7. Dia Kembali

4.2K 216 2
                                    


Ima tengah berada di dapur, wajahnya prustasi karena telur ceplok buatanya untuk kesekian kalinya harus terbuang karena gagal dan gagal lagi, Ima sudah berusaha bersabar yang ada malah telur itu mementalkan sesuatu ke pipi mulusnya sontak membuat Ima malah meringis dan berteriak terkejut sekaligus kesakitan.

"Huaaa panas." Ima mengibas pipinya.

"Kenapa Ima?" Ilham yang baru saja datang menghampiri Ima dengan khawatir.

"Pipi Ima panas," ucapnya seraya memegang pipinya yang sudah kemerahan, Ilham segera mematikan kompor.

Lalu membawa Ima untuk segera duduk, Ilham beranjak untuk mengambil obat oles untuk luka terbakar.

"Mana coba aku lihat." Pinta Ilham seraya menarik tangan Ima yang sedari tadi menutupi pipinya.

"Ima gak mau di obatin." Wajah Ima pucat dia ketakutan.

"Ima, kalau tidak di obatin nanti malah jadi parah."

"Tapi..." Ilham berhasil melepas tangan Ima yang sedari tadi terus menutupi pipinya, sejenak Ilham membuang nafasnya dengan kasar sementara Ima tidak berani menatap Ia masih menunduk, membiarkan Ilham mengobati lukanya, tidak menunggu lama Ilham sudah mengoleskan obat gel di pipi Ima, gegara belajar memasak Ima malah jadi terluka.

"Lain kali kalau mau masak telur, apinya jangan terlalu besar." Ima mnunduk,

Tuh kan di kritik lagi jadi semakin tidak meyakinkan di mata Ilham, Ima merutuki kebodohanya.

"Ah tadi juga gak besar ko, dasar telurnya aja yang nakal."

Ilham malah tersenyum mendengar ucapan Ima entah, kenapa Ilham merasa ada kegelian saat mendengar perkataan yang di lontarkan oleh Ima, Ima terdiam menatap suaminya yang tersenyum begitu indahnya.

"Kakak senyum."

"Hmmm, oh ya biar aku saja yang memasak." Ilham mengalihkan pembicaraan, sepertinya lelaki itu memang tak suka jika Ima bertanya seperti itu, Ima mengerucutkan bibirnya sementara Ilham kembali menyalakan kompor dan mengubah lagi masakan dengan yang baru, Ima hanya menatap dari bangku melihat suaminya yang tengah memasak.

Masa Ima kalah sama laki-laki, seharusnya ia bisa memasak mungkin gara-gara selama ini ia selalu di manjakan makanya Ima jadi serba tidak bisa, andai saja waktu bisa di putar Ima pasti tidak akan seperti ini mungkin ia akan jadi gadis yang hebat dalam berbagai hal.

"Jangan mencoba memasak telur lagi! Masaklah makanan yang lain." Ilham menyimpan hidangan yang tanpa Ima sadar sudah jadi dan kini berada di depanya, hidangan omlete makanam kesukaanya.

Ima tersenyum manis. "Wah Kak Ilham hebat juga, Ini kan makanan kesukaan Ima."

"Kalau kamu suka cepat makan!" Perintah Ilham dengan datar.

"Iya, dengan senang hati." Ima segera mengambil omletenya lalu menyantapnya dengan nikmat, Ima mengunyahnya dengan pelan seakan meresapi apa yang sedang ia makan dan rasa lembut terasa di lidahnya, ini sangat enak bahkan lebih enak dari omlete buatan Mamahnya.

"Bukan ganteng saja, ternyata suamiku ini pinter memasak juga ya." Ilham tidak menjawab ia sibuk dengan sarapanya, seperti biasa Ima tidak akan pernah diam walau Ilham mengabaikannya.

"Apa yang akan kamu kerjakan sekarang?" Ilham kembali berkata.

"Maksudnya apa?"

"Main, jalan-jalan, atau apa gitu? aku tau kamu bosan dirumah."

"Iya sih bosan, tapi bosanku akan terbalas senang saat menunggumu pulang." Ima tersenyum begitu manis membuat kedua lesung pipinya terlihat, membuat hati Ilham sedikit tersentuh mendengar perkataan Ima.

Unconditional Marriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang