SEMBILAN

715 177 79
                                    

Sebelum lanjut ke cerita, author mau bercuap-cuap bentar nih. Hehehe😁 Setelah aku baca-baca komentar banyak nih pertanyaan yg masuk, kira-kira kaya gini.

"Thor, kok ceritanya terlalu kaku sih? Sedih semua. Tambahin adegan lucunya dong!" Iya, author bakal usahain untuk ditambahin adegannya lucunya. Karena ini cerita tentang seseorang yang terluka, jadi sedikit sekali adegan lucu-lucunya. Tapi author bakal usahain kok(:

"Thor, kok bahasanya baku banget? Nggak pake Lo-Gue" author emang sengaja ga pake bahasa Lo-Gue say😊

"Thor, cepet-cepet update dong!" Insyaallah kalau author tidak sibuk bakal fast update kok (: kaya liburan kaya gini. Tapi kalau udah masuk, author pulang sekolah jam 7 malem, jadi gak bisa fast update. Tapi bakal tetep diusahain up satu-dua kali seminggu.

Okeh, terima kasih sudah mendengarkan eh membaca cuap-cuap singkat dari author kurang belaian Lily kembarannya Lilymaymac wkwk. Langsung saja ke cerita, CEKIDOT!

***

"Terkadang kebenaran jauh lebih menyakitkan dari kebohongan."

•••••

Plakkkk!

Sebuah rotan mendarat mulus di pantat Darel, membuatnya memekik kesakitan. Sial, amarahnya yang tersulut oleh siswa bermulut lebar di kelas, membuat pantatnya terpaksa dicium beberapa kali oleh kerasnya rotan yang mendarat dari tangan guru kedisiplinan, Pak Kadeni.

Sakit? Tidak. Darel sudah terbiasa dengan cambukan pria berkumis tebal berperawakan tinggi besar itu. Pria yang selalu menjunjung tinggi kedisiplinan dan disegani oleh seluruh siswa SMA Langit Biru, membuatnya terlihat gagah.

Ada satu kelemahan beliau yang tidak banyak orang yang tahu. Cicak. Iya, lelaki itu sangat takut dengan binatang yang suka merayap di tembok dan melakukan perlindungan diri dengan cara autotomi. Entah apa yang membuat beliau begitu takut dengan cicak. Pasti harga dirinya akan jatuh dan image gagahnya akan tercoreng, jika rahasia itu terungkap.

"Cambuk aja dia sampai mampus, Pak! Salah siapa main mukul orang segala." Edo melipat tangannya di depan dada, melirik kasar Darel yang juga menatapnya.

Mulut Darel seketika terasa gatal, ingin sekali mengeluarkan beribu umpatan kepada Edo. Sayang, umpatan itu kembali tertelan bersama ludahnya dan hanya berani ia ucapkan di dalam hati.

"Diam kamu, Edo! Siapa yang menyuruhmu melipat tangan seperti itu? Mau jadi preman? Iya?" tukas Pak Kadeni sambil memainkan rotan yang ada di tangannya, membuat Edo mendelik ketakutan.

Refleks Edo menurunkan kedua tangan sejajar dengan tubuhnya. Sedikit demi sedikit, kakinya melangkah menjauh begitu sadar Pak Kadeni mendekat ke arahnya. "Eng-enggak, Pak. Ma-maaf, hehe."

"Dia juga mukul saya, Pak," sahut Darel tak mau kalah.

"Enak aja. Dia yang mukul duluan, Pak."

"DIAM!"

Darel dan Edo tersentak kaget, lalu menunduk begitu Pak Kadeni membentak mereka. Edo mengedik, rotan yang ada di tangan Pak Kadeni semakin mendekati pantatnya. Pikirannya sibuk mencari cara supaya rotan yang keras itu tidak mendarat seenaknya di pantat kesayangannya.

"Pak, ada cicak!" teriak Edo. Jemarinya menunjuk ke arah seragam serba cokelat yang Pak Kadeni kenakan.

Pak Kadeni berjinggat ketakutan. Sambil berlari berputar-putar, jemarinya meraba-raba kancing bajunya, melepasnya satu per satu.

It Ain't MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang