6. Harus Dewasa

4.2K 236 3
                                    

Ima tengah menonton siaran televisi jam menunjukan pukul 9 malam. Sementara Ilham belum juga pulang membuat Ima merasa begitu kesepian, bahkan cemilan yang ia beli tadi setengahnya sudah habis, duduk berbaring lalu berdiri duduk lagi dan berdiri terus seperti itu, bahkan acara Tv sudah tidak menarik lagi baginya.

Hingga matanya malah terasa begitu berat seakan ada benda yang tengah menimpa matanya saat ini, hingga Ima memilih berbaring di atas Sova perlahan Ima memejamkan matanya hingga tidak ada lagi pergerakan disana sudah di pastikan Ima telah pergi ke alam mimpinya

Beberapa menit kemudian Ilham pulang, Dia menatap terkejut dengan pemandangan di depannya. Meja tamu sangat berantakan dan kotor, Ilham sempat menggelengkan kepalanya, ada sampah plastik makanan ringan tak lupa juga beberapa bubuk kripik yang sudah terkapar di lantai, ini pasti tikus besar yang sudah membuat ruang tamunya berantakan.

Di lihatnya Ima yang tengah terlelap di atas Sova, meringkuk seperti janin yang berada di dalam kandungan, gadis itu sama sekali tidak merasa keberatan dengan posisi tidurnya terlihat begitu nyaman untuknya.

"Dasar Tikus nakal, dia bilang akan berubah tapi masih sama kekanakan." Ilham menggerutu kesal, Ia mengambil satu persatu plastik dan cemilan yang tergeletak, membersihkannya sampai bersih.

Setelah dilihatnya bersih, Ilham segera menuju Ima gadis itu bahkan masih lelap dengan tidurnya. Sejenak ia menatap wajah Ima, wajah yang kenyataanya tidak pernah berubah dari kecil wajah cantik dengan kulit putih, bibir yang tipis membuat Ima terlihat begitu manisnya yang selalu membuat Ilham remaja merasa tenang.

Tetapi ternyata sekarang ia bahkan tidak merasakan itu, Ilham tidak merasakan getaran apapun di dekat Ima ini memang aneh dan Ilham juga tidak mengerti dengan perasaanya.

Dengan penuh hati-hati karena ia tidak mau Ima sampai terbangun, Ilham mendekat menyelipkan salah satu tanganya ke punggung Ima.

"Heumm nyam nyam." Ima tampak sedang mengunyah dalam tidurnya, membuat Ilham hampir saja ingin tertawa. Ilham mencoba untuk mengangkat tubuh Ima tentunya dengan hati-hati.

"Kak Ilham." Ima malah terbangun saat Ilham sudah mengangkat tubuhnya, membuat Ilham malah terjebak dalam posisinya yang begitu dekat dengan Ima, Ilham mematung jantungnya berdetak cepat mulutnya tidak bisa berkata apa-apa seolah tatapan Ima membuat seluruh sarafnya lumpuh.

Dengan polosnha Ima malah mengalungkan kedua tangannya.

"Kakak mau apa?" tanya Ima dengan suara lembutnya.

Ilham segera menurunkan Ima, membuat Ima terkejut.

"Aku pikir, kamu tidak akan bangun." Ilham sedikit terbata.

"Yah, padahal Ima seneng banget di angkat sama kakak tadi. " Ima mengerucutkan bibirnya.

"Suruh siapa kamu bangun, jadinya aku turunkan lagi. " Ilham berkata dengan ketus.

Ima kembali mengerucutkan bibirnya, lalu tatapannya tertuju kepada kantong plastik putih berukuran sedang di atas meja.

"Itu apa?" tanya Ima.

"Itu Pecel, entah saat pulang aku malah kepikiran beli itu buat makan, karena aku yakin kamu pasti belum makan." Ilham segera membuka tali plastik itu lalu memperlihatkan kepada Ima.

"Wah Kakak ini baik banget deh, tau aja Ima lagi laper bahkan cemilan pun udah abis tapi perut Ima tetep laper." Ima berkata dengan mudahnya tanpa memikirkan atas ulahnya memakan cemilan itu dengan sampah yang di biarkan berserakan.

"Ya sudah sekarang siapkan di meja, aku mau ke kamar mandi dulu."

"Baiklah." Dengan semangat Ima mengambil plastik itu lalu berlalu dari hadapan Ilham, Ilham hanya menggeleng melihat kelakuan Istrinya.

Unconditional Marriage Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt