Selamanya Bersama

25 3 5
                                    

Pemberkatan itu tidak akan dilakukan di gereja, juga bukan pada pagi hari seperti keputusan umum calon mempelai. Ketika ditanya kenapa menginginkan hal tersebut? Dia hanya menjawab dengan perkiraan bahwa hal tersebut bisa menjadi sesuatu yang tak terlupakan. Namun, apa yang menjadi landasan sesungguhnya tidak ada yang tahu. Termasuk orang yang akan menjadi pasangannya kelak.

Semua berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Beku atau tidak hatinya kini bukan merupakan bahan pemikiran utama. Terbuka sekarang pun tidak akan ada guna, mengingat dia terlahir tanpa kodrat istimewa. Menempatkannya di tengah masyarakat yang sama. Beradaptasi, berbaur, bergaul, tanpa pernah sekalipun menanggalkan topeng.

"Sudah siap?"

Emma mengangguk. Sedikit melebarkan bagian bawah gaun putihnya sebelum mengapit lengan sang ayah. Ini hari bahagianya. Ini yang dia nantikan. Tidak ada alasan untuk bermuram durja. Sebentar lagi, hanya harus bersabar untuk beberapa menit lagi, baktinya kepada keluarga akan selesai. Lepas itu, dia akan terbebas.

Senyum Emma semakin mengembang, terlebih saat mata birunya menangkap sosok yang dirindu. Mengangguk samar, dia mencoba memberi isyarat kepada si wanita.

Tatapan teduhnya kembali menghadap depan. Menghela dalam udara sisi danau di senja ini dengan segala aroma yang menguar. Membiarkan saraf-saraf tubuhnya juga dirembesi rasa rileks setelah sempat tegang hingga pagi tadi. Dan semilir angin yang menimbulkan riak di danau, mengantarkan tangannya untuk disatukan dengan tangan calon suaminya.

"Mulai sekarang, aku serahkan dia padamu. Jagalah dia, cintai dia, dan berikan kasih sayang yang banyak untuknya."

Mata Emma berembun. Ucapan maaf terus dia serukan dalam hati, terutama untuk kedua orang tuanya. Pandangannya menyisir sebentar ke arah deretan bangku di kanan-kiri yang dipenuhi tamu. Sebentar, beradu tatap lagi dengan orang yang dia cintai.

Sambil menarik napas, Emma menatap wajah calon suaminya. Bersama, mereka menghadapkan tubuh ke arah pastor. Namun, sebelum pastor sempat berbicara, suara tembakan terdengar. Membuat suasana tenang itu berubah menjadi kepanikan luar biasa.

Di antara teriakan para tamu dan anggota keluarga, Emma merasakan sakit. Kepalanya menunduk dan tangannya gemetar memegang bagian dada kirinya. Darah keluar deras dari sana. Dia berusaha menoleh ke arah cintanya. Tersenyum, sebelum ambruk, dan telinganya menangkap suara tembakan kedua. Lalu, semua gelap dalam pandangannya.




*****

Sumber video: Youtube
Penyanyi         : Eren
Judul lagu        : Takkan Pisah

Batas SenjaWhere stories live. Discover now