6. Abizar

56 4 1
                                    

Happy reading!

"Bi, masih ada kelas?" Tanya Rafka menghampiriku selesai salat zuhur berjamaah di masjid kampus.

"Enggak ada. Mahasiswa gue minta tuker jadwal hari ini." Jawabku. Memang salah satu kemudahan yang ada di kampusku, kalau ada kegiatan dadakan bisa menukar jadwal kuliah. Dengan syarat persetujuan dari dua belah pihak.

"Makan soto yuk! Gue ngidam nih!" Ajak Rafka mengingat ini memang jam makan siang.

"Sejak kapan laki-laki bisa hamil juga?" Tanyaku meledek Rafka.

"Yee malah ngeledek! Ayo mau enggak? Gua traktir deh hari ini!" Katanya menawarkanku.

"Wii rezeki lancar nih?"

"Alhamdulillah rezeki jomlo soleh." Jawabnya sambil tertawa.

"Dan gue enggak mau nolak rezeki juga kalo gitu!" Jawabku cepat sebelum dia semakin melantur.

"Emang dasarnya aja lo mental gratisan!" Sungut Rafka membuat aku tertawa. Dia yang menawarkan aku, dia juga yang protes.

^^

Rafka mengajak aku makan di tempat soto yang cukup jauh dari kampus. Ini tempat langganan kami dari awal kuliah. Tapi sudah cukup lama kami tidak makan di sini karena kesibukan kami.

Letaknya yang dekat dengan taman kanak-kanak dan sekolah dasar membuat tempat ini selalu ramai. Jadi saat pagi sampai siang hari penuh dengan Ibu-Ibu yang menjemput anaknya yang bersekolah di TK dan SD tersebut.

"Tumben ya Bi jam segini udah sepi!" Kata Rafka melihat motor yang terparkir hanya empat motor.

"Itu sekolah aja udah sepi. Udah pada pulang berarti!" Jawabku sambil mengedarkan pandanganku ke sekolah di depanku.

Sampai mataku berhenti karena melihat orang yang tidak asing buatku. Orang itu sedang duduk berdua dengan seorang anak kecil yang pasti murid sekolah itu jika di lihat dari seragamnya.

Dia asik mendengarkan dan sesekali menyauti ucapan dari anak kecil itu. Interaksinya membuat aku tanpa sadar mengeluarkan senyum kecil. Pasti dia akan jadi Ibu yang hebat!

"Cantik ya, Bi, Sabiya?"

"Iya." Jawabku tak sadar.

"Terus mau sampai kapan diliatin begini, Bi? Dosa loh!"

"Astagfirullah!" Kataku sadar. Ternyata dari tadi Rafka ikut berdiri di sampingku. Mungkin karena aku diam saja dan tidak segera masuk ke dalam tempat makan.

"Ayo kita makan!" Kataku langsung sebelum Rafka sempat bertanya-tanya lagi.

Kita langsung memesan makanan yang kita mau sesuai selera. Aku dan Rafka memilih soto daging untuk makan siang kali ini.

"Jadi kapan lo mau ikutin langkah Ghani?" Tanya Rafka sambil kita menunggu pesanan kita.

"Langkah apa?" Tanyaku pura-pura tak mengerti.

"Lo tau maksud gue!" Jawab Rafka yang artinya dia serius dengan percakapan kita kali ini.

"Gue belum yakin." Jawabku akhirnya.

"Kenapa?"

"Gue enggak mau buru-buru. Gue takut kalau gue langsung ajak dia taaruf sekarang tapi ternyata prosesnya enggak sesuai harapan gue atau dia, malah buat kita sakit hati. Gue enggak mau ambil keputusan berdasarkan nafsu. Jadi biar ngalir dulu gitu aja. Nanti biar Allah yang atur semua." Jelasku pada Rafka dan memang itulah yang aku rasakan. Lagipula, kalau sesuai rencanaku, aku ingin menyelesaikan kuliahku lebih dulu sebelum memikirkan hal ini.

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang