit kasar, sehingga tak sengaja membuat jari tanganku terjepit. Ia hanya melirikku sekilas, cih.. rasanya ingin kucakar saja wajah masamnya itu. Tanpa rasa bersalah, ia pergi begitu saja. 

Aku sedikit khawatir dengan seseorang yang memenuhi hari-hariku beberapa bulan kebelakang ini. Tanpa perlu mencarinya, aku langsung berjalan menuju bangku di ujung ruang perpustakaan sebelah kanan, ia selalu disana,sedirian. Aku mengambil beberapa buku dengan asal, lalu duduk disampingnya.

"Kamu kenapa?" 

"Nggak ada." Serunya seraya menutup buku yang dibacanya, ia memerhatikanku lekat. 

"Ursa, aku tahu kamu bohong. Kali ini, cerita sama aku." 

"Tina deket sama laki-laki lain."

"Aku kasihan lihat kamu gini terus, diluar sana kamu berhak bahagia, Ursa." 

"Kak Leta nggak ngerti perasaan saya, saya berhak memilih. Yang ngerasain sakitnya juga saya." Ujarnya tersenyum paksa.

"Aku lebih suka lihat kamu sama Salsa."

"Kak Leta nggak berhak ngatur-ngatur hidup saya." Ucapannya menohok dadaku. Ia benar, aku tak memiliki hak sedikit pun untuk mencampuri masalah pribadinya. 

Aku menghela nafas ringan, lalu mengalihkan pandangan kearah beberapa buku yang kuambil tadi. Ku bolak-balikkan buku itu tanpa membacanya, tak bisa fokus. Pikiranku berkelana entah kemana.

"Gimana? Kak Leta udah nonton film yang saya copy in seminggu yang lalu?" Ia membuka suara, tak ada rasa canggung sedikit pun, seolah sudah melupakan percakapan tadi. 

Aku menatap matanya dalam, mencuri-curi tentangnya memalu bias mata yang hitam pekat itu.

"Hm.."

"Jawab saya yang bener Kak Leta."

"Ya, aku udah nonton 500 days of summer, secara nggak langsung kamu langsung curhat disana." Kataku lirih padanya.

"Saya bener-bener nggak ngerti perasaan Tina. Dia ngebuat saya pusing." 

Galaksi [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang