Nyaman jika didekatmu

2.1K 140 19
                                    

"Assalamualaikum." Sapa Huri pada Ali yang sedang membantu para santri membersihkan halaman.

Lihatlah betapa rendah hatinya laki-laki itu. Dia seorang guru disana, juga anak pemilik pondok pesantren. Tapi Ali tidak memberi batasan sedikitpun dengan para santrinya. Masya Allah.

"Waalaikumsalam, eh Huri. Sudah dari rumah Abah?" Tanya Ali terlihat akrab dengan gadis itu, sampai tidak sadar ada gadis lain disana, yang berharap disapa olehnya.

"Sampun Mas, aku balik ke kamar ya. Nganter Yumna." Jawab Huri sekaligus berpamitan. Dan kini sepertinya Ali sadar dengan keberadaan Yumna, dia mengalihkan pandangannya kearah gadis itu. Kemudian tersenyum. Sekilas.

"Yasudah, iya." Jawab Ali tidak mempermasalahkan keberadaan Yumna.

"Assalamualaikum, Mas." Pamit Huri.

"Waalaikumsalam." Jawab laki-laki itu kembali meneruskan aktivitasnya. Tidak sedikitpun menoleh kearah Yumna yang sangat berharap.

Huri sudah berjalan, sedangkan Yumna masih berdiri ditempat yang sama. Dia masih berharap, mungkin Ali akan menyapanya, atau setidaknya memberikan senyuman lebih lama dari tadi.

"Yumna, ayo." Huri kembali menghampiri gadis itu. Menyadarkan harapannya yang tidak mungkin terjadi.

Kenapa rasanya sakit ya? Berharap pada seseorang yang tidak sedikitpun mau peduli.
Yumna akhirnya tau rasa itu, cukup banyak dia mengacuhkan banyak laki-laki dengan sikapnya yang sombong. Apalagi laki-laki terakhir yang pernah dekat dengannya, seorang dokter muda, tampan, namun dipermainkan perasaannya oleh Yumna. Mungkin rasanya juga sesakit itu.

"Kamu kenal lama sama dia?" Tanya Yumna penasaran, kenapa mereka sangat akrab.

"Dia siapa, Yum?" Tanya Huri belok kearah kiri, dan Yumna masih mengikutinya. Kemudian tidak lama mereka sudah berada didepan pintu.

"Ali maksudku." Yumna memperbaiki ucapannya. Sedang Huri membuka pintu yang tadinya terkunci.

"Oalaah, Mas Ali toh. Ya kenal lama, Yum. Wong aku disini juga dari kecil, mainku sama dia. Kenapa?" Tanya Huri membawakan koper Yumna masuk ke dalam kamar.

"Gak apa-apa sih," jawab Yumna. "Pantes akrab." Tambahnya dalam hati.

Tidak lama kemudian suara riuh muncul dari depan kamar dan akhirnya berakhir didalam kamar baru Yumna. Terlihat dua gadis muncul dengan senyum cerianya.

"Subhanallah cantiknyaaa." Keduanya langsung berlari kearah Yumna, dia ketakutan hingga mundur beberapa langkah.

"Kenalin aku Afifah," gadis dengan kulit agak kecoklatan dan gigi gingsulnya yang manis menyodorkan tangan terlebih dahulu. Yumna membalas salaman itu sembari tersenyum canggung. Masih kaget dengan kehebohan mereka berdua.

"Aku Nahda," dan gadis yang satu ini lebih putih dan bersih, wajahnya terlihat kalem. Tapi ternyata tidak sekalem itu. Dia pun bersalaman dengan Yumna.

"Aku Yumna." Jawab gadis itu, keduanya pun terlihat senang dengan kedatangan penghuni baru kamar mereka.

"Udah selesai masaknya?" Tanya Huri, yang menurut Yumna jauh lebih normal dari mereka berdua.

Oh ya, mereka semua sedang berpuasa, tapi kenapa masih selincah itu di jam kritis.

"Udah doong. Nunggu adzan aja." Jawab Afifah percaya diri.

"Kalian puasa?" Tanya Yumna pada Afifah dan Nahda.

"Iyaa." Jawab keduanya bebarengan.

"Kenapa? Kamu bingung ya kenapa mereka gak ada lesu-lesunya?" Tanya Huri tau apa yang ada dipikiran Yumna. Dan gadis itu pun mengangguk membenarkan.

"Itulah kita." Jawab Afifah. "Makanya kita yang disuruh masak terus." Tambahnya sangat bersemangat.

"Disuruh masak kok seneng sih." Gerutu Nahda.

"Lah apa salahnya? Kan ibadah. Dan ini ya, kita kan masak nih, pasti banyak godaannya, kalo kita bisa lewatin kan dapat pahala juga." Ucap Afifah.

"Ah serah kamu deh." Nahda mengambil koper Yumna yang ada disamping Huri. "Kamu satu lemari sama aku ya Yumna." Ucapnya pada gadis itu. Yumna pun mengangguk. Dia pun melihat Nahda memasukkan bajunya ke lemari sederhana berbentuk persegi panjang.

"Eh biar aku aja yang masukin." Kenapa rasanya kasihan melihat Nahda memasukkan semua bajunya ke dalam lemari sendirian. Padahal itu semua pakaiannya.

Yumna pun menghampiri gadis itu, dan membantunya.

"Eh gak apa-apa, aku suka menata baju kok. Oh ya, baju kamu baru semua ini?" Tanya Nahda sembari mencium bau baju-baju Yumna.

Yumna pun mengangguk mengiyakan.

"Waah segini banyaknya kamu beli?" Nahda terlihat heboh lagi. Dia tidak percaya baju sekoper itu baru semua.

"Nahdaaa." Huri memperingati.

"Oh iya iya." Nahda pun berhenti berbicara dan kembali melakukan aktivitasnya. Dia memperhatikan baju Afifah, Nahda dan Huri. Mereka memakai baju yang biasa, dan mereka percaya diri.

"Kalo kalian mau pakai, silahkan kok." Ucap Yumna.

"Beneran?" Tanya Nahda terlihat senang. Yumna pun mengangguk lagi.

"Nggak usah, Yumna. Disini deket pasar kok. Kita bisa beli kalo nanti dapet kiriman uang dari keluarga di kampung." Jawab Afifah. Dia memang sangat heboh dan nyeleneh, tapi dia juga lebih dewasa dari yang lain.

Huri tersenyum, "Sudah-sudah. Ayo kita siap-siap. Nanti keburu adzan maghrib." Gadis itu lagi-lagi memperingati setelah Nahda selesai memasukkan semua baju Yumna ke dalam lemari.

Mereka pun bersiap-siap, Afifah dan Nahda antri mandi, sedangkan Huri masih menemani Yumna mengeluarkan semua peralatan yang dibawa olehnya dari rumah, mulai dari lotion, sabun mandi dan beberapa perawatan lainnya. Huri sedikit terperangah. "Apa semua itu kamu pakai?" Tanyanya dengan polos.

Yumna pun mengangguk, "Iya. Udah yuk kita mandi dimana ini?" Setelah membawa sekotak perawatan kecantikan. "Loh kamu bawa apa?" Tanyanya melihat Huri hanya membawa sabun batangan, shampoo dan sikat beserta pasta giginya.

"Ya ini Yum." Jawabnya sembari meringis. Yumna pun membandingkan dengan apa yang dibawanya, dia jadi ingat apa yang dikatakan oleh Shakil, ternyata benar didalam pesantren semua itu tidak ada gunanya.

"Mm, oke. Terus kita mandi dimana?" Tanya Yumna lagi.

"Dibelakang, ayo ikut aku."

Mereka pun berjalan dihalaman pesantren yang sudah bersih dari ranting pohon, pasti itu kerjaan Ali. Ah, Yumna jadi ingat laki-laki itu lagi.
Dan mereka pun sampai di tempat yang antriannya mengular, semua santriwati dipesantren itu terlihat sangat rapi. Yumna jadi malas. Apa dia juga akan mengantri seperti itu juga?

"Mm, Huri. Aku kekamar sebentar ya. Ada yang ketinggalan." Ucapnya pamit. Dia tidak akan kembali kesana. Ucapnya dalam hati setelah mendapat persetujuan dari Huri, dan berjalan menjauh dari kamar mandi umum itu. Siapa juga yang mau mengantri? Tidak tidak. Yumna memilih untuk tidak mandi saja.

"Assalamualaikum." Suara itu muncul dibelakang tubuh Yumna. Gadis itu pun terhenyak tapi berusaha menetralkan diri saat dia tau siapa yang sedang menguluk salam.

"Waalaikumsalam." Jawab Yumna yang sedikit bergetar. Ayolaaah. Yumna yang biasanya mana? Kenapa dia jadi segrogi itu didepan laki-laki.

"Gimana? Nyaman dengan kamar dan teman-temanmu?" Tanya Ali. Yumna sedikit terperangah dengan sikap laki-laki itu yang bersahabat dengannya.

"Iya, nyaman. Sangat nyaman." Jawabnya tersendat-sendat.

Iya nyaman, jika didekatmu seperti ini.

***

Ciyeeeh. Kok aku lagi suka sama Ali dan Yumna ya. Wkwk
Ditunggu kelanjutannya ya♥️

Regards

Umi Masrifah

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Inni Uhibbuka Fillah, AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang