Dia Baik

740 18 0
                                    

Kejadian semalam membuat kepala Chesta pusing dan datang terlambat kesekolah, begitu juga dengan Arleta. Mereka hanya saling tersenyum saat mendapat hukuman berlari keliling lapangan. Hukuman yang sudah menjad tradisi di sekolah ini.

"Gimana?" tanya Arleta tersenyum.

"Ini lebih baik daripada harus lari dari orang psikopat kaya Kay." Lalu mereka tertawa bersama. Setidaknya ini lebih baik daripada semalam.

Gafi melihat ke arah Chesta dan melihat beberapa luka di wajahnya.

"Kenapa loe?" tanya Gafi sambil menyentuh luka Chesta, segera ditepis olehnya.

"Nggak apa-apa."

Hal itu membuat Arvad juga bertanya dalam hati, semalam Chesta menelfonnya dan saat akan diangkat sudah mati dan saat dia hampiri kerumahnya vira bilang belum pulang. Padahal ia melihat Rian sudah pulang sore itu, setidaknya mereka yang lomba cerdas cermat sudah pulang. Pernyataan Vira yang mengatakan Chesta belum pulang membuat Arvad sedikit panik dan mencarinya sampai ke sekolah tapi tak ketemu. Hingga malam ia kembali kerumah Chesta dan bertanya pada Vira ternyata Chesta sudah tidur di kamarnya membuat Arvad sedikit lega.

"Arleta, kemarin pulang jam berapa?" tanya Arvad pada Arleta. Yang ditanya hanya termangu karena baru kali ini Arvad mulai bertanya padanya dan suaranya cukup membuatnya sangat senang.

"Hei, kok loe bengong ditanya."

"Eh, sore sih jam lima. Kenapa?" tanya Arleta. Kali ini hanya di balas gelengan kepala.

"Gimana pertandingan kemarin?" kali ini Arleta bali bertanya lagi.

"Kita menang." Katanya singkat. Dan Arleta hanya tersenyum. "Kalian gimana?"

"Kita juga menang." Kali ini Arvad yang tersenyum membuat Arleta sedikit meleleh. Dan senyuman itu membuat Arleta ikut tersenyum rasanya waktu berhenti untuk saat ini. Cukup saat ini saja, tapi itu mustahil Yoga menepuk bahu Arvad. Rasanya seperti waktu yang berhenti tiba-tiba pecah oleh tepukan Yoga. Arvad menoleh kebelakang.

"Kaki loe baik-baik aja?" tanya Yoga.

"Oh, udah mendingan kok."

"Kaki loe kenapa emangnya?" tanya Arleta ikut mengobrol.

"Gini lho Arleta cantik, jadi kemarin pas ngelawan mereka si Kay itu sempet bikin Arvad cedera." Sahut Eno yang membuat Arleta sedikit malas dengan sikap sok manis Eno.

"Kay?" tanya Arleta seperti ingat sesuatu.

"Iya, loe kenal?" tanya Arvad dan Arleta hanya menggeleng. Ia seperti pernah mendengar nama itu tapi dimana. Apa itu orang yang sama, atau hanya salah mengira.

Lisa dan Vita sibuk mengitrogasi Chesta atas lombanya dan juga bagaimana hasilnya karena mereka tak bisa melihat lomba itu. Bukan karena tak mau tapi tak bisa tempat dia adakan lomba itu cukup jauh dan mereka harus tetap belajar. Meskipun hanya beberapa mata pelajaran karena harus mendukung tim basket mereka. Tapi itu tak mereka lakukan karena Vita sudah malas menonton basket dan Lisa harus menemani Vita yang malas, padahal Lisa sangat ingin menonton. Dan Ina diam-diam pergi menonton sendirian karena ingin mendukung seseorang. Awalnya Vita tak mau menonton tapi akhirnya ia juga datang karena ingin melihat anak SMA 1.

"Ches, loe kenapa semalem miscall gue ampe banyak gitu. Bikin gue panik?" tanya Ina penasaranan.

"Hem, bukan apa-apa."

"Apa yang di omongin Kay? Terakhir kan gue liat loe sama dia." Kata Ina lagi.

"Hah, loe sama Kay?" tanya Lisa semakin penasaran.

"Udah nggak usah bahas Kay ya, gue laper mau makan."

"Loe kok gitu, dan ini apa coba luka-luka gini. Ceritain sama kita." Vita tak sabaran. Namun Chesta hanya mengedarkan pandangannya dan melihat ke arah seseorang yang sibuk mencari meja kosong.

"Arleta, sini" panggilnya membuat Vita dan yang lainnya terkejut. Arleta berjalan mendekat.

"Ngapain loe manggil dia, udah tahu dia suka bikin keributan." Vita mulai berkomentar.

"Jangan bilang karena kalian satu tim pas lomba jadi sekarang akrab." Kali ini Lisa berargumen.

"Ya, gitu deh."senyum Chesta.

"Ches, gue harap loe ceritain apa yang terjadi." Ucap Ina sebelum Arleta sampai di tempat duduk mereka.

"Thanks tempat duduknya." Katanya datar. Lalu mereka melanjutkan makan dan terlihat kecanggungan di antara mereka. Chesta yang berusaha memecahkan kesunyian dan kecanggungan itu namun tak begitu berhasil. Arleta dingin bahkan sedikit berbeda dengan semalam.

"Arleta, sekarang kita temenan ya. Gue dan temen-temen gue sama loe." Kata Chesta setelah menyantap makannya. Sontak membuat Vita terkejut begitu juga yang lainnya.

"Loe kenapa Vit?" tanya Lisa dan mengambilkan minum.

"Ng..nggak apa-apa." Jawab Vita yang masih terbatuk-batuk.

"Oke, gue pergi dulu ya." Chesta hanya tersenyum.

"Ches, loe gila ya mau temenan sama dia." Kata Vita tak percaya Chesta mengajak Arleta bergabung.

"Dia itu gengnya Agnes." Kata Lisa.

"Loe ceritain ke kita sekarang." Ina masih menuntut untuk bercerita. Dan akhirnya Chesta menceritakan kejadian semalam hingga tadi pagi termasuk tentang Kay. Cerita itu membuat mereka terdiam dan tak percaya dengan apa yang mereka dengar.

"Jadi, gue mau temenan sama dia. Dia baik."

"Gue, nggak tahu mesti gimana. Arleta emang baik tapi gue kaya susah buat nerima dia." Kata Vita dan pergi meninggalkan mereka bertiga yang masih duduk di meja kantin dengan sisa makanan di meja. Chesta melihat ke arah Lisa untuk meminta pendapat.

"Hem, gue nggak masalah sih. Walaupun sebenernya sulit tapi gue bakal coba nerima dia jadi temen gue. Sebenernya gue kesel sama dia, gara-gara dia sekarang loe duduk sama Gafi dan dia juga sempet satu geng sama Agnes." Itu adalah kalimat terpanjang yang Chesta dengar dari Lisa dan Chesta yakin jawaban itu bukan pengaruh dari siapapun.

"Bersikaplah biasa saja Ches, gue yakin Arleta nggak suka loe melebih-lebihkan kebaikannya." Ina tersenyum. Begitu juga dengan Chesta ia tahu dari mereka bertiga hanya Ina yang mampu memberi jawaban dewasa dan sesuai apa yang ia pikirkan dan rasakan. Setelah itu mereka hanya mengomentari perbuatan Kay yang diluar batas, bahkan Lisa merasa ini harus dilaporkan ke polisi. Tapi Chesta merasa kalau yang kemarin itu hanya akan jadi yang terakhir.

Back To You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang