Bocah perempuan kecil termangu
Duduk di teras rumah reot yang terbuat dari bambu
Memandangi hujan yang sedari malam mengguyur
Sambil memainkan tas sobek yang lusuh
Sesekali terlihat berdoa agar hujan surut
Nak, cepatlah berangkat nanti terlambat
Ucap wanita paruh baya
Aku takut melewati jembatan gantung yang talinya sudah putus Bu
Seperti meniti titian di bibir jurang
Setiap kali melewati airnya menyalak-nyalak siap menerkam
Cerita bocah perempuan kecil itu dengan tatapan kosong
Hujan juga membuat jalan setapak seperti bubur
Bocah itu memikirkan baju dan sepatu
Takut basah karena hanya punya satu
Di sekolah pun sama
Tiang penyangga atap sudah lapuk
Mereka takut untuk bertopang dagu
Sewaktu-waktu bisa rubuh
Atap bocor
Bagaimana mereka bisa belajar dengan nyaman?
Gaung suara pun tak sampai pada langit
Si tuan hanya berkelit
Beberapa kali mereka bersuara lantang
Tak jua penguasa menghirau
Karena kami tak bawa buah tangan serantang
Tuan penguasa hanya diam membatu
Hey si tuan,
Turunlah
Lihat ke bawah
Lihatlah yang ada di tapal batas
Lihatlah yang ada di pulau kecil
Lihatlah yang ada di pelosok negri
Tuan,
Kami butuh sekolah baru
Dengan penyangga dan dinding yang kokoh
Atap yang bisa melindungi kami dari panas dan hujan
Buku yang bisa kami baca setiap hari
Kami tidak butuh janji manismu
Tuan,
Lihatlah guru kami
Pengabdiannya semangat tuk gapai mimpi
Tetap ikhlas jalani walau letih terpancar
Demi cita-cita anak bangsa
Tuan mobilmu Lexus, guru kami hanya sepeda butut
Tuan tunjanganmu selangit, guru kami hanya bergaji seratus lima puluh ribu
Tuan,
Kami butuh sekolah dan guru
Dapat tantangan dari kakak cantik she_harz dan Bang DimasAlbiyan puisi dengan tema sosial.
Semoga masuk puisi yang di maksud kakak.
Kalau belum masuk, aku buat lagi.
Selanjutnya tantangan puisi tema sosial ini ku lempar ke kak eruchi_chan deadline sampai Minggu.
😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊😊