Part 32 💖Terungkap 2💖

2.2K 122 6
                                    

~Hidup bukan hanya perkara hakim-menghakimi, namun juga sadar-menyadari dan sadar-menyadarkan.~
🌷🌷🌷

Emm,” gumam Hasbia sembari menggigit bibir bawahnya, “Jujur, ya, Mas. Bia pengin benar-benar bisa istiqamah dalam berhijrah.”

“Saat ini, Bia ingin mendekati Allah, ingin meraih cinta-Nya. Dan untuk kak Farras, Bia ingin mencintai dia karena Allah,” lanjutnya.

Ciiieee... yang udah tobat!!!” ledek Azka membuat Hasbia kesal. Hasbia mendorong tubuh Azka hingga Azka pun terjatuh menyungkur ke tanah. Hasbia tertawa kecil melihatnya.

“BIIIIAAAAA!!!!!” seru Azka saat mendapati ada benda lengket yang menempel di rambutnya. “Bhaaaakkkk!!! Itu apaan, Mas?” Hasbia menahan tawa seraya menarik tubuh Azka agar duduk kembali. Tangannya beralih ke area rambut yang dipegangi Azka.

“Ini, mah, permen karet, Mas,” kata Hasbia. Azka melotot ke arahnya. Pasalnya, kalau rambut terkena permen karet itu cara paling ampuh untuk menghilangkannya adalah dengan memotong rambut. Sementara itu, rambut Azka baru saja dipotong.

“Konsekuensi. Mas harus potong rambut lagi,” ucap Hasbia enteng. Dengan geram, Azka mencubit pipi gembil Hasbia, “Gila apa, ya! Mas harus tampil tanpa rambut?” Hasbia mengangguk santai membuat Azka semakin kuat mencubit pipinya, “bisa hilang kadar ketampanan Mas, tau!”

Azka ini memang tipe-tipe lelaki yang sangat perhatian terhadap penampilan, apalagi masalah rambut. Ia paling tidak suka jika ada orang yang berani mengacak-acak rambutnya kalau tidak dia sendiri yang sedang dalam kondisi frustasi.

A-aw!! Lepasin, Mas! Sakiitt!!!” Hasbia berusaha melepas cubitan maha dahsyat dari Azka. Lama-lama, Azka tak tega juga. Ia pun melepaskan cubitan itu saat tahu pipi Hasbia sudah terlalu merona.

“Salah Mas Azka sendiri, orang mau tobat malah diledekin. Konsekuensi, dong! Potong cepak sekali aja apa susahnya, sih?” protes Hasbia meringis seraya mengusap-usap pipinya sakit.

Azka mendengus kesal, “Hh, tadinya mas pengin lama-lama di sini. Mau ngasih tahu info penting ke kamu. Eh, kamu kesannya malah kayak ngusir mas,” Azka berdiri sambil membersihkan tanah di bajunya karena terjatuh tadi.

Hasbia menyergah, tangannya memeluk kaki Azka bak anak kecil, “Mas jangan pergi dulu! Bia enggak ada niatan buat ngusir Mas Azka. Please, Mas duduk dulu, ya! Bia masih kangen banget sama Mas Azka.”

Mulut Azka berkedut. Ia menahan tawa melihat sikap manja adiknya itu. Hal itu membuat Hasbia mendongakkan kepala untuk menatapnya, “Mas.......,” rengeknya dengan nada melas, “katanya, Mas punya info penting. Apa? Bia siap dengerin, kok.”

***

Setelah Azka bercerita panjang lebar kali tinggi, Hasbia hanya menghadiahkan tatapan tak bermakna ke Azka. Seakan-akan, ia merasa ada suatu hal yang aneh namun menggiurkan untuk dikepoin.

“Dik?” panggil Azka hati-hati.

“Mas?” Hasbia memanggilnya balik. “Apaan?” tanya Azka.

“Mas Azka kemarin pergi sama siapa?” selidik Hasbia dengan tatapan mengintimidasi. “M-maksud kamu apa, Dik?” tanya Azka sedikit gugup.

“Mas jawab Bia jujur! Mas kemarin sore pergi sama siapa? Sama Anisa, ya? Kok, cerita kalian bisa sama?” Hasbia menyeringai jahil melihat muka gugup Azka.

“Hayo! Kalian ada hubungan apa?” selidik Hasbia sembari mengarahkan telunjuk kanannya ke muka Azka.

Hasbia penasaran seperti itu sebab perihal yang diceritakan Azka tentang Farras yang kemarin sore membeli sebuket mawar merah. Lalu, diberikannya ke sosok wanita di dalam mobil. Cerita itu jelas sama dengan apa yang Anisa ceritakan sewaktu di kampus tadi.

Tuntutan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang