chapt 5

7 0 0
                                    

Aku berpikir, sepertinya aku tidak asing dengan tangan putih mulus itu, "ahhh Miri- appa?? Anyeonghasseyo.." aku membungkuk kepadanya. Itu kulakukan setiap bertemu orang baru, karena budaya disini seperti itu. Mom juga menyuruhku seperti itu.

Dia tertawa kecil, "jangan memanggilku seperti itu, Wonnu , panggil aku Wonnu Oppa."

"ne,, Wonnu Oppa!" kataku sambil tersenyum memamerkan gigiku. Aku tahu, perempuan disini memanggil laki-laki dengan sebutan "Oppa" sebagai bentuk hormat kepadanya karena usia dia yang lebih tua. Dan aku tahu, dari wajah dan sikapnya yang dewasa dia pasti lebih tua dariku. "Josephine Lee, panggil aku Jose saja." Semenjak aku menginjakan kaki di korea, aku diberi kehormatan menyandang marga Lee dari kakekku. Jadi aku sekarang Josephine Lee bukan Josephine Geraldine lagi, maafkan aku dad aku mengganti namamu.

"oke! Jose-ssi.."katanya tersenyum."sepertinya kau bukan orang korea,apa aku benar?"

"ne,, aku setengah korea, ayahku dari amerika."

"matamu!! Matamu sangat indah!! Dan kulitmu, kulitmu sangat cantik!!" dia menatap mataku dalam.

"huh???mata ALIEN!" aku menunduk.

"siapa yang bilang seperti itu?"

Aku hanya tersenyum kecut,hampir semua orang disini menatapku aneh karena perpaduan mata dan warna kulitku ini.

"siapa yang mengatakan seperti itu?orang yang mengatakan itu hanya terlalu iri dengan kelebihanmu."

"benarkah?aku juga tidak peduli dengan hal itu, yang jelas dari dulu aku selalu menganggap ini daya tarikku." Ucapku berusaha tersenyum santai.

'Benar, itulah daya tarikmu, hingga aku jatuh ke dalam pesonamu itu. aku jatuh cinta dengan semua keindahan yang kau miliki Jose-ssi. Mata hijau zamrudmu, hidung mancungmu, bibir mungilmu dan kulit tan seksimu. Aku benar-benar jatuh ke dalam pesonamu. Sangat.'

"Wonnu oppa, gwencanha?"

"ne,, Jose-ssi" dia tersenyum kikuk. "apa kau mencari buku?buku apa yang kau cari?bersama siapa kau kesini?"Tanyanya bertubi-tubi.

"guru sastra di kelas kami meminta untuk membaca novel klasik,katanya disini terdapat berbagai macam buku jadi kuputuskan datang kesini untuk mencari refrensi. Aku kesini sendiri."

"novel klasik? Kau sudah mendapatkannya?"

"belum, aku baru saja datang."

"kalau begitu, boleh aku membantumu mencarinya?"

"apa itu tidak mengganggu?kalau oppa sedang membaca buku, tidak apa-apa lanjutkan saja."

"tidak, aku juga sedang mencari buku. Biar kita cari bersama-sama."

Kami menyusuri setiap rak buku yang ada disana, mencari buku-buku yang menarik. Hingga akhirnya Wonnu oppa menemukan buku romansa klasik berjudul "Pride and Prejudice" karya Jane Austin. Aku membaca sinopsis dari buku tersebut dan akhirnya tertarik untuk membaca buku itu.

"Jose-ssi,, kau sudah menemukan bukunya, apakah ada lagi yang kau cari?"

"mmmm tidak ada mungkin aku akan membacanya sedikit disini."

"masih banyak waktu, bagaimana kalau kita meminum kopi?aku belum membalas budimu waktu itu."

"balas budi ?"

"kau sudah menyelamatkan anjingku waktu itu. Terimakasih banyak, dia sangat berharga bagiku."katanya terseyum. "jadi bagaimana?apa kau suka kopi?"

"baiklah, aku sangat suka makanan manis."

Wonnu oppa mengajakku ke sebuah coffee shop di sebrang jalan. Kami sama-sama memesan caramel machiatto. Dia membuka pembicaraan.

"apa kau menyukai buku Jose-ssi?"

"sangat, seperti aku memiliki duniaku sendiri ketika membaca buku."

"kalau begitu kita sama! Saat bersama buku seolah lupa pada waktu."

Aku mengangguk dan tersenyum. 'pertama kalinya aku merasa ada orang yang mengakui keberadaanku dan tidak menatapku aneh. Dan kami memiliki hal yang sama-sama kita sukai,buku'

"Jose-ssi, bolehkah aku meminta nomor ponsel mu? Mungkin kita bisa pergi mencari buku bersama di lain waktu?"

Aku mengangguk mengiyakan dan mengeluarkan ponselku. Ada satu pesan masuk dari nomor tak dikenal. 'cepat pulang atau nightmare-mu akan segera datang.' Tapi aku tidak menghiraukannya toh nomornya tidak dikenal. Aku memberikan nomor ponselku kepada wonnu oppa.

Kopi yang kami pesan datang bersamaan dengan pesan masuk di ponselku lagi. Pesan yang sama dan nomor yang sama. Aku sedikit berpikir, pesan ini dikirim dua kali dari nomor yang sama, artinya pesan ini benar-benar untukku dan aku harus segera pulang. Segera aku menghubungi sopir untuk menjemputku.

"wonnu oppa, maaf sepertinya aku harus segera pulang ini sudah mulai sore."

"baiklah, mau ku antar?dimana rumahmu?"

"tidak, tidak perlu aku bisa pulang sendiri."aku menolak, bisa gawat kalau identitasku terbongkar.

"baiklah. Nanti aku akan menghubungimu!" katanya sambil tersenyum dan menggoyangkan ponselnya.

Aku berpamitan pulang dan berjalan ke sebrang jalan untuk menunggu sopirku.

***

Saat aku sampai di rumah semuanya nampak sepi. Tidak seperti di rumahku di California. Saat pulang sekolah dad dan nana pasti memelukku dan menciumku. Disini, semua orang sibuk sendiri, bahkan mom pun seperti itu. Apa yang kuimpikan selama tinggal bersama dad belum ada yang pernah kami lakukan. Berbelanja, mengecat kuku, bercerita tentang segala hal, pergi ke salon, semuanya belum ada yang pernah dilakukan. Bahkan aku jarang bertemu mom, hanya pada saat sarapan atau makan malam. Itupun tidak setiap hari. Tapi aku sudah tidak ingin melakukan kegatan itu lagi, aku hanya ingin mom ada disisiku, memelukku. Itu saja,sangat sederhana bukan?

Aku bergegas ke kamarku untuk membersihkan diriku. Seorang pemuda keluar kamarnya dengan gitar dan buku ditangannya. Dia menatapku dingin.

"Jangan pernah pulang lewat jam 7 kalau hidupmu ingin aman!" katanya dingin. Lantas dia peri begitu saja meninggalkanku dengan sejuta tanda tanya di kepalaku. 'apa yang dia katakan?kenapa otakku lamban mencerna kata-katanya.'

Yang kubutuhkan saat ini adalah 'mandi'. Siapa tau otakku lebih segar jika mandi dan bisa mencerna apa yang tadi dia katakan.

Setelah selesai mandi pun aku belum bisa mencerna apa yang tadi dia katakana. Ahhh ada apa dengan otakku ini? Kenapa lamban sekali? Aku mencari sosok pemuda tadi. Aku penasaran apa maksudnya dia mengatakan itu padaku? apa seseorang akan menyakitiku? Apa seseorang menculikku? menerkamku? membnuhku? ahh aku tidak tahu.

Kulihat dia sedang duduk di bangku taman belakan sambil memainkan gitar. Sesekali dia mengusak rambutnya kasar.

"oppa..." panggilku.

Dia menoleh ke arahku yang sedang tersenyum cerah mencoba untuk akrab dengannya. "Siapa kau beraninya memanggilku dengan sebutan itu?"katanya dingin

Seketika senyumku luntur melihat raut dinginnya ditambah cahaya temaram di antara kami. Bukan hanya dingin dia juga nampak pucat. Menambah aura malam ini semakin merinding.

***

Hayolohhh sape tuh yang maen gitar malem-malem muka pucet??

Nahloh nahlohhhh

Nomaden_nom

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 12, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ALIEN, is mineWhere stories live. Discover now