Kehidupan, Keutamaan, dan Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib

3.9K 157 7
                                    

BAB I

Dialah pintu gerbang menuju kota ilmu. Dialah suami seorang pemimpin wanita ahli surga, ayah dua cucu terkasih bola mata Nabi. Kemuliaannya bukan karena penaklukan wilayah-wilayah baru negeri Islam, melainkan karena ia telah menyelamatkan umat dari kebinasaan. Keberhasilannya bukan karena ia mengislamkan banyak kafir dan mendapatkan banyak ganimah, melainkan karena telah menjaga tunas Islam agar bisa terus tumbuh dan berkembang.

Siapakah yang mau menjadi pemimpin di tengah situasi yang penuh konflik dan perpecahan? Siapakah yang berani tampil di barisan paling depan ketika orang-orang saling berteriak sambil mengacungkan senjata? Siapakah yang mau mengorbankan nama baik dan kemuliaan demi mencegah kebinasaan umat? Siapakah orang yang tetap menjalani kehidupan dengan penuh keyakinan dan kemuliaan, sedangkan ia telah divonis akan mati terbunuh?

Dibutuhkan kebijaksanaan, kelembutan, sekaligus ketegasan sikap untuk menghadapi gejolak sosial yang sangat dahsyat.

Di ujung hayatnya, Ali harus mengorbankan jiwa, kehormatan, dan seluruh energi untuk mengemban amanat umat, ketika semua pemimpin menepi dan enggan. Ia jalankan kekhalifahan dan kepemimpinan umat dengan penuh percaya diri, kemuliaan, dan kehormatan meskipun ia meyakini kata-kata Nabi bahwa ia akan mati terbunuh.

Saat orang-orang datang menekannya agar siap dibaiat, Ali berkata, "Tinggalkanlah aku, carilah orang selainku, karena kita menghadapi perkara yang begitu rumit dan banyak warna. Tidak ada hati yang mampu menahannya dan tidak ada akal yang mampu mencernanya." Namun demi keutuhan dan kelangsungan Islam, Ali mau mengambil segala risiko menjadi pemimpin di tengah situasi yang sangat tidak stabil itu, ketika umat dilanda perpecahan, saat mereka ditimpa kelemahan dan keengganan berjuang di jalan Allah.

Kisah Hidup Ali Bin Abu ThalibWhere stories live. Discover now