Rahasia

1K 207 42
                                    

"Kau tak papa?"

Seonho terdiam dengan mulut setengah terbuka dan mata yang membelalak, menunjukkan betapa ia belum bisa lepas dari kekagetan. Bagaimanapun ia baru saja melihat hal yang tak wajar, mana mungkin dia baik-baik saja?

Bahkan meski tangan Guanlin sudah terulur di depan wajahnya, Seonho masih tak bergeming. Menyadari kondisi Seonho, Guanlin berjongkok, menatap penuh khawatir.

"Apa itu tadi?" gumam Seonho lirih.

"Apa yang kau lihat?"

Seonho terdiam, matanya milirik tanah yang mengotori kakinya, tampak enggan untuk mengakui apa yang ia lihat. Cukup lama, Guanlin menunggu jawabannya sampai ia menyadari angin berhembus makin kencang dan malam semakin larut. Cepat-cepat ia lepas jaket birunya, memakaikannya ke pundah Seonho dengan hati-hati.

Pikiran Seonho sedang membayangkan taring dan mata merah menyala yang siap menerkamnya, ketika ia merasakan sesuatu menyentuh bahunya. Ia mendongak, terkejut dengan perlakuan Guanlin.

"Kuantar kau pulang," ujar Guanlin.

"Kau mengenal laki-laki tadi?" tanya Seonho.

"Tidak."

"Kau berbohong, ia mengenali kau dan keluargamu," desak Seonho.

Guanlin menarik nafa keras, "Ya, aku mengenalnya, dia seniorku di SMP."

"Sungguh?"

"Ya."

"Kenapa kau bisa ada di sini?"

"Aku mengkhawatirkanmu."

"Untuk apa khawatir? Kau tahu aku akan dalam bahaya?" Seonho bertanya semakin gencar, mendesak Guanlin hingga ekspresi wajahnya perlahan berubah panik.

"Wilayah ini agak rawan Seonho."

"Ini wilayah rumahku hyung, bukan rumahmu, seharusnya aku yang lebih tahu."

"Kau tak baca berita?"

"Aku baca koran tiap pagi."

"Jadi kau pasti tahu kan akhir-akhir ini banyak orang hilang, terutama di wilayah ini."

"Tidak banyak, masih dua, juga dalam waktu tak berdekatan, menurutku masih situasi wajar dalam berita. Setiap saat, koran memberitakan orang hilang," Seonho berargumen semakin tajam, alasan Guanlin terasa kurang pas baginya. Ini bukan drama, dimana tiba-tiba seseorang berbalik arah begitu saja dan menyelamatkan seseorang yang dalam bahaya. Harus ada alasan kuat.

"Aku mengkhawatirkanmu, itu alasannya," ujar Guanlin dingin.

"Bahkan khawatir pun membutuhkan alasan."

Guanlin menarik Seonho berdiri tanpa mengindahkan argumen Seonho selanjutnya. Ia genggam pergelangan tangan Seonho untuk menuntunya ke motor.

"Diamlah di sini." Guanlin membiarkan Seonho berdiri di samping motor, lalu ia berjalan agak jauh. Awalnya Seonho bertanya-tanya kemana Guanlin mau pergi, tapi segera hal itu terjawab saat Guanlin memunguti belanjaan Seonho yang jatuh berhamburan.

Hampir saja Seonho melupakan kantung belanjaan pesanan ibunya, dan Guanlin masih mengingatnya dengan jelas setelah kejadian buruk tadi?

"Ibumu pasti akan menanyakan belanjaanya, kau mau kena omel?" Guanlin mengulurkan dua kantong plastik yang tampak penuh.

Meski masih dengan tatapan penuh selidik, Seonho menerima kantong-kantong itu sambil mengucapkan terima kasih.

Guanlin tersenyum sekilas, lalu lekas memakai helm, "Aku hanya bawa satu," ujarnya.

Let's Playحيث تعيش القصص. اكتشف الآن