Chapter 5

4 1 0
                                    

Hati yang Tak Terpilih

Angin berhembus dari sela-sela jendela kereta api.

Tak lama lagi aku sampai di kota hujan kembali.

Kota dimana perjuangan akan dimulai kembali.

Kota yang menjadi saksi diri berdiri dengan kaki sendiri.

Hidup merantau seorang diri.

Jauh dari kampung halaman yang asri.

Kawan-kawan yang menemani jadi pelibur sepi.

Luka yang lalu kini sudah terobati.

Puisinya kurang lebih seperti itu, menggambarkan kisah perjalanan singkatku ke Semarang. Luka sudah pelan-pelan terobati, diobati oleh rasa cinta yang membawa energi positif untuk memulai hidup kembali. Keesokan harinya setelah sampai di Semarang aku menghubungi dosenku untuk memberikan hasil revisiku. Responnya masih sama saja, namun rasanya berbeda. Aku tak pernah bawa perasaan lagi saat menghadapi dosenku. Aku sudah terbisa luka karena itu, jadi hanya cukup dijalani saja dan perbaiki apa yang menurutnya salah.

Masalah Fariz, aku tetap berkomunikasi dengannya. Memang tidak ada pesan-pesan spesial, hanya membahas materi bukuku saja atau sekedar memantau dirinya mabuk atau tidak semalam. Aku mencoba membunjuknya untuk tidak mabuk pada malam jumat. Aku berpikir bahwa perubahan dirinya yang seperti itu tampaknya tidak mungkin berubah langsung drastis. Aku berkata kepadanya untuk setiap seminggu sekali minimal ada satu malam yang dia tidak minum. Lalu, minggu depannya dua hari tidak minum dan begitu terus selanjutnya. Dia pun mengatakan bahwa dia ingin mencobanya.

Minggu pertama aku mencoba bertanya kepadanya tentang usahanya menghindari minuman itu. Alhamdulillahdia berhasil melakukannya. Senang sekali waktu dia mengatakan bahwa dia tidak minum malam tadi. Aku juga berusaha untuk selalu mengingatkannya dan menenangkannya waktu dia lagi ada masalah. Aku banyak menyuruhnya sabar akan rezeki dan tetap semangat dalam mencarinya. Ya, walaupun sebenernya aku tau kata-kata yang aku sampaikan adalah kalimat yang bisa dia tebak. Minimal dia mempunyai orang yang diajaknya cerita dalam masalahnya. Sebenarnya aku juga tidak percaya mengapa dia memilih bercerita kepadaku, padahal dia termasuk orang yang pendiam dan tidak banyak bicara.

Setiap hari kami banyak berbicara tentang hujan. Kalimat yang menanyakan “kak? Hujan tidak malam ini?” menjadi kata andalan untuk memulai pembicaraan. Hujan terkadang sangat membantu sekali. Dia sering mengirim gambar awan dan mengatakan bahwa langit sedang mendung. Kemudian aku menyuruhnya istirahat bila nanti hujan datang. Aku tau dia bercerita seperti itu, sebenarnya ingin mengatakan bahwa dia tak dapat mengamen malam ini sehingga mungkin tidak akan ada pemasukkan untuk modal jualan esok harinya. Namun, selalu kuajak dia berdoa saat hujan turun. Aku tau bahwa ada doa yang mustajab saat hujan turun dan ada keberkahan dibaliknya. Sekali-sekali saat dia bercerita tentang susahnya hidup, aku suka binggung sendiri karena kesusahan itu yang membuat kami tertawa bersama. Tertawa membuat semuanya menjadi ringan dan membuat kami semakin kuat. Aku senang menjadi pendengar yang baik baginya dan berharap dia akan tetap seperti ini sampai nanti yang entah sampai kapan.

Aku sempat menanyakan masalah cinta pertamanya. Cinta yang membuat dia jatuh sejatuh-jatuhnya. Kisah kelam yang ku harap tidak terjadi lagi dalam hidupnya. Alangkah sakitnya ditinggal saat lagi sayang-sayangnya. Cukup kebahagiaan saja yang datang dalam hidup dia dan keluarganya. Aku sangat berharap sekali akan hal itu. Suatu pagi setelah menyanyakan masalah cinta pertamanya, aku sempat bertanya dengannya seperti ini melalui pesan singkat.

“apakah sekarang kakak mempunyai kekasih? Tanyaku.

“Mau aku jawab jujur, tidak? Tapi jangan baper(bawa perasaan) ya? Tanggapnya.

“Iya kak, InsyaAllah ngga” Jawabku singkat

“Sejak masalah cinta pertama itu, aku sudah tidak lagi menggunakan hatiku dalam  mencintai wanita. Aku tau kamu ada perasaan sama akunya. Tapi ga ku tanggapi kenapa? Aku kasihan sama dirimu. Soalnya aku sama cewe sekarang tinggal nafsu. Hati ga ada, makanya dirimu ku diemin soalnya aku ga mau ngerusak dirimu”. Perjelasnya.

Sontak langsung aku terdiam, terutama saat kalimat bahwa dia tau aku mencintai dirinya. Kegilaan pagi macam apa ini yang harus aku hadapi dan seketika hatiku rasanya sakit sekali dicampur dengan rasa sesak yang dalam. Sungguh aku tak bisa diposisi ini. Tanganku gemetaran, badanku berasa dingin semua. Aku binggung harus membalas apa pada pesan yang tak seharusnya ada. Aku berpikir bahwa dia akan mengatakan bahwa dia memiliki kekasih atau tidak. Jujur, aku tak menyangka dia berpikir seperti itu dan langsung mengatakan pendapatnya tentang rasa yang telah muncul sejak awal. Entah berapa macam rasa yang tiba-tiba datang setelah aku membaca pesan itu. Rasa malu, rasa sedih, rasa senang, risau, gundah, dan tak tau arah. Malu adalah kata yang sangat wajar, karena diriku tak pernah mengalami hal seperti ini dan akhirnya dia pun tau bahwa aku menyukainya tanpa aku berkata apapun tentang cinta. Sedih karena aku aku tau bahwa dia tak memiliki hati padaku. Layaknya fitrah manusia yang lain, aku juga ada rasa ingin dicintai atau disayangi dan jujur aku tak menyangkal semua itu. Rasa senang karena tanpa aku bilang cinta, dia tau bahwa aku mencintainya dan ada kesenangan lain yakni sekarang aku tau bagaimana perasaannya padaku. Rasa risau dan gundah karena aku tak tau harus balas pesannya bagaimana. Akhirnya, setelah bermacam rasa datang menghampiriku, aku memutuskan untuk berkata jujur padanya.

“Jujur kak, aku juga tidak tau rasa apa yang datang sejak 14 Oktober waktu itu. sejak rasa itu ada, aku langsung membicarakannya dengan Tuhan. Aku berdoa agar rasa ini digunakan sebagaimana mestinya. Tidak dinodai dengan hal-hal yang buruk dan menjaganya dengan benar.”

Dia sempat bercerita bahwa diriku adalah wanita yang berbeda. Dia berkata bahwa banyak yang sudah menyukainya dan tidak ada yang seperti aku. Aku berbeda cara dalam mencintainya dan berbeda cara dia menanggapiku. Dia berkata bahwa aku adalah wanita yang beruntung karena aku tidak dirusak olehnya. Aku tak tau itu kabar baik atau buruk, sesaat aku binggung menanggapinya. Lantas saja aku menjawab bahwa aku juga tidak tau rasa apa ini, dari mana asalnya dan bagaimana menyikapinya. Aku hanya ingin menggunakan rasa ini dengan hal-hal yang baik saja selagi Tuhan masih menitipkannya padaku. Apa aku salah? Aku juga tidak mengerti. Maafkan aku.

Hatiku memang sakit saat ini karena tak terpilih. Namun, aku melihat sisi berbeda dari semua ini. Aku lebih sedikit lega dan lebih bersabar dalam cinta. Aku juga mengerti bahwa cinta itu tak harus bersama, tak harus pacaran, tak harus diungkapkan dengan hal yang jelek-jelek. Aku berhasil membuktikannya, cinta yang ada membuatku lebih dekat dengan Tuhan. Aku lebih banyak berdoa dan lebih lama waktunya. Aku sangat suka cara Tuhan mengatur cinta ini, sungguh indah dan nyata serta banyak pelajaran yang dipetik. Aku dan rasaku yang masih ada. Setiap pagi aku bangun dengan penuh penasaran dengan rasa ini. apakah masih ada atau tidak.

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : Jan 13, 2018 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

Andai Cinta Tak Datang Malam Itu.Où les histoires vivent. Découvrez maintenant