Bab 17

31.2K 3.7K 606
                                    

SEBUAH SENYUMAN

------------

“Ya! Pagi-pagi sudah mengantuk saja,” tegur seseorang yang baru saja mengisi bangku kosong di hadapannya. Dia Yoon Haechan. Lelaki itu tengah menatapnya sambil terus memainkan alis matanya yang di naik turunkan.

Jungha berdecih kesal, lalu memajukan tubuhnya berniat untuk mengambil alih earphone yang tengah menggantung di leher Haechan. “Aku pinjam,” ucap Jungha saat earphone tadi sudah berada di tangannya.

“Haduh, Jungha. Tolonglah, pakai aba-aba jika ingin menciumku.”

Membelalakkan mata, Jungha lalu mengangkat tangannya yang terkepal. “Coba perjelas ucapanmu barusan!”

Tanpa menunggu reaksi Haechan, Jungha langsung merogoh ponselnya di saku rok kemudian menghubungkan kabel earphone ke ponsel pintar miliknya. Selanjutnya, gadis itu memasang earphone di telinganya dan mulai mencari lagu ceria pengusir kantuk.

Gadis itu menganggukkan kepalanya sesaat saat lagu pilihannya mulai mengalun. Jungha bersenandung pelan sebelum akhirnya mulut gadis itu mendadak kelu saat empat orang pemuda dalam balutan seragam sekolah, serta hoodie dengan tudung yang menutupi kepala hingga separuh wajah mereka, memasuki kelas. Keempatnya berjalan dengan tatapan tajam ke depan, membuat Jungha menghela napas.

Empat orang —yang tak lain dan tak bukan adalah Han Taeyong, Joon Jaehyun, Moon Tae Kun, dan Jeon Yuta— selalu berhasil mengalihkan fokusnya. Bukan hanya dirinya, bahkan semua teman kelasnya. Kelas yang tadinya berisik mendadak diam saat keempatnya mulai memasuki kelas. Tak dapat diurungkan bahwa aura mereka sangatlah kuat, membuat siapa pun akan peka dengan kehadiran mereka.

Kelas mulai ribut kembali, apalagi saat suara di speaker kelas berbunyi agar semua guru datang ke aula untuk rapat agenda sekolah. Jungha mendengus, lantas menolehkan kepalanya ke belakang pada empat pemuda yang tengah terdiam dan salah satu dari mereka menjatuhkan kepalanya di meja, masih dengan jaket serta tudung yang menutupi kepala. Dia Taeyong.

Ngomong-ngomong soal lelaki itu, kemarin setelah Jungha bertanya padanya, Taeyong hanya terdiam sebelum akhirnya berdeham. Jungha bingung harus mengartikan deheman lelaki itu sebagai ‘iya’ atau ‘tidak’. Karena pada akhirnya, lelaki itu langsung bangkit dan berjalan ke arah jendela, lalu menghilang. Dan setelah hari itu, Taeyong tak kunjung menemuinya.

Entahlah Jungha tidak mengerti. Sikap lelaki itu selalu berubah-ubah. Kadang baik dan menyebalkan. Kadang juga ... menyeramkan.

Jungha membalikkan tubuhnya, lalu kembali merogoh ponselnya dan menaikkan volume suara sampai batas paling keras agar tidak mendengar suara riuh kelas. Jungha terdiam, hanyut dalam lagu-lagu yang mengalun indah di telinganya. Sampai sebuah tangan mengintrupsinya untuk menoleh.

“Kau tidak ke kantin?” tanya Ara setelah gadis itu mencabut salah satu earphone Jungha.

“Sepertinya tidak. Aku mengantuk.”

Ara mengangguk. “Baiklah, aku akan pergi ke kantin bersama Hina. Jika kau ingin sesuatu hubungi aku saja.”

Jungha menganggukan kepalanya. Ia lalu melipat tangannya dan membenamkan kepalanya di sana. Belum sempat memejamkan mata, Jungha merasakan sakit luar biasa di dadanya. Ah, sial! Ada apa ini? Kenapa akhir-akhir ini gadis itu selalu dihantui oleh rasa sakit yang dia sendiri tak tahu apa penyebabnya.

Jungha memutuskan untuk pergi ke luar kelas. Gadis itu memilih ke belakang sekolah yang lumayan sepi.

Sampai di sana, Jungha langsung menyandarkan tubuhnya pada dinding sambil terus meringis memegangi dadanya. Perih, entah apa yang harus dia lakukan untuk menghilangkan rasa sakit ini selain berteriak meringis. Demi apa pun, rasa sakit ini benar-benar menguras tenaganya sampai-sampai untuk menopang tubuhnya pun terasa sangat sulit.

[END] MR. VAMPIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang