Unspoken ( 02 )

545 40 19
                                    

Hai guys, sorry banget baru upload sekarang sebenernya pengen dari kemarin-kemarin cuma di rumah nenek nggak ada internet jadi harus di pending dulu sampai sekarang hehe, makasih banget sama yang ydah ngasih vote+comment nggak nyangka ada yang baca juga, cerita ini ku dedikasiin buat @weirdoxxo thanks banget udah bikin percakapan Sean sama tememnnya, thanks :)

So selamat membaca :D

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Gaby

“Dasar songong banget jadi cowok, nama doang pelit.” Gumamku pelan sambil melangkah menuju kelasku yang beda 3 kelas dari kelas ‘cowok misterius’ tadi, aku bingung mengapa kelasku yang biasa ribut tak ketulungan kini sepi seperti kuburan, aku yang tidak tau apa-apa segera memasuki kelasku tanpa beban. Sampai aku melangkah 2 langkah dari pintu, suara guru melengking nyaring yang bahkan aku yakin dapat didengar sampai 2 kelas di sebelah kelasku.

“PERMISI NONA GABRIELLE ANAIS JOCEAFFAT, APA KAMU TAU SEKARANG JAM BERAPA? KAMU TERLAMBAT 20 MENIT DAN MASUK TANPA SOPAN SANTUN, APA KAMU TAU BETAPA BURUKNYA NILAIMU! SEKARANG KELUAR DARI KELAS, BAWA BUKU MATEMATIKAMU LALU PERGI KE PERPUSTAKAAN DAN KERJAKAN HALAMAN 49, JANGAN KEMBALI SAMPAI JAM PELAJARAN SAYA HABIS!” kata guru matematikaku sadis dengan mata melotot tajam menatap kearahku.

Aku bingung, apa guruku tercinta ini tidak kehabisan napas karena berkata sepanjang itu. Aku sebenarnya ingin membalas perkataan guru tersebut namun melihat ia hendak teriak kembali, aku mengurungkan niatku dan segera berlari menuju perpustakaan tanpa menoleh ke belakang lagi.

Aku segera duduk di salah satu meja di perpustakaan setelah meminta izin kepasa penjaga perpustakaan. Aku membolak-balik buku catatanku sambil terus mengerjakan soal matematikaku. Setelah berkutat selama 15 menit, aku bahkan belum bisa mengerjakan 1 soal pun, karena aku sudah pusing dengan soal matematikaku, aku menutup kembali buku matematikaku, melipat tanganku diatas buku, dan tidur dengan nyaman di lekukan tanganku.

“--by,” aku mendengar sayup-sayup suara disekitarku,

“-aby,” sepertinya aku mendengar seseorang menyebut namaku,

“Gaby,” mungkin pendengaranku salah,

“GABBRIELLE.” Aku segera terduduk tegak mendengar teriakan tepat di samping telingaku,

“Apa Poppy? Jangan menggangguku.” Jawabku setengah sadar setelah melihat perempuan mungil dengan rambut panjang sepinggang yang di highlight dengan warna coklat gelap,

“Bangun Gaby, jam metik udah habis, cepet balik ke kelas.” Katanya sambil berkacak pinggang,

“iya Poppy, ayo kita ke kelas.” Balasku sambil bangun dan menariknya kembali ke kelas. Poppy merupakan sahabatku dari kelas 2 SMP, perempuan dengan mata sipit dan hidung kecil, kulitnya putih dengan perawakan kecil dengan berat badan yang di bawah rata-rata, hanya satu yang kurang kusuka dari dia, Poppy benar-benar cerewet, apalagi kalau dia sudah menceritakan gebetannya, siap-siap pasang kuping kalau dia udah curhat, tapi aku tetap menyayanginya, dia yang selama ini selalu mendengarkan curhatanku selama ini, terlepas dari sifat cerewetnya, dia benar-benar sahabat yang pengertian.

Setelah sampai dikelas, kami langsung duduk di tempat masing-masing karena melihat guru mata pelajaran selanjutnya telah berjalan kearah kelas. 2 jam kemudian, bel tanda pulang sekolah berbunyi, aku segera merapikan semua peralatan sekolahku, menaruhnya didalam tas dan segera mengunci tasku, aku berjalan menuju parkiran sekolah bersama Poppy, aku menunggu hingga jemputannya datang sambil membicarakan hal-hal tidak penting, lalu mataku menangkap ‘dia’ yang sedang berjalan bersama temannya sambil tertawa, lalu mereka berpencar, dan dia menaiki motornya dan segera meninggalkan pekarangan sekolah.

UNSPOKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang