ending (im sorry ㅠㅠ)

8.6K 643 100
                                    

Hello! Sebelumnya, saya minta maaf. ff ini menggantung dengan tidak layak.
part terakhirnya saya publish buru buru dan sadar ditengah jalan endingnya 'tak layak'. Maaf. Maaf sekali.

Adakah yang masih nunggu JK yang nyesal? Ga? Yaudah.

Saya juga ga tau siapa yang bakalan baca sih :""v

p.s : ini 'ending' bukan 'sequel'. Anggap saja sebagai 'melayakkan apa yang tak layak dulunya.'

p.ss : iya saya ganti username. Dulunya minpingoo. Ingat? G? Yaudah.

ㅡ ㅡ ㅡ ㅡ

Jung Hoseok punya waktu ketika ia sudah menjadi tak peduli. Dan itu sedang terjadi. Maka, ketika esok kembali datang, jangan salahkan Jung Hoseok yang kembali terdiam tanpa menyebut pepatah untuk kembali peduli, bahkan sudah menyerah untuk sekedar menghitung berapa botol bir yang hancur telak pada tangan Jeon Jungkook.

Hari ini, juga terhitung. Bagaimana jam yang menunjukkan pukul Dua Malam itu menjadi saksi bisu pemuda Jeon mengamuk, lagi. Tidak ada lagi kata penenang dari Jimin maupun Hoseok, toh akhirnya akan berakhir sia sia, bagaimanapun pemuda Jeon itu hanya akan melanjutkan amarahnya melalui benda mati.

"Kau seperti orang bodoh, Jeon." Hoseok menghela nafas, kemudian dibalas dengan tatapan tajam dari Jungkook. Pemuda bersurai sekelam malam hari itu masih dengan keadaan yang sama seperti malam malam sebelumnya, kacau. "Kau gila, Jeon."

Jeon Jungkook baru selesai kembali menghadiahkan satu tinjunya pada meja Bar ketika melangkah cepat pada Hoseok, menarik kemeja pemuda itu, kemudian masih menampilkan raut terlampau kacaunya. Matanya menyipit dengan kedua alis yang bertemu, urat pelipisnya terlihat, juga giginya perlahan menggertak satu sama lain. Terlampa kesal, namun juga sedih dari sorot matanya.

"Iya, aku gila!" Teriaknya kala itu, mengundang satu helaan nafas dari Hoseok.

"Kau mencekik, sialan." Hoseok mendecih, menepis tangan kekar itu dari baju bartendernya sebelum kembali tercekat dan kehabisan nafas. "Tidak masuk akal. Setelah semua yang kau lakukan, kini kau yang sedih?"

Jungkook menggeram tertahan, menundukkan kepalanya dengan tangan yang terkepal. Bibirnya digigit, antara menahan segala kata amarah yang ingin keluar atau malah menahan air matanya.
Mungkin, keduanya. Jimin yang sedari tadi mengabaikan bagaimana setiap harinya Jungkook menggila, melihat dari sudut matanya. Tangannya terkepal begitu kuat, juga tangisnya tak kalah kuat untuk mendesak keluar.

"Orang bodoh mana lagi selain Jeon Jungkook yang menyakiti orang yang ia bilang cintai, kemudian beradegan seolah olah yang disakiti disini adalah dirinya?"

Lalu air matanya jatuh, kepalan yang perlahan melemah, menunda segala sumpah serapah dan tinjunya pada Hoseok. Toh, segala yang ia katakan itu benar, lantas melunturkan segala amarahnya pada pemuda Jungㅡyang jelas jelas tak punya salah apapun dalam masalahnya, terlebih ungkapan bahwa ia brengsek, dan menyaran Taehyung untuk meninggalkannya sejak awal adalah benar. Iya, Jeon Jungkook sadar ia sebrengsek itu.

Jeon Jungkook baru sadar, ia sebrengsek itu, bahkan rasanya bersentuh tangan satu sama lain dengan orang yang ia cintai rasanya tak layak. Tidakㅡkurang dari itu. Bahkan senyuman tulus yang terlempar, apa kini ia layak mendapatkannya?

"Sudah tau makna kata penyesalan datang terakhir?" Hoseok mencibir. Berjalan santai, kemudian menyandang tas kerjanya. Lalu berlalu, menginjak segala pecahan botol bir di lantai. Sekali lagi, Hoseok sudah lelah hanya untuk peduli. "Ayo, Jim." Ajakan pelan, menatap Jimin arti mengajak.

"Melakukan kekacauan ini setiap malam bukan jalan keluarnya." Hoseok kembali membuka mulut. Baru saja berjalan melalui Jungkook sebelum kembali berseru, "Kau malah memperburuk dirimu sendiri. Tak ada yang harusnya diperbaiki hanya karena kau melakukan penyesalan setiap malam. Tidak, satupun."

DANCING ON MY OWN. / KVOn viuen les histories. Descobreix ara