CBCG 19

1.8K 105 4
                                    

🔰🔰🔰


Kalau di lihat-lihat secara singkat, Ghaby dan Ghania tidak mirip sama sekali.
Tapi, jika di perhatikan lebih jelas mereka berdua memiliki kesamaan di beberapa bagian. Bentuk alis, mata, pipi, bahkan nama mereka nyaris sama. Itu mungkin di dapat dari gen sang ibu. Perbedaan mereka mungkin hanya di segi sifat.

Kulit mereka sama-sama putih. Rambut panjang sepinggang, berat badan yang sama, tinggi yang sama, hanya saja Ghaby lebih tinggi dua centi di banding Ghania.

Rasa-rasanya mungkin mereka sering kali di katakan saudara kembar oleh banyak orang. Bahkan kedua orang tua gadis itu tidak memungkirinya sama sekali.

🔰🔰🔰

   Ruang makan itu nampak lengang.
Yang terdengar hanya bunyi dentingan sendok yang beradu dengan piring.

Adi terlebih dulu menyelesaikan kegiatan makannya. Tangannya mengambil selembar tissue dan mengelap bibirnya.

"Gimana dengan sekolah barumu Ghania?" Suara berat Adi terdengar setelah piring makan masing-masing telah kosong.

Ghania meneguk minumnya sebelum menjawab.
"Baik. Ghania suka sama sekolahnya, sama kelasnya juga"
"Bagus kalau kamu suka. Papa gak harus cape-cape buat nyari sekolah yang cocok sama kamu" Adi mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kalau kamu Ghaby, gimana sama sekolahnya? Baik kan? Ga ada masalah kan di sekolah?" Adi bertanya antusias pada Ghaby.
Hal yang paling tidak di sukai oleh Ghania. Papahnya itu lebih menyayangi anak tirinya dari pada anak kandungnya.

Ghania mendecih, melirik benci pada Ghaby.

"Ekhem" Ghaby berdehem sebentar.
"Baik kok. Ga ada masalah berarti, cuman ada dedemit kecil  yang ganggu".

Ghania tau jawaban itu adalah sindiran Ghaby untuknya.

Adi mengerutkan dahinya
"Dedemit kecil ? Maksudnya gimana?"
Ghaby terkekeh kecil.

"Tanya sama Ghania, dia tau kok" Ghaby menatap Ghania dengan senyuman.
"Yaudah pah, mah, Ghaby udah selesai, mau ke kamar"
Ghaby beranjak dari duduknya dan melangkah menaiki tangga menuju kamar nya.

Adi menoleh pada Ghania, seolah berkata "Dedemit kecil itu apa?"

Ghania membanting sendoknya hingga terdengar bunyi 'prang' yang membuat Adi dan Sari berjengit kaget.
"Papa searching aja" jawab Ghania kesal. Lalu kaki jenjangnya berlalu ke kamarnya dengan tampang kesal.

Adi menatap bingung ke arah istrinya yang menampilkan raut tak jauh beda dengannya.
"Apa aku salah ngomong?" Tanya laki-laki paruh baya itu.
Sari mengangkat bahu tidak tahu.

🔰🔰🔰

Ghaby memejamkan matanya, menikmati semilir angin malam yang menerpa kulit wajahnya.
Matanya awas menatap sekitar, menatap bangunan-bangunan rumah di sekitarnya, lampu jalan di depan komplek, serta minimarket yang berjarak lima rumah dari rumahnya.
Dari atas balkon kamarnya ia bisa melihat dengan jelas, termasuk bintang-bintang di langit sana.

Ghaby memejam dan tersenyum tipis.
"Malam pah. Apa kabar?" Gadis itu bergumam.
Ghaby percaya, kalau papahnya akan mendengar itu. karena papah nya ada di atas sana, menjadi salah satu bintang di langit.

Papahnya dulu mengatakan, kalau orang yang meninggal itu tak sepenuhnya pergi atau mati. Hanya fisik saja yang pergi, tapi jiwanya akan selalu tetap ada bersama orang-orang yang di sayangnya.
Kalau rindu tinggal lihat bintang saja, tapi kalo rindunya ga ilang-ilang, pejamin mata dan rasakan keberadaan mereka.

"Tapi kalau papah boleh saranin, Ghaby jangan rindu. Kata Dilan, rindu itu berat, biar dia saja." Papah nya sambil terkekeh mengatakan itu dulu, beberapa hari sebelum menutup matanya.

Ah...Ghaby jadi rindu papahnya yang garing.
Meskipun sekarang ada Adi sebagai papah barunya, namun ayah Ghania itu tak bisa menggantikan almarhum papah nya. Bukannya ia tidak menyukai papahnya yang sekarang? Ia suka.
Adi itu baik, tapi tak sebaik papah nya.
Adi itu hangat, tapi tak sehangat papahnya. Perhatian, tapi tak seperhatian papah nya.
Banyak perbedaan di antara keduanya.

"Maksud omongan lo tadi apa?" Bentakan itu terdengar seiring dengan badannya yang di tarik keras ke belakang.

Ghaby tersentak. Matanya tajam menatap Ghania yang seenak jidat masuk ke dalam kamarnya. Memasuki ruang pribadinya.
Mamahnya pun kadang tidak berani masuk kedalam kamarnya jika belum meminta izin darinya.

"LO NGAPAIN MASUK KE KAMAR GUE? KELUAR"
Bentak Ghaby tak kalah keras, bahkan Ghania pun sempat tersentak. Ghaby tak pernah membentak dirinya sekeras ini sebelumnya. Belum pernah.

"Maksud lo tadi apaan? Mau nyindir gue?" setelah berusaha meredakan kekagetan nya, Ghania bukannya menjawab pertanyaan dari perempuan yang sedikit lebih tua darinnya itu, tapi malah melemparinya dengan pertanyaan.
"Kenapa? Ngerasa kesindir? Bagus kalo lo nyadar. Emang gitu adanya kan?" Ghaby menjawab tajam pernyataan perempuan di hadapannya.

Sesaat Ghania menatap Ghaby tajam. Namun, tak berselang lama, tawa garing gadis itu terdengar.

"Emang bener sih. Lo udah berhasil dapetin apa yang lo mau. Kasih sayang mamah, perhatian papah gue. Semua punya gue lo rebut"

Ghaby mengepalkan tangannya. Jika tak mengingat siapa Ghania dan dimana mereka sekarang, Ghaby tak akan segan-segan melayangkan tangannya ke Ghania.

"Tapi tenang aja, gue ga bakal rebut itu. Karna sasaran utama gue yang lain. Sesuatu yang bakal buat lo ancur se hancur-hancurnya" Layaknya seorang psychopat, Ghania menyusuri wajah Ghaby menggunakan jari-jarinya.

"Keluar dari kamar gue sekarang juga, sebelum gue bener-bener seret lo buat keluar" Ghaby menunjuk pintu kamarnya, bermaksud mengusir Ghania.

Beruntung kamar itu kedap suara, sehingga suara mereka tidak terdengar oleh siapapun.

"Gue juga ga sudi harus lama-lama di kamar lo ini" Setelah mengatakan itu, Ghania berjalan dengan angkuhnya meninggalkan kamar Ghaby.

Ghaby menghela nafas kasar. Padahal baru saja ia tenang.
Lalu sepotong ucapan Ghania terbesit.

"Sasaran utama?"

Ada-ada saja.

TBC

A/N : Author cape mikir😭😭

Maafkan daku yang udah jarang up sekarang🙇. Mungkin lnjut up nanti, karna skarang author mau fokus unbk. Doain ya😊

Feb:*

Cewek Belagu VS Cowok Gesrek Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang