Kesempatan Kedua

1.8K 120 2
                                    

*Happy Reading

Karra's POV

Masih teringat jelas kejadian di lift saat endut dengan tiba2 mencium pipi kananku tepat di depan kak Rezky. Oh My God, apa yang sudah aku lakukan, tanpa sengaja aku telah menyakiti hati si pemilik hatiku. Oh tidak, aku sungguh merasa sangat bersalah. Apalagi sejak kejadian itu seminggu yang lalu, sikapnya makin menjadi dingin, tatapannya makin tajam, dan wajahnya terus saja datar. Padahal aku tahu sebelumnya ia sudah sedikit mencair.

Tak jarang aku menemukan ekspresinya seperti sedang senyum2 sendiri, entah sedang memikirkan apa. Tapi sungguh kejadian terakhir itu makin membuat aku merasa bersalah. Yah, sepertinya caraku memang salah. Ya sudah lebih baik sekarang aku straight to the point sajalah. Kalo memang hatiku menginginkannya maka aku harus memperjuangkannya secara terang2an juga. Baiklah Karra kamu pasti bisa. Lagi2 aku menyemangati diri sendiri. Dan hari ini aku tidak akan menyiakan kesempatanku lagi.

"Kak, lebih suka minum air dingin atau anget kak?" kubuka lawakan recehku saat kami berdua sedang berdiri, eh ralat hanya aku yang berdiri sedangkan dia duduk manis di posisi favoritnya yaitu meja bundar di sudut mesin label.

"Dingin!" jawabnya singkat tanpa menoleh kearahku. Sepertinya saat ini vial lebih menarik daripada aku.

"Ehm, pantesan kalo gitu ya.." aku membalasnya dengan anggukan kepala seraya menaikan satu alisku berpura2 berpikir.

"Maksudnya?" ia bertanya dengan menautkan kedua alisnya pertanda bingung. Tangannya masih sibuk mengarahkan vial agar menuju sensor label.

"Yah pantes aja sikap kk dingin gitu, kk aja sukanya minum dingin. Jadi beku kan tuh hati," ujarku dengan senyum bermaksud menggodanya sambil menunjuk ke arah hatinya.

"Ga usah sok tau! Fokus sana nanti salah awas aja ya!" jawabnya ketus tak menghiraukan godaanku tadi.

"Cetarrr!" tiba2 ada satu vial pecah ketika sedang berjalan menuju sensor yang diarahkan oleh kak Rezky tadi. Terselip di dalam mesin dan sedikit sulit untuk dijangkau. Mesin lalu dihentikan sebentar, lalu aku berusaha mengumpulkan pecahan beling vial tersebut. Tentu seperti dulu tidak langsung dibuang ke kotak sampah melainkan dikumpulkan untuk nanti masuk dalam laporan akhir.

"Aw!" ringisku saat tanganku tak sengaja menyentuh pecahan beling yang terselip di dalam mesin, seketika ia meraih jari telunjukku yang mengeluarkan sedikit darah akibat tusukan beling tajam yang sedang kukumpulkan pecahannya.

"Tuh kan, baru aja dibilang fokus, selalu saja ceroboh. Sini ikut gue," dengan wajah sangat khawatir ia segera menarik diriku agar mengikutinya. Dan aku hanya pasrah saja.

"Tunggu sebentar, gue ambil kotak P3K dulu di lemari." ia masuk ke ruang kecil dimana biasanya ia menyimpan semua keperluan kami selama bekerja lalu mengajakku ke ruang minum yang ada di depan ruang kerja kami.

"Cuci dulu lukanya, baru diobati." dia menyuruhku mencuci lukaku di wastafel yang ada diruang minum ini. Lalu segera mengoleskan beta dine dan menempelkan plaster di jariku yang terluka. Kulihat wajahnya begitu cemas terbukti gerakannya yang sedikit gemetaran saat tangannya menyentuh jariku.

"Padahal luka kecil begini, tapi khawatirnya luar biasa gitu. Aku kan jadi bingung liatnya. Kemarin2 aja sikapnya makin dingin, sekarang kenapa jadi manis banget gini ya.. Ah bagaimana sebenarnya perasaanmu kak?" kataku dalam hati.

"Udah selesai. Lain kali bisa ga sih kamu itu hati2. Berkali2 gue bilang kerja yang fokus jangan main mulu. Sering gangguin orang lagi kerja pula, kayak sendirinya ga sibuk aja. Udah yok balik, udah ditungguin tuh," rutuknya dengan nada sangat ketus sambil memungut kapas dan bungkus plaster yang tadi digunakan untuk menutupi lukaku. Tapi masih ada sisa khawatir pada raut wajahnya. Lalu aku, tentu saja aku hanya bisa membalas dengan memberikan cengiran bodoh bermaksud meredam rasa cemasnya.

"Makasih ya kak, chupp!" tak kusiakan kesempatan saat sedang berduaan dengannya seperti ini. Aku langsung saja mencium pipinya sebelum ia beranjak masuk kembali ke ruang kerja dan aku langsung melarikan diri begitu mencium pipi kirinya karna jujur saja aku malu melakukan itu. Aku takut nanti malah ia makin marah. Sempat kulihat ia sedikit tersentak, pasti sangat terkejut dengan kelakuanku barusan.

Lalu Ia masuk ke ruangan, kembali meletakkan kotak P3K kedalam lemari dan berjalan menuju mesin label. Tunggu, aku melihat semburat merah di wajahnya. Apa ia malu karna tadi kucium ya? Ah biarkan sajalah. Beberapa jam kemudian, pekerjaan selesai. Huh untunglah hari ini tidak terlalu lelah. Aku langsung mengisi buku laporan kerja kami hari ini sedangkan kak Rezky membereskan sisa label yang tak terpakai, untuk dikembalikan lagi ke bagian gudang penyediaan.

"Kak tunggu sebentar, kk pulangnya dijemput ojek ya?" buru2 aku aku menyusul kak Rezky begitu melihatnya hendak keluar ruangan.

"Iyalah. Kenapa?" jawabnya ketus sambil terus berjalan menuju tangga. Yah, dia memang jarang sekali turun lewat lift. Katanya males kalo nanti harus bertemu para fans dari grup sebelah yang tak sengaja bertemu di lift.

"Ehm.. Ehm.. Kak gimana kalo hari ini aku anterin kk pulang? Gak ada maksud apa2 sih kak, cuma pengen bilang makasih aja karna tadi kk udah bantuin ngobatin luka aku," kataku yang berjalan sambil menunduk karna gugup tak berani menatap matanya.

"......"

"Gak mau ya kak?" lanjutku karna tak ada respon darinya sambil berjalan melewati tangga satu persatu.

"Boleh deh, tapi biasanya pulang kerja gini aku cari makan dulu sebelum pulang. Terus kamu gpp kalo anterin aku cari makan dulu?" jawabnya kemudian yang tentu saja membuat hatiku lega sekali karna tak jadi menerima penolakan darinya.

"Ga masalah kak, dengan senang hati. Kebetulan aku juga laper, aku kurang suka sama lauk catering tadi. Jadi cuma makan sedikit," jelasku dengan sangat antusias dan senyum yang sangat lebar.














*tbc

Selalu KamuWhere stories live. Discover now