Bertemu dengannya

2.6K 207 10
                                    

"Lama banget sih, gatau apa menunggu itu melelahkan. Kebiasaan phpin cewek nih Kak Shakil hm." gerutunya yang sudah didalam mobil, sedangkan Shakil sendiri masih berbincang dengan rekan anggotanya.

Dan tidak lama kemudian, Shakil datang. Tapi tidak sendiri, melainkan bersama laki-laki yang sejak tadi diruang meeting membuat fokus Yumna buyar. Shakil dan laki-laki itu berjabat tangan sembari saling melemparkan senyum. Kemudian, laki-laki bernama Ali itu pergi dengan mobilnya yang ternyata terparkir disamping mobil mereka sejak tadi.

"Ikut gue bentar ya." ucap Shakil sembari menyalakan mesin mobilnya.

"Eeh nggak bisa dong kak. Katanya cuman untuk meeting." sanggahnya tidak terima dengan keputusan Shakil yang tidak sesuai dengan perjanjian awal.

"Gue traktir double. Diem." sentak Shakil, yang membuat Yumna langsung diam.

***

Berselang setengah jam mereka sudah sampai didepan bangunan luas, dan didepannya berdiri gerbang yang menjulang tinggi, lalu di atas nya ada sebuah tulisan "Pondok Pesantren Modern Nurul 'Izzah".

Pondok pesantren? Yumna mengernyitkan alisnya bingung. "Kak, kenapa kita kesini?" tanyanya langsung.

"Mau masukin lo ke tempat ini." jawab Shakil dengan entengnya.

"Apa? Serius lo Kak? nggak, gue nggak mau. Gue nggak mau. Seenaknya aja lo masukin ke tempat ini. Gue aduin lo ke Papa. Jangan gini dong caranya, kalo lo mau nyingkirin gue dari rumah." Yumna terus mengoceh, bagaimanapun caranya dia tidak mau masuk dalam tempat yang baginya seperti penjara, dia berpikir akan terkekang didalam sana. Kebiasaannya selama ini yang dia nikmati akan terhapus dari aktivitasnya setelah ini. Yumna akan menolak hal itu dengan tegas.

"Gue becanda. Lebay banget sih." jawab Shakil yang dengan wajah datarnya. "Udah, turun gih." suruh nya setelah menghentikan mobilnya dipekarangan, tepatnya didepan bangunan persegi panjang yang ada di barisan paling awal setelah beberapa bangunan lainnya.

Yumna melihat beberapa perempuan seumurannya melewati dia, mereka memakai kerudung, dan membawa buku-buku tebal bersampul tulisan arab. Awalnya mereka memperhatikan Yumna begitu mendetail dari atas hingga bawah dan kembali lagi keatas, namun kemudian mereka tersenyum menyapa Yumna. Dan setelah itu mereka kembali berjalan, tanpa berbisik. Yumna berpikir mereka akan menggunjingnya, membicarakan cara berpakaiannya yang tidak sepantasnya masuk kedalam tempat itu. Namun ternyata tidak, mereka kembali fokus berjalan dan tidak membicarakan tentangnya sedikit pun.

Yumna tiba-tiba salut. Coba jika mereka teman sosialitanya, kalau ada yang aneh sedikit saja dengan penampilannya, mungkin tidak hanya membicarakan dibelakang, tapi juga langsung membully-nya. Itu kenapa Yumna dituntut untuk selalu fashionable.

"Ayo masuk, Yum." ajak Shakil. Dan perempuan itu tersadar dari lamunannya.

Yumna pun memasuki ruangan itu bersama Shakil, dan tidak lama kemudian seseorang dari dalam ruangan itu menyambutnya begitu hangat. Seorang pria paruh baya dengan sorban hijau dipundaknya dan berkacamata segera menyalami Shakil, kemudian tersenyum simpul kearah Yumna. Perempuan itu pun membalasnya dengan canggung.

"Monggo, duduk Nak." ucap pria itu mempersilahkan.

"Oh Enjeh." Shakil menggiring Yumna untuk ikut duduk juga, dia pun segera memberikan bantal sofa untuk menutupi paha Yumna yang hanya dibalut rok pendek. ini benar-benar moment yang tidak tepat.

"Eh, sudah sampai toh." ucap seseorang dari dalam sembari berjalan keluar bersama nampan yang berisi empat gelas teh hangat.

Yumna yang tadinya tertegun melihat seseorang itu segera menundukkan pandangan dan membenarkan duduknya, juga menutupi pahanya dengan benar menggunakan bantal sofa. Entah kenapa dia merasa malu didepan Ali, ya seseorang itu ternyata Ali.

"Silahkan diminum." ucap Ali dengan santunnya.

Yumna terpukau, laki-laki itu sangat low profile ditempat itu. Padahal, dia telah menjadi bos besar bahkan sangat sukses. Tapi, dia mau menghidangkan minum sendiri untuk tamunya.

"Bagaimana kabarmu, Nak?" ucap pria paruh baya itu.

"Kabar saya baik, Abah.." jawab Shakil, mereka sepertinya sudah sangat mengenal.

"Abah, tujuan saya kesini mau minta ijin untuk mengadakan pengajian dan dzikir bersama disini. InsyaAllah, waktunya saya serahkan sama Abah, kapan lenggangnya saja." ucap Shakil. Yumna hanya diam disana. Padahal dia sangat bertanya-tanya, kenapa kakaknya melakukan itu.

"Oh boleh, Nak.. Nanti biar Ali yang kabari kamu kapan waktunya ya." ucap pria itu dengan memperhatikan Ali.

"Enjeh Abah, nanti biar Ali yang ngasih kabar ke Shakil." jawab Ali.

"Baiklah. Mungkin itu saja yang saya sampaikan, Abah. Terimakasih sebelumnya."

"Iya, monggo diminum dulu tehnya. Maaf njeh, cuman bisa suguhin ini." ucap pria itu dengan tersenyum.

"Hehe, iya Abah. Terimakasih." ucap Shakil sembari mencolek Yumna untuk ikut minum dulu.

"Mmm, maaf. Saya boleh ijin ke kamar mandi."

"Oh iya Nak, silahkan. Ini, Umik juga lagi ngajar. Jadi tidak ada yang mengantar kedalam." ucap pria itu. Yumna melihat kearah Ali yang juga memperhatikan nya. "Ali, bisa kamu mengantarnya?" seperti mengerti maksud Yumna, pria itu langsung menyuruh Ali.

Ali terlihat enggan, Shakil mencubit kecil Yumna, didalam hatinya pasti menggerutu bahwa saudaranya itu sangat merepotkan.

"Saya tidak ja..."

"Mari saya antar." ucap Ali yang tadinya terlihat enggan mengantarkan, sekarang dia sudah berdiri.

"Sudah sana. Ngerepotin banget sih." bisik Shakil.

Yumna jadi geram sendiri pada kakaknya. Memangnya kebelet bisa ditahan?

Yumna pun berdiri dan berjalan dibelakang Ali yang sudah jauh berjalan. Lagi-lagi, perempuan itu menjaga sekali sikapnya jika dengan Ali. Padahal dia tidak pernah seperti itu pada laki-laki, siapapun orangnya.

"Kamar mandinya ada diujung." ucap Ali menunjuk ruang yang ada diujung ruangan itu, yang masih jauh dari mereka berdiri. "Saya  tinggal kedepan, tidak apa-apa kan?"

Yumna pun mengangguk langsung. Dan setelah mendapat persetujuan dari perempuan itu, Ali pun berbalik dan berjalan melewatinya.

"Eh tunggu, Pak, mmm Mas," Yumna bingung sendiri cara memanggil laki-laki itu.

Ali berbalik lagi dan melihat Yumna.

"Maaf jaketnya belum aku kembalikan." ucapnya dengan canggung.

"Tidak apa-apa. Gunakan saja kalau kamu membutuhkan." jawabnya lalu berbalik, dan benar-benar meninggalkan perempuan itu sendirian.

Maksudnya? Gunakan saja kalau kamu membutuhkan? Artinya, jaket itu boleh dipinjam selamanya, atau bisa diartikan menjadi milik Yumna? Yakin?

Perempuan itu pun tersenyum sumringah sembari berjingkrak-jingkrak bahagia. "Aaah, yakin jaketnya buat aku?" tanyanya pada diri sendiri. Dia sangat bahagia kali ini.

Ini hanya jaket. Padahal dia bisa membeli berlusin-lusin jaket yang sama. Tapi entah kenapa dia sangat senang karena mendapat jaket itu dari Ali.

***

Yeay. Akhirnya update.
Siap siap. Yumna udah mulai ada rasa sama Ali nih. Cuman dia gak nyadar aja wkwk.

Tunggu kelanjutannya ya. Bakal aku up lagi kalo votenya sudah 50+.

Semoga ceritanya bermanfaat. Ambil yang baik, dan abaikan yang buruk.

Regards

Umi Masrifah

Inni Uhibbuka Fillah, AliWhere stories live. Discover now