Chapter 28 : Tidak Bisa Kembali - 2

919 131 7
                                    


Separate

Chapter 28 : Tidak Bisa Kembali bag. 2

Disclamier : Masashi Kishimoto--untuk karakternya. Dan untuk ceritanya original dari Dian sendiri

Rated : T semi M

Genre : Crime, Romance, Action, Mistery & Komedi (maybe?), etc.

Pairing : SasuFemNaru

Warn! Gender Switch! Typo(s)! OC! OOC! EYD/EBI tidak rapih! Millitary! Soldier!

.

Fuu dan Han memasuki sebuah rumah tua setelah melakukan perjalanan kurang lebih tiga puluh menitan. Keduanya bersikap siaga dan terlihat pula pistol berada di genggaman mereka sebagai antisipasi.

Han membuka pintu tua itu dan melongok dan berjalan masuk setelah memberi kode pada Fuu jika situasi aman. Fuu mengekori di belakang Han saat memasuki ruangan itu. Gelap menyambut mereka, meski kini matahari bersinar terang namun entah mengapa langit berubah menjadi gelap, sepertinya hujan akan turun nanti.

Keduanya saling menjaga punggung, Fuu di depan sementara Han di bagian belakang. "Sebanyak ini?" Fuu berbisik pelan, menatap takjub sekaligus ngeri ketika mendapati gedung tua itu mempunyai banyak pintu ruangan. Fuu yakin mereka tidak akan selesai jika mereka tetap bersama. Mereka harus berpencar. Ya, berpencar.

Setelah membagi daerah, Han dan Fuu berjalan berlawanan arah. Meski terpisah, sebuah alat komunikasi jarak jauh terpasang di telinga keduanya untuk berkomunikasi jika sedang berpencar seperti saat ini.

Fuu mengamati sekitarnya yang terlihat seram. Selain mempunyai banyak ruangan, rumah tua ini dilengkapi dengan berbagai macam jenis hiasan-hiasan seperti patung, pigura besar di dinding, hingga temboknya pun diukir dengan sangat indah. Fuu tidak habis pikir, sebenarnya dulunya rumah ini dipakai untuk apa sih? Mengapa nilai artistiknya sangat tinggi?

Tak kunjung menemukan sesuatu, Fuu akhirnya kesal juga, ia pun  bersender pada dinding di sebelah patung dewa Zeus dan tersentak kaget. Fuu menatap horor dinding tempat ia bersender tadi, secara tidak sengaja ia menemukan sebuah tombol menyaru dengan dinding yang tak sengaja tertekan olehnya.

Tak disangka-sangka, sesuatu berderak dengan sendirinya lalu muncul sebuah jalan pintas seperti sebuah lorong dengan undakan yang lumayan banyak. Sepertinya tangga tersebut menuju pada sebuah ruangan rahasia yang sengaja disembunyikan agar keberadaannya tidak diketahui orang lain.

Dengan sikap hati-hati Fuu memasuki lorong itu, menuruni setiap undakan tangga dan langkahnya terhenti ketika secara mengejutkan pintu rahasia itu tertutup rapat dengan sempurna. Dan saat ia kembali melangkah, lilin-lilin serta obor-obor yang menggantung di dinding lorong tiba-tiba menyala padahal sebelumnya lorong itu lumayan gelap tanpa penerangan apa pun yang memadai.

Fuu terus berjalan tanpa rasa takut namun tak menurunkan tingkat kewaspadaanya. Wanita itu mulai menggeledah tempat rahasia itu sementara di luar ruangan Han berusaha menghubungi Fuu namun entah mengapa wanita itu tidak bisa dihubungi. "Kuharap kau baik-baik saja," doa Han penuh pengharapan.

.

Sementara itu di lain tempat yang gelap, terdapat seorang wanita meringkuk di atas lantai dingin seperti janin.

Wajah wanita itu tertutupi oleh rambut panjangnya dengan sempurna, kedua tangannya diikat dengan tali dibelakang punggung, begitu pula dengan kedua kakinya yang disimpul kuat-kuat.

Keadaannya sangat menyedihkan. Bajunya koyak disana sini, bahkan buah dadanya hampir terlihat karena koyakan itu. Seluruh tubuh wanita itu dipenuhi luka lebam yang sudah membiru bahkan sebagian besar sudah berubah warna menjadi ungu.

Tubuhnya menggeliat cukup membuat sedikit rambutnya tersingkap namun sebagian besar wajahnya masih tertutupi oleh rambut. Bibir wanita itu bergerak, mengucap sebuah kata lirih yang tentu takkan terdengar oleh orang lain.

"Tolong aku."

.

Naruto semakin terdesak. Memang sedari awal Konan sudah memberitahukannya, namun ia tidak pernah menyangka Pein nekad membawa sebagian besar anak buahnya demi semua ini.

Omong-omong tentang Pein, pria itu mundur ketika dihubungi oleh seorang namun tetap memerintahkan anak buahnya untuk tetap berjaga. Bukannya Naruto takut melawan mereka, kalah jumlah bukanlah sesuatu yang bagus, apalagi memaksakan diri meski tahu kekuatan mereka jauh di atas kekuatannya saat ini.

Tidak baik untuk memaksakan diri, yang ada hanya akan menghancurkan diri sendiri. Maka dari itu Naruto tetap bertahan dan terus menyerang dengan harapan bala bantuan yang dipintanya akan segera datang.

Naruto meringis saat pinggangnya tertusuk belati sangat dalam namun dengan cepat ia mencabut belati itu, membaliknya dan menusukkannya ke jantung lawan hingga tubuhnya roboh seketika. Wanita itu memegangi pinggang kanannya yang kini mengeluarkan darah segar. Napasnya terengah-engah karena lelah, apalagi saat ini dia terluka karena pertarungan yang berat sebelah.

"Kau tak apa?"

Utakata berlari menghampiri Naruto sesaat setelah wanita itu mencabut belati yang menancap di pinggangnya. Ketika ia berhenti, sebuah tubuh tak bernyawa itu roboh dengan dada yang tertancap belati.

"Kapan mereka datang?" tanya Naruto tanpa menjawab pertanyaan Utakata sebelumnya. Wanita itu memindai sekitar, orang-orang yang ia bawa memang tak bisa dibilang sedikit namun tetap saja kalah jumlah dengan musuhnya, dan itu sama sekali tidak ada bagus-bagusnya.

Naruto menghela napas lelah, sudah sekitar duapuluh lima musuh yang ia habisi seorang diri tadi, dan tentu saja itu menguras sebagian besar tenaganya. Menghabisi musuh sebanyak itu hanya seorang diri terlebih musuh-musuh yang dihadapinya memiliki bela diri yang cukup memumpuni bukanlah perkara yang mudah. Sekalipun ia prajurit terlatih, tetapi tetap saja Naruto juga seorang manusia yang punya batasan-batasannya.

"Kemungkinan setengah jam lagi," lapor Utakata. "Kenapa lama sekali? Bukankah kau sudah menghubungi mereka sejam yang lalu?" tanya Naruto sedikit kesal. Jika karena bukan sesuatu yang mendesak, sungguh, ia tidak ingin memarahi Utakata seperti ini.

Sempat terlintas di benaknya jika Konan berkhianat, berbalik membantu musuh dan memberinya informasi salah adalah sebuah kesengajaan yang direncanakan untuk menjebak dan membumihanguskan mereka semua dalam sekali serang. Namun ditepis jauh-jauh pemikiran itu. Bagaimana pun juga Konan tetaplah kakaknya, meskipun Konan bukanlah kakak kandungnya melainkan kakak angkatnya namun tetap saja ikatan saudara tidak bisa dipatahkan.

Lalu bagaimana dengan Deidara? Apakah bisa disebut musuhnya ataukah ikatan itu masih ada?

Naruto tidak banyak berkomentar jika hal itu menyangkut Deidara, namun satu yang akan ia pastikan; Deidara tetap kakaknya, kakak keduanya, kakak kandung yang amat disayanginya. Ia tidak akan mempercayai berita atau perkataan apa pun yang berkaitan dengan kakak keduanya itu, dan Naruto akan percaya jika kakaknya sendiri lah yang mengatakan hal itu.

"Eh, kau ingin pergi kemana?" Utakata menahan pergelangan tangan Naruto saat wanita itu hendak pergi. "Mencari jalan keluar untuk para pengusaha-pengusaha itu, kau tidak ingin melihat tubuh mereka terbaring di lantai yang tergenangi oleh darah, kan?"

"Tapi lukamu-" Utakata tidak melanjutkan ucapannya namun pandangannya tertuju pada luka tusuk dipinggang Naruto yang masih meneteskan darah, membuat baju putih yang wanita itu kenakan berubah menjadi merah. "Sepertinya dalam," tambahnya lagi dengan suara pelan.

Naruto tersenyum tipis, sedikit terharu saat tahu ada seseorang yang mengkhawatirkannya. "Aku tidak apa-apa," kata Naruto menenangkan. "Bukankah aku ketua kalian? Jika aku selemah ini, mana bisa aku memimpin kalian semua?" tanyanya dengan tawa yang khas, dan tawa itu sama sekali tidak membuat Utakata tenang.

.

TBC

Sampai jumpa di chapter-chapter selanjutnya!^^

Diandra Nashira,
Senin, 05 Februari 2018

Separate (END)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang