17. Menyentuhmu

6.5K 257 14
                                    


Siang ini sedikit cerah, tetapi tidak secerah hatinya, setelah berpikir untuk tetap diam di rumah Ibunya ternyata itu malah membosankan baginya.

Ima memilih diam di kafe tempat biasannya mencoba melupakan malam itu. Yang perlu ia pikirkan sekarang, bagaimana cara membuat Ilham mencintainya? dari dulu Ima gadis yang egois jika dia ingin satu maka harus satu begitu juga pilihanya ia ingin Ilham dan selamanya tetap Ilham tidak peduli lelaki itu mencintai gadis lain selain dirinya.

Ima yakin perlahan Ilham akan mencintainya, dan anggap saja ucapan semalam itu tidak pernah terjadi Mita memang beruntung di cintai Ilham tapi baginya ialah yang lebih beruntung karena menjadi istrinya

"Hai, Ima." Ima menoleh ke arah suara itu, suara yang sudah lama tidak ia dengar setelah berhenti bekerja.

"Rian." Ima menatap lelaki itu.

"Bagaimana kabarmu?" Rian tersenyum.

"Baik, kamu sendiri?" Ima sedikit senang.

"Beberapa hari ini aku tidak baik." Rait wajah Rian terlihat berubah.

"Kenapa?"

"Karena aku tidak bertemu denganmu."

Deg...

"Maafkan aku, aku terlalu sibuk dengan rumah tanggaku hingga aku lupa denganmu."

"Tidak apa, yang terpenting sekarang aku bisa melihatmu lagi, bagaimana rumah tanggamu dengan Ilham?"

"Baik." Dustanya

"Syukurlah, jadi aku tidak perlu datang ke rumahmu untuk menjelaskan malam itu."

"Kak Ilham mengerti dan dia tidak memperpanjang masalahnya."

"Syukurlah, terus apakah Ilham mengijinkanmu bekerja lagi?"

"Tidak, Kak Ilham akan marah besar jika aku bekerja lagi." Ima menunduk.

"Sepertinya kamu memang harus menurut, bagaimana pun dia suamimu."

"Ya begitulah." Ima tersenyum, hari ini tampak asik berbincang dengan Rian setengah perasaanya berubah tidak lagi merasa sedih karena semalam,  gurauan lelaki di depannya ini sedikit menghiburnya.

Rian dengan setia menemaninya mendengar semua curhatannya, sungguh Ima merasa begitu beruntung mendapat sahabat seperti Rian yang baik hatinya, andai saja Ilham yang seperti ini mungkin Ima akan semakin mencintainya namun Ilham tidak seperti Rian mereka itu berbeda.

***
Setelah berbincang dengan Rian, Ima memutuskan untuk pulang tetapi bukan ke rumahnya, melainkan ke rumah Ibunya, entahlah Ima masih tidak sanggup jika harus bertemu suaminya.

"Mah, kerumah sakit saja ya wajah Mamah pucat Ima gak tega lihatnya." Ima terus membujuk Ibunya.

"Ima Mama gapapa kok, kamu gak usah lebay deh." Ima mengerucutkan bibirnya. "Maukah Ima temani Mama sebentar."

"Dengan senang hati Ima akan
menemani mama," ucap Ima tersenyum lembut, dia tersenyum tapi tidak dengan sang Ibunda wanita itu malah merintihkan air matanya membuat Ima malah menjadi bingung bertanya-tanya.

"Mah kenapa menangis? Apa ada yang sakit?" Ima berubah menjadi khawatir, tangisnya berubah menjadi senyuman namun bercampur dengan wajah sendu.

"Tidak sayang, Mama hanya senang melihatmu yang sekarang, semenjak kamu menikah jujur mama merasa kesepian kehilangan sosok dirimu."

"Mafkan Ima mah, jika saja Ima tidak memaksa mama untuk menikahkan Ima saat itu mungkin sekarang Ima masih tinggal disini, jujur Ima menyesal Mah." Ima berubah menjadi sendu ia menunduk.

Unconditional Marriage Où les histoires vivent. Découvrez maintenant