- 3 -

324 46 2
                                    

Sepanjang mereka lunch, raut wajah Amara terlihat sangat gembira. Rangga yang mengamati wajah sang kekasih terbawa suasana sehingga keduanya saling melempar senyum.

"Sebahagia itu ya mau nikah sama aku?" tanya Rangga menyebalkan membuat Amara melempar tatapan tajam padanya.

"Kamu pikir setelah aku nunggu hubungan ini selama tiga tahun tanpa tau akan di bawa kemana aku nggak harus bahagia?"

Rangga terkekeh geli, ia menarik kedua pipi Amara yang menggemaskan. "Baperan, dasar."

"Makasih kamu mau sabar nunggu selama itu. Dan maaf aku harus gantung kamu tanpa kepastian yang berarti."

Melihat aura Rangga berbeda, Amara lekas meraih tangan Rangga. Ia menggenggam tangan hangat itu seraya tersenyum.

"It's no problem for me. Buat kamu selalu di samping aku aja udah membahagiakan. Maka ketika kamu memutuskan untuk melangkah lebih jauh, l'm so happy. No words to say how i feel."

Rangga tersenyum, aku nggak salah pilih kamu Mar. Aku nggak akan pernah ngecewain kamu.

* * *

Setelah menempuh perjalan satu jam setemgah akibat jalanan yang macet, Rangga dan Amara tiba di tempat WO. Mereka memilih memakai jasa wedding organizer ini karena melihat kesibukan keduanya yang sama-sama bekerja.

Baik Rangga maupun Amara pun tidak ingin keluarga mereka yang terlalu lelah dalam mempersiapkannya. Maka mengambil jalan tengah ia pun memilih menggunakan jasa WO.

Rangga mengandeng tangan Amara untuk masuk ke tempat itu. Mereka langsung di arahkan ke sebuah tempat karena sebelumnya Amara sudah berbicara pada Airin, sepupunya yang merekomendasikan tempat ini karena katanya ini tempat WO terbaik.

"Selamat siang," seorang wanita cantik menyapa kedatangan Rangga dan Amara.

Amara langsung membalasnya lalu berjabat tangan. Berbeda dengan Rangga yang terpaku di tempatnya seraya melihat wanita itu dengan lekat.

"Rangga..." bisik Amara pelan agar Rangga tersadar dari lamunannya.

Rangga mengerjapkan matanya, "Ah iya."

Wanita itu mengulurkan tangannya, "Anna."

Meski ragu, akhirnya Rangga mengulurkan tangannya menerima jabat tangan Anna.

"Rangga."

"Silahkan duduk."

Rangga dan Amara pun duduk berhadapan dengan Ana. Ketika Amara sibuk mendengarkan apa yang Anna katakan, Rangga malah memperhatikan wajah Anna yang tidak banyak berubah sehingga ia masih bisa mengenali dengan jelas wajah wanita di hadapannya.

"Kamu kenapa diam saja?" bisik Amara membuat Rangga berdehem tak nyaman lalu menatapnya.

"Ada apa?"

"Tadi Anna bahas konsepnya, dan aku bingung karena semuanya bagus. Menurut kamu gimana?"

Rangga mengerjap, sesekali melirik Anna yang juga tengah menatapnya. Jujur, ia tak mendengarkan penjelasan Anna karena terlalu fokus pada pikirannya.

"Rangga..."

"Ah iya, gimana kalau kita pilih yang di gedung aja? Biar acara akad sama resepsinya bisa di satuin dan jaga-jaga kalau ada hujan nggak akan repot rencananya." jawabnya asal namun daat di terima oleh Anna dan Amara.

Karena sedikit banyak, kata yang Rangga ucapkan tidak begitu berbeda dengan yang Anna jelaskan.

Amara tampak menimangnya kemudian mengangguk setuju. "Kayanya itu lebih baik mengingat musim sekarang musim hujan."

"An boleh lihat konsep buat dekorasinya?"

Anna mengangguk kemudian beranjak dari tempatnya. "Sebentar aku ambil dulu ya."

Sepeninggalan Anna, Rangga mengusap wajahnya kemudian menghela napas panjang.

"Kamu kenapa? Dari tadi diem terus dan kayak gelisah gitu? Pekerjaan kamu tadi belum selesai?"

"Nggak... Nggak ko Mar, aku nggak papa. Dan soal pekerjaan Reza udah handle."

Rangga menghela napas lega begitu Amara tak puas dengan jawabannya disitu Anna segera datang. Kini Rangga berupaya untuk fokus pada penjelasan yang Anna jelaskan.

Satu jam berlalu akhirnya mereka menyudahi pemilihan konsep kasarnya. Mereka akan mengutarakan pada kedua keluarga supaya tidak ada miss komunikasi  yang mengira tidak mengingat mereka.

Mereka pun berpamitan dengan Rangga yang masih tak menyangka dapat bertemu dengan Anna setelah lima tahun wanita itu pergi.

Amara yang sejak tadi merasakan keterdiaman Rangga merasa aneh. Bagaimana tidak, sampai mereka di dalam mobil pun Rangga masih tetap diam.

Yang Amara lihat, Rangga seperti memikirkan sesuatu yang tidak ia ketahui.

"Ngga, kamu ko diem aja sih?" tanya Amara sambil menatap wajah kekasihnya. "Banyak pikiran ya?"

"Ah enggak ko. Aku nggak papa ko."

"Yakin?"

"Iyaa sayang, jangan khawatir ya."

Amara mengangguk meski ia tak yakin Rangga baik-baik saja. Hingga mereka sampai parkiran kantor Amara, Rangga masih diam. Saat Amara mau keluar, Rangga baru menahannya.

"Kamu nyaman sama WO nya?" Amara mengerutkan kening mendengar pertanyaan Rangga.

"Nyaman ko, kenapa? Kamu nggak nyaman?"

Rangga tersenyum tipis, "Nyaman kok." ia pun melepas lengan Amara lalu melambaikan tangan.

Melihat mobil Rangga pergi, Amara menggelengkan kepalanya bingung. Aneh sekali kekasihnya itu.

* * *

Melihat kedatangan Rangga yang lebih cepat, Reza menghela napas lega. Ia segera mengambil beberapa berkas penting yang harus Rangga tandatangani sekarang juga.

Namun, saat melihat raut wajah Rangga yang berbeda, Reza malah mengerutkan kening.

"Lo kenapa? Ko murung gini sih?"

Rangga mendongkak menatap Reza lekat. "Lo tau, dia ternyata masih hidup."

Reza menarik kursi kemudian duduk di hadapan Rangga. "Dia? Dia siapa?"

"Anna. Anna Alfia."

"Hah?"

Reza terkejut bukan main. Anna? Anna Alfia mantannya Rangga? Masih hidup? Kenapa bisa?

"Ko bisa masih hidup? Lo ketemu dia di mana?"

"Ternyata dia yang ngurusin WO gue."

"Hah?" Reza lagi-lagi terkejut. Ngurusin WO? Kebetulan macam apa ini?

"Dunia beneran sempit deh Ga. Lo gila? Saran gue cari WO lain."

"Gue juga pengen gitu, tapi Amara udah nyaman sama Anna."

"Ya masa lo tetep lanjutin sih Ga? Amara udah tau masalah ini?"

Rangga menggeleng, "Kasih tau dia. Gue yakin kalau dia tahu dia pasti mau ganti."

"Cara ngasih taunya gimana? Yakali gue langsung nyerocos."

"Ya emang lo perlu basa basi kayak apa? Kasih tau dia, jangan sampe lo bikin masalah."

Rangga terdiam memikirkan semuanya. Reza yang malas melihat ekspresi Rangga seperti itu langsung melempar beberapa dokumen di tas meja.

"Jangan sampe lo bodoh, Ga. Inget dia bukan siapa-siapa lo sekarang. Masa sekarang dan masa depan lo itu Amara. Buang jauh-jauh ingatan tentang Anna."

Setelah mengucapkan itu Reza pergi begitu saja. Memberi ruang agar Rangga mampu berpikir jernih tanpa harus ia arahkan.

[==#==]

TBC

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 13, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Beside YouWhere stories live. Discover now