Pernikahan

33 3 5
                                    

Aku tidak tahu kalau kamu bisa seperti ini. Kamu yang cuek dan tidak pernah memikirkan seperti apa orang lain menilai penampilanmu, bisa menjelma menjadi wanita yang sangat cantik. Hingga membuat mataku enggan menatap ke arah yang lain.

Ah, andai dulu kamu sering berdandan seperti ini. Tentu tidak dengan paes hitam pekat yang menutupi keningmu, juga cundhuk sembilan tangkai yang bergoyang tiap kali kamu menggerakkan badan, dan untaian melati yang terjuntai hingga ke bagian dadamu. Cukup dengan sapuan bedak dan lipstik, aku pasti akan berteriak senang tiap kali kita jalan. Bahkan melamarmu detik itu juga.

"Mau diambil foto?"

Kamu tersenyum. Aku tertawa kecil. Ini sungguh mendebarkan. Aku tidak ingin kehilangan kesempatan ini. Jadi, mengabaikan rasa malu pada para tamu undangan, tubuhku mendekat ke arahmu. Bahkan bahumu menempel di dadaku. Tidak masalah, bukan? Setelah ini hidup kita sudah berbeda.

"Lihat sini ...." Si kamerawan memberikan arahan. "Satu ... dua ...."

Dan cahaya dari kamera membuatku sadar. Aku bukan pengecut seperti yang kamu katakan dulu. Hasil jepretan si kamerawan adalah bukti kalau aku mampu berdiri di atas pelaminan ini sesuai permintaanmu.

Dua kali si kamerawan mengambil gambar. Lepas itu, kita bersalaman lagi.

"Terima kasih udah datang," ucapmu seraya tersenyum dan memelukku.

Batas SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang