[06. omg!🔞]

2K 408 78
                                    

Haii im comeback.

Btw tau cerita ini dari mana?

 

"dari mana?"

"Kenapa nggak nunggu gue pulang?"

Nindi terkejut bukan main ketika membuka pintu kamarnya dan di sambut oleh Vante dengan tatapan sinis.

Ah dia ketahuan lagi.

Gadis itu cemberut pasrah, ini selalu terjadi saat Nindi pura-pura lupa kalau Vante datang ke sekolah bersamanya. Peraturannya adalah jika ia datang bersama kakaknya maka ia juga harus pulang bersamanya juga. Untuk kali ini ia tidak berbohong seperti sebelumnya. Ia benar-benar lupa.

Ia bingung mengapa Vante selalu marah jika ia pulang sendirian. Belum tahu saja kalau Nindi selalu melakukan itu jika Vante tak ada.

"Vitamin penambah darahnya udah di minum?"

Nindi tersenyum kikuk, "maaf, belum..."

"Yaudah nanti aja, sekarang janji lain kali jangan pulang sendirian lagi?"

Nindi mengangguk ragu, "em. . ."

"Jangan buat janji palsu" tajam Vante.

"Kalo lo di culik gimana?"

"Kalo lo ilang gim-?"

Nindi langsung berlari menerjang Vante hingga terduduk di kasur, ia naik di atas pangkuannya dengan mengepok kedua pipinya.

"Ututu! Abangku sayang jangan marah-marah teruss" ucapnya sok gemas.

Tapi memang gemas sih.

Di uyel-uyel lah pipi sang kakak agar Vante tak punya kesempatan mengomelinya. Sayangnya Vante tak selemah itu, di balas lah perbuatan Nindi dengan jurus yang paling Nindi takuti, yaitu... gelitik.

"Ahahaha! Ampun kak, ampun!!"

"Janji nggak?"

Posisi mereka berubah, kini Nindi yang berbaring tidak berdaya. Ia di gelitik puas-puas oleh Vante. Kali ini tanpa ampun.

Tak sengaja mata Vante tertuju pada rok Nindi yang tersingkap, meski memakai legging sepaha, ia tetap tak bisa mengontrol instingnya. Ia pun menghentikan kegiatannya, memberi ruang Nindi untuk mengatur napasnya.

Vante bangkit, "janji ya? Jangan kemana-mana sendirian?"

Nindi mengulurkan tangannya hendak di bantu untuk bangun. Sedangkan Vante dengan senang hati menariknya.

"Iya janji!"

Namun saat hendak melepaskan pegangannya, fokus Vante teralih oleh bercak darah yang ada di bahu gadis itu. Seketika dengan mudahnya Vante menarik lengan Nindi hingga berdiri tepat di depannya.

Dibukanya dengan kasar baju gadis itu, membuat beberapa kancingnya lepas menampakkan bahu mulus dengan tanktop hitam.

Nindi yang panik langsung bertanya dan menarik kembali bajunya.
"Ke-kenapa kak?"

"Lo berdarah? Kok bisa?"

Nindi melotot teringat kalau itu darah Cakra. "Em bu-bukan darah aku..."

"Terus darah siapa?!" Bentak Vante. Nindi sampai tersentak mendengarnya. Sebab semarah apapun Vante, ia tidak pernah membentak Nindi.

Gadis itu menunduk, "darah orang lain"

"Kenapa bisa ada di baju kamu?"
Di putarlah badan Nindi, matanya mencari-cari sesuatu. Dan benar saja Vante mendapatkan bercak darah lain di rompi dan lengan adiknya itu. Meski itu hanya sedikit, ia tetap tidak terima.

"Nindi! Jawab!!" Teriak Vante sangat marah.

Ia menghelah napas berat, mengacak rambutnya frustasi, kemudian berdiri membelakangi gadis itu.

"Kak..." Nindi mencoba membujuk Vante. Ian menarik lengan baju kakaknya.

"Maafin aku... tadi aku cuma nolongin Cakra yang lagi di keroyok sama Baska-"

Vante menoleh cepat, "apa?! Baskara?!"

Bukannya membaik, Nindi malah memperburuk suasana. Benar-benar tidak tahu situasi.

Vante mengusap wajahnya yang merah padam. Lalu detik berikutnya ia berbalik dengan cepat menerjang Nindi hingga terbaring di kasur.

Di tatapnya dua bola mata yang sedang kebingungan itu. Vante bisa merasakan detak jantung gadis itu berdegup sangat kencang. Di usapnya bibir Nindi pelan sembari satu tangannya memegang pergelangan Nindi.

Mata Nindi memejam saat Vante sengaja meniup wajahnya. Di saat bersamaan ia mendekatkan bibirnya pada bibir gadis itu.

Chup~

Di kecup manis bibir merah itu. Kemudian memberi jeda, di saat Vante tak berniat untuk melakukan hal yang lebih jauh, gadis itu malah menggigit bibirnya membuat Vante makin gemas. Mungkin ia ketakutan, tapi menurut Vante itu adalah sebuah godaan.

Di serang lah bibir itu dengan kecupan yang lebih dalam bergairah. Vante tidak bermain kasar, ia suka  yang bertempo pelan tapi pasti. Di emut bibir bawah Nindi yang beraroma strawberry dengan sangat menikmati.

"Emhhh... umhhh..."

Tangan kanan Nindi bergerak hendak mendorong dada Vante namun cowok itu malah menahannya agar tangannya tetap berada di dadanya. Menggerakkannya pelan seperti sedang mengelus-elus dada bidang itu.

"Eumhh... hhh!"

Vante melepaskan ciumannya, berpindah berbisik di telinga gadis itu. "Jangan pernah langgar aturanku lagi, paham?" ucapnya dengan deep voice nya.

Nindi mengangguk-angguk mengerti. Sebelum pergi, Vante mengecup kening gadis itu lalu tersenyum mengacak pelan rambutnya.

"Mandi, abis itu tidur" titahnya.

Fakta bahwa Vante menyukai Nindi bukanlah rahasia. Tapi bagi gadis itu, ia sama sekali tak pernah tahu perasaan dan perbuatan Vante padanya. Tiap pagi, ia akan terbangun dengan ingatan yang terpenggal. Kejadian itu takkan pernah ia ingat jika esok mentari terbit.

Meski begitu, jujur Vante tidak pernah menyentuh tubuh Nindi selain bibirnya. Entah kenapa ia begitu terobsesi dengan bibir merah ranum itu. Padahal jika mau, ia bisa mendapatkan yang lebih dari itu dari perempuan-perempuan lain yang berpengalaman.

Apa benar ia mencintai adiknya?
Pertanyaan itu selalu menghantui Vante. Tapi jawaban yang selalu ia jawab hanya "dia cuma tumbal... nggak lebih dari itu"

Sadar Vante, Lo cuma butuh darahnya doang...

TBC.

Apa ceritanya seru?
Kalau ada yang mau baca, gue lanjutin. Kalau nggak yaudah wkwk

PANTHERO SECRET [END]Where stories live. Discover now