TIGA BELAS

601 23 0
                                    

"Bagaimana keadaan Desy?", tanya Arya.

Bela menoleh, kekacauannya semakin bertambah saat melihat kedatangan laki laki paling ia benci saat ini.

"Apa peduli anda? Apa anda sengaja baru menjenguk saat Ibu saya tiada?", tanya Bela.

"Sudah Bela", ucap Davin berusaha menenangkan. Tapi Bela sangat kacau, tangan Davin yang lebih kuat pun bisa ia tepis.

"Dan wanita ini? Anda bisa tertawa sekarang. Karena anda sudah menjadi istri satu satunya", ucap Bela. "Jangan harap saya akan membiarkan kalian datang ke pemakaman Ibu saya. Saya tidak akan sudi", sambung Bela.

Beberapa perawat membawa jasad Desy tepat didepan Bela. Bela yang hendak pergi itu langsung pingsan. Untungnya Davin langsung menangkap gadis itu.

Bela dibawa ke salah satu ruang perawatan. Gisel dan Davin menunggu bersama diruangan itu. Gisel masih menangis karena melihat kondisi sahabatnya yang kacau balau ini. Ini kali pertama Gisel melihat Bela seperti ini.

Davin menahan tangisannya. Ia nambah bersedih melihat keadaan Bela saat ini. Entah apa yang akan dilakukan gadis itu selanjutnya. Davin menggenggam tangan Bela erat. Ia tak bisa menjadi kakak yang baik untuk adik nya ini.

"Gisel", panggil Davin.

Gisel menoleh.

"Izinin Bela besok ya", ucap Davin.

Gisel mengangguk.

"Kamu pulang aja", suruh Davin, "Biar gue yang jaga Bela", ucap Davin.

Gisel menggeleng, "Entaran aja kak. Gue mau ikut nungguin Bela", ucap Gisel.

Davin tersenyum, "Yaudah, gue mau nyari makan dulu", ucap Davin. Ia segera pergi menuju warung nasi untuk membelikan Gisel dan dirinya sebungkus nasi.

Saat Davin pergi. Gisel segera menelpon Dylan. Telpon pertama tidak ada jawaban. Hingga telpon kedua Dylan baru mengangkatnya.

"Halo?"

"Dylan, buruan ke rumah sakit. Bela pingsan"

"Hah!? Kamar nomor berapa?"

"217"

Dylan mematikan telponnya. Gisel sudah tau betul bahwa Dylan memiliki sebuah rasa pada Bela. Karena saat Gisel memberitahu bahwa Bela pingsan, Dylan sangat kaget.

Beberapa menit kemudian, Dylan datang dengan nafas terengah engah. Dylan menatap mata Gisel yang sembab.

"Lo habis nangis?", tanya Dylan.

"Nanti gue ceritain", ucap Gisel.

Pandangan Dylan beralih pada perempuan yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Perempuan yang ia sukai, mungkin. Perasaannya masih belum jelas.

"Bela kenapa Gis?", tanya Dylan.

"Pingsan", ucap Gisel

"Gara gara apa?", tanya Dylan.

"Nyokap Bela meninggal Lan. Bela bener bener kacau", lirih Gisel.

Dylan terkejut, "Baru tadi dia cerita tentang nyokapnya", ucap Dylan.

"Gue gak bisa ngeliat Bela kayak gini Lan. Dia bener bener kacau. Gue gak mau liat dia kayak gini", ucap Gisel.

"Gue juga gak mau ngeliat Bela gue yang ceria dan judes jadi kayak gini", ucap Dylan.

Gisel menutup matanya. Sedangkan Dylan sedang menggenggam erat tangan Bela. Ia berhatap perempuan didepan nya ini sadar dan kembali ceria. Meski ia sempat benci dengan sikap Bela yang judes, tapi sewaktu waktu ia rindu Belanya yang judes itu.

LateDonde viven las historias. Descúbrelo ahora