Sayatan

3.8K 271 52
                                    

"Tak selamanya luka terus-terusan terbuka, akan ada saat dimana sang penyembuh datang dan menghilangkan perlahan luka itu. Hanya perlu menunggu kapan waktu itu tiba."
-Aisyah Fatimah Azzahra.

🌹Author pov🌹

"Mama? Ma? Zafran????"

Althaf berteriak memanggil kedua orang yang selama ini selalu ia sakiti fisik bahkan batinnya tanpa henti.

Berlari menuju tangga rumahnya, tempat terakhir ia meninggalkan Zafran dan Mama nya dengan penuh tangisan dan darah. Rasa bersalah kembali hadir memenuhi semua raganya. Jika saja ia tidak mengikuti nafsu setannya semua ini tidak akan terjadi. Ia mengingat kembali ucapan Aisyah bahwa tidak ada yang bisa disalahkan dalam takdir. Tapi mengapa rasanya sangat sakit dan sulit? Menyentuh pelan dadanya, sakit. Apa ini yang sama dirasakan oleh mama dan Zafran? Atau bahkan lebih dari ini?

Rumah sakit.

Ya, Althaf ingat tadi mama nya menelpon pihak rumah sakit. Pasti sekarang mereka sudah membawa Zafran. Kembali turun lagi, Althaf mengas motornya menuju kawasan rumah sakit mana pun. Sebab ia sendiri belum tau rumah sakit mana tempat Zafran dibawa.

Sudah 3 jam menelusuri semua rumah sakit tapi ia belum menemukan titik pencerahan dimana bisa menemukan keduanya. Pikirannya kacau, ia tidak bisa berpikir dengan jernih bahwa ada telpon yang bisa di gunakan untuk menelpon mama nya. Kepanikan dan rasa bersalah yang menghantam dadanya menutupi jalan pikirannya.

Sampai satu titik terlihat rumah sakit yang berada tidak jauh dari sudut pandang mata kanannya. Ada sedikit perasaan menghangat melihat gedung bercatkan putih dan hijau tua itu, pasalnya ini mungkin sudah rumah sakit yang terakhir ditelusurinya sepanjang jalan 3 jam. Semoga saja ia menemukan apa yang seharusnya ditemukan saat ini juga.

Melepaskan helm kesayangannya dan berlari menerobos banyak orang yang berada di koridor rumah sakit yang dilihatnya tadi. Jiwa setan dari diri Althaf hadir, ingin menghempaskan manusia yang menghalangi jalannya. Tapi ia urungkan niatnya itu, untuk kali ini tidak ingin membuat kegaduhan. Bisa-bisa ia membuat mama nya khawatir lagi, sudah cukup. Terakhir, kejadian tadi terakhir, mungkin saja.

"Mbak ada pasien yang bernama Muhammad Zafran Reynand dirawat disini?" tanya Althaf dengan tidak sabaran menunggu jawaban.

Suster yang ditemui Althaf gelagapan, ia disini hanya bertugas mengantar makanan untuk pasien di rumah sakit. Lagian di rumah sakit ini ada banyak pasien, mana mungkin ia menghafalkan semuanya. Seharusnya lelaki di depannya ini menanyakan pada resepsionis rumah sakit, bukan padanya.

"Untung ganteng masnya."

Althaf yang melihat tidak ada pergerakan sama sekali dari suster mengeram kesal. Malah tatapan memuja suster itu yang didapatkannya. Decakan dan bunyi sepatu berlari menyadarkan suster itu pada kenyataan. Melihat punggung pangeran berkuda putih itu menjauh. Menghela nafas pelan.

"Buang-buang waktu gue ae ck." decak Althaf selama berlari mengitari perkarangan rumah sakit.

Mengecek ruangan di kanan dan kiri setiap lorong di rumah sakit. Dan, Sang Pencipta menunjukan Cinta-Nya pada Althaf kali ini, dan selamanya. Ia dapat melihat dengan jelas raut kecemasan dan kesedihan pada mama nya yang bersender pada kursi rumah sakit. Segukan tangisannya dapat mencabik-cabik hati Althaf, lagi.

Althaf meremas dadanya, sakit. Sungguh sakit, tapi itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang ditorehkannya selama ini bukan?

Segera ia memeluk mama nya, mencoba menerobos dinding yang selama ini ia buat diantara keduanya. Menumpahkan segala rasa cinta dan sedih bersama.

Susi tersenyum hangat membalas pelukan buah cintanya bersama Baskoro. Mengelus rambut anaknya, semoga Althaf mengerti bahwa tidak ada seorang ibu yang tidak mencintai anaknya. Begitu pula dengannya. Ia pernah berjanji untuk terakhir kali kepada Almarhum suaminya, untuk menjaga kedua anak mereka. Walaupun Zafran bukan anak kandung mereka.

"Jangan tinggalin Althaf, ma. Jangan pernah." mempererat pelukan disana.

"La sayang, la. Kamu harus percaya mama mencintai kamu dan Zafran sepenuh hati dan jiwa raga sekalipun nyawa mama sendiri taruhannya." tumpah ruah lah tangisan penuh kesedihan dan cinta yang membalut diantara ibu dan anak itu.

Ucapan Susi memohok hati Althaf yang paling dalam, sungguh rasa bersalahnya semakin menjadi-jadi. Bahkan karena dirinya lah mama nya itu harus kehilangan sosok suami yang selama ini selalu menemaninya, meninggalkannya bersama perih dan luka.

Apakah tidak ada kesempatan untuk Althaf menggapai tangga kebahagiaan? Merasakan kebahagiaan itu lagi? Apa itu arti tawa dan senyum yang sebenarnya? Sungguh, ia berpikir lebih baik ia yang saat itu meninggal, bukan papa nya. Mama dan Zafran harus menjadi korban kebencian yang menutupi mata hatinya yang seharusnya itu semua dipanahkan untuk dirinya semata.

Hati Susi ikut bergetar bergemuruh merasakan kepedihan pancaran mata buah hatinya itu. Ia sudah mengikhlaskan goresan takdir yang selalu menghampiri keluarga kecil mereka. Sebisa mungkin ia merelakan kepergian suaminya dan mencoba bangkit. Bersyukur karena Allah masih memberinya kesempatan untuk mengurus kedua anaknya. Ia percaya bahwa Allah adalah sebaik-baiknya penolong.

"Jangan pernah berpikir kalo kamu yang lebih pantas meninggal daripada papa. Semua itu sudah diatur Allah, hidup dan mati rahasia Allah. Berhenti menyalahkan takdir dari sekarang, buka lembaran baru hidup kamu tulis dan ukir dengan tinta berwarna indah. Percaya sama mama, sayatan hati kamu pasti akan hilang. Kamu juga pantas bahagia sayang. Berdamailah dengan masa lalu, pasti almarhum Papa kamu di Surga bahagia melihat putra kesayangannya bangkit dari keterpurukannya." Susi mengelus punggung Althaf yang bergetar juga dapat didengar bunyi detak jantung diiringi tangisan pilu tanpa henti.

"Maafin Althaf ma, maaf." batin Althaf berteriak mengucapkan maaf ribuan kali. Seakan kata maaf sudah tidak dapat lagi menembus dosa-dosa karena ulahnya.

Setiap yang bernyawa pasti akan menemukan ajalnya. Tidak ada yang kekal di dunia ini selain Allah, Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Althaf masih mengingat jelas kata demi kata yang Aisyah ucapkan padanya di bawah rintik hujan kala itu. Lukisan senyum indah itu pun masih tersimpan dalam benaknya. Tidak dilupakan, berniat untuk melupakannya saja tidak ada sedikit pun.

Ada dua kini bidadari yang mengisi hatinya, Mama dan Aisyah.

"Althaf bakal jaga mama dan Zafran disini pa, Althaf janji." hanya dalam hati ia dapat berjanji sambil membayangkan senyum dengan kesan wibawa almarhum papanya. Membawa sosok itu kembali hadir lagi.

Susi melepas pelukannya, menghapus jejak air mata yang belum bisa berhenti di mata Althaf mewarisi mata almarhum suaminya. Tercetak jelas mata itu menandakan sudah lelah untuk mengeluarkan air mata disana, seraya berkata, "karena luka, dapat mengembalikanmu kepada Sang Pencipta." memang terdengar seperti bisikan halus tapi dapat membuat pikiran Althaf melayang jauh memikirkannya dan terus bermonolog hati.

"Sang Pencipta?"

🌻🌻🌻


Kalau ada waktu, jangan lupa vote dan berikan sedikit komentar ya.

Terimakasih, sampai berjumpa di part selanjutnya!🖤

Cinta Suci AisyahWhere stories live. Discover now