Malaikat untuk kucintai

1.6K 128 5
                                    

Yumna memasukkan semua bajunya ke dalam koper, Shakil yang diberitahu oleh asisten rumah tangga segera menghampiri adiknya itu. Hal aneh apalagi yang akan dilakukannya? Kenapa menjadi anak gadis sulit sekali diatur.

"Mau ngapain lagi lo?" Tanya Shakil yang melihat semua pakaian Yumna yang ada di lemari sudah masuk ke dalam koper. Tinggal make up dan beberapa aksesoris antingnya yang kebetulan dikoleksi.

"Gue mau pindah ke pondok pesantren. Boleh kan Kak?" Tanya Yumna yang membuat Shakil tercengang. Tidak percaya dengan yang dikatakan oleh adiknya tadi.

"Jangan becanda." Ucap Shakil, dia membuka lagi kopernya.

"Kalo gue becanda, pasti gue gak serius Kak." Sahut Yumna yang kini duduk diranjangnya.

"Dari dulu."

"Nah itu tau."

"Bukan gitu, kemarin lo bilang amit-amit masuk ke pesantren. Tapi sekarang? Ini bukan hal yang bisa dibecandain ya. Lagian kalo lo masuk ke pesantren, baju semua ini gak diperluin lagi, apalagi anting. Lo disana itu pake kerudung, dan makeup? Buat apa? Lo bakal touch up sampai 5 kali." Jelas Shakil yang membuat gadis itu termenung. Dia menatap kakaknya dengan bingung.

"Kok bisa gitu Kak?" Tanya Yumna.

"Pesantren dibuat untuk menimba ilmu agama, disana bukan untuk pamer harta, pamer perhiasan, pamer kecantikan, atau nyari cowok." Ucapan Shakil yang terakhir membuat Yumna langsung kicep.

Merasa dirinya sedang disindir, Yumna langsung cemberut. Tidak bisa dipungkiri bahwa Shakil tetaplah kakaknya yang tau segala kesukaan dan aktivitas Yumna. Laki-laki yang paling mengerti dirinya adalah Shakil, bahkan Papanya sendiri jarang memperhatikan gadis itu.

"Terus gue harus gimana Kak?" Ucap Yumna.

"Lo yakin beneran ngelakuin ini?" Tanya Shakil lagi. "Gue temenan sama Ali cukup lama, dia laki-laki yang nggak melihat seseorang dari fisiknya, itu juga berlaku untuk calon istrinya nanti."

"Dan gue mau jadi calon istrinya."

"Jadi lo beneran naksir sama Ali? Yum, lo yakin?"

"Kenapa sih Kak? Apa lo gak mau liat adik lo ini berubah menjadi lebih baik lagi?"

"Tapi sekali lagi, lebih baik jangan jadikan Ali sebagai alasan untuk berubah."

"Hmmm. Udah deh Kak. Terus gue harus gimana ini?" Tanya Yumna.

"Ya pakaian lo ini gausah dibawa, makeup sama apa ini." Shakil menunjuk anting aksesoris yang sekotak besar itu. "Mana ada di pesantren pake baju ginian. Kita ke butik dulu, nyari baju muslimah sama kerudung." Saran laki-laki itu.

"Hmmm." Yumna mengangguk mengiyakan, dia langsung bergegas dengan mengambil tas dan beranjak keluar dari kamar. Tapi dia kembali lagi, melihat Shakil masih terduduk dan melongo menyaksikan dirinya. "Ayo Kaaak. Kenapa masih disitu?"

"Eh. Iya iya." Laki-laki itu pun tersadar dan segera menghampiri Yumna yang terlihat bersemangat, tapi tidak banyak bicara.

Shakil masih tidak menyangka Yumna akan bersemangat berubah karena Ali, laki-laki yang banyak diam tapi memang diakui pesonanya. Hanya saja, Shakil takut Yumna akan sama seperti temannya yang memperdalam ilmu agamanya untuk mendapatkan seseorang yang sedang dicintainya. Shakil tidak mau itu. Dia ingin adiknya dengan tulus melakukan.

***

"Kak, lo yakin gue pake ginian? Kok ribet banget ya rasanya." Yumna mencoba atasan panjang, rok panjang dan kerudung segiempat yang simple dan khasnya anak pesantren.

"Itu semua yang melindungi aurat lo. Dan kalo lo ragu, mending kita balik ke rumah dan urungin niat buat masuk pesantren." Ucap Shakil.

Yumna langsung berpikir ulang. Ayolah. Kenapa dia menggerutu hanya karena pakaian? Jika dengan itu dia bisa dilihat oleh Ali, kenapa tidak? Toh Shakil lebih banyak tau tentang temannya itu.

Inni Uhibbuka Fillah, AliWhere stories live. Discover now