- 2 -

304 53 3
                                    

Malam ini Amara di kejutkan dengan kedatangan Rangga bersama keluarganya yang mendadak. Ternyata, ucapan Rangga minggu lalu bukanlah sekedar omong kosong.

Lelaki itu benar-benar datang bersama kedua orang tuanya.

Untung saja adik bungsunya cepat memberitamu jika Rangga datang. Jadi Amara masih memiliki waktu untuk merias dirinya.

"Dasar, mau dateng nggak bilang-bilang. Lihat aja nanti," gerutunya sambil memoleskan bedak ke permukaan wajahnya.

Setelah itu ia pun turun, menyalami kedua orang tua Rangga yang sudah ia kenali sebelumnya.

"Wah, Amara cantik banget ya Pah," puji Nanda, Mama Rangga.

"Iya, Rangga pinter cari calon istri." Rizal, Papa Rangga menanggapi.

Amara tersenyum malu, "Ah, om tante itu bisa aja."

Kemudian mata Amara menatap Rangga yang melihatnya dengan senyum mengembang.

Cantik. Ucap Rangga tanpa suara.

Bukannya tersenyum, Amara malah melotot membuat Rangga terkekeh. Ia tahu, jika sudah begini ia harus siap mendengar celotehan Amara karena kedatangannya yang mendadak ini.

Mereka pun duduk setelah Agung, Ayah Amara datang. Tanpa basa basi Rizal mengutarakan kedatangannya kemari yang mana akan melamar Amara untuk Rangga.

"Kalau saya sih menyerahkan semuanya sama Amara. Karena yang menjalankan pernikahan itu nanti Amara."

Semua mata langsung tertuju pada Amara. Gadis itu tentu saja terkejut juga gugup. Ia bahkan menundukan pandangannya, tak berani menatap wajah-wajah penuh harap itu.

"Jadi bagaimana Amara? Terima lamaran Om untuk Rangga? " tanya Nanda.

Amara menghela napas sejenak kemudian memberanikan diri mendongkakan wajahnya.

"Amara... Amara terima tante."

Alhamdulillah...

Semua yang ada di sana tersenyum bahagia. Begitu juga Rangga yang bisa bernapas lega karena Amara tidak mengacaukan rencananya.

* * *

Amara langsung menimpuk Rangga begitu mereka memisahkan dari dari orang tua. Rangga mengajak Amara untuk mengobrol di taman belakang. 

"Mara sakit, stop," rengek Rangga sambil menahan tangan Amara.

Rangga langsung menatap Amara yang berwajah masam. Rangga tersenyum kecil.

"Kenapa sih?" tanya Rangga. Padahal ia sendiri tahu apa yang membuat kekasihnya ini bete.

Amara mencebik, "Kenapa nggak bilang dulu mau dateng?" tanyanya.

Masih di posisi yang sama, berhadapan dengan jarak yang dekat, Rangga melepas lengan Amara dan beralih memeluk pinggang kekasihnya.

"Aku udah bilang loh minggu lalu."

"Ya tapi harusnya bilang lagi buat mastiin. Coba aja kalau tadi aku nggak sempet ganti baju, mau gimana coba?"

Rangga terkekeh, "Mau gimana pun kamu, tetep cantik ko."

Pipi Amara bersemu, ia memukul bahu Rangga pelan membuat lelaki itu langsung merengkuh Amara ke dalam pelukannya.

"Terharu nggak?"

Amara hanya mengangguk. "Tapi kamu serius mau nikah sama aku?"

"Tentu saja, memangnya kenapa?"

"Aku takut kamu belum siap berkomitmen. Pernikahan itu panjang Rangga, aku nggak mau kalau nantinya akan ada perceraian."

Mendengar itu Rangga melepaskan pelukannya. Ia mengelus pipi Amara.

"Aku tahu itu, dan aku udah janji sama diri aku sendiri untuk meyakinkan kalau aku memang sudah siap. Kamu tenang aja, kalau nanti aku ada salah kamu bisa tegur aku."

Rasa khawatir Amara sirna. Ia tersenyum pada Rangga yang berucap tulus.

"Terimakasih. Terimakasih sudah memilihku."

"Seharusnya aku yang berterimakasih karena bersedia menjadi pendamping seumur hidupku."

* * *

Alvin tersenyum melihat Amara menghampirinya. Wajah gadis itu nampak ceria membuat kecantikannya bertambah.

"Makan siang bareng?"

"Aduh, nggak bisa Vin. Gue udah ada janji sama Rangga."

"Yaudah bareng aja."

Amara menggeleng. "Habis makan siang gue mau cari WO."

Alvin mengerutkan keningnya. "WO?"

Amara mengangguk dengan semangat. "Vin... Gue mau nikah sama Rangga!" beritahunya sambil tersenyum lebar.

Berbeda dengan Alvin yang malah memudarkan senyumnya.

"Lo... Lo mau nikah sama Rangga?"

Amara mengangguk, "Iya Vin, lo nggak percaya kan? Gue juga ngerasa mimpi mau nikah sama Rangga."

"Kapan?" tanya Alvin dengan suara rendah.

"Rencana kita itu 3 bulan lagi. Doain semoga lancar ya?"

Alvin tersenyum sekilas. "Semoga."

Tak lama dari itu ponsel Amara berdering. Ia segera mengangkatnya yang ternyata telepon dari Rangga.

"Iya aku udah siap ko. Kamu tunggu di bawah aja biar nggak usah parkir."

"Gue pergi dulu ya Vin? Rangga udah nunggu di bawah."

Alvin tersenyum, "Hati-hati."

Namun, senyuman itu berubah menjadi serius begitu Amara sudah menghilang. Tak lama, dari tempatnya berdiri Alvin melihat Amara dan Rangga yang melempar senyum.

"Rangga!  Mungkin lo cuman mimpi bisa dapetin Amara." geram Alvin saat melihat mobil Rangga sudah melaju.

"Gue akan bikin lo bangun dan terima kenyataan kalau lo nggak pantes buat Amara."

[==#==]

TBC

Beside YouWo Geschichten leben. Entdecke jetzt